Sepertinya karakter lama emakku kambuh lagi. Karakter tangan di bawah, ketimbang diatas. Untungnya aku dididik almarhumah simbah dan bulikku malah kebalikannya.
Dulu waktu simbah masih hidup jika kuberi sedikit rejeki, malah bilang begini, "Walah...gayamu kathek ngekei barang. Sik cukup ta uripmu nang kono. Wis, simpenen maneh. Simbah gak butuh. Mendingan mbok tabung gawe bekal tuwekmu sesuk."
Setahun hubungan baik itupun jadi mulai retak lagi. Hingga aku memutuskan lebaran tahun ini belum ingin berkumpul bersamanya. Walau hari-hari terakhir Ramadhan, kusempatkan berkunjung ke rumah emak. Namun tetap saja suasana hati ini tak bisa dipungkiri, masih merasa hampa. Aku masih butuh waktu lagi untuk menetralisir hati ini. Meski aku tahu, pasti tetap akulah yang disalahkan. Karena setiap kali ku bertanya pada temanku, senjata pamungkasnya orang tua kandung selalu benar, bagaimanapun buruknya dia.
Kamar pecah, 6 Agustus 2013
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H