Oleh sebab itu, pemidanaan masyarakat yang melakukan kritik dalam KUHP Baru tersebut juga telah mengancam partisipasi masyarakat dalam pembangunan negara demokratis Indonesia. Alih-alih masyarakat dapat melakukan partisipasi bermakna melalui kritik terhadap kebijakan pemerintah atau tindakan penguasa yang ada atau terjadi, justru kritik tersebut dapat dijawab dengan pemidanaan dalam KUHP Baru. Dengan demikian, pembatasan hak atas kebebasan berpendapat yang coba diwujudkan dalam KUHP Baru tidak sejalan dengan prinsip dan norma HAM serta perwujudan nilai negara demokratis yang sepatutnya dinternalisasikan oleh negara Indonesia ke dalam setiap kebijakan dan peraturan perundang-undangan yang berlaku.
Adapun kesimpulan yang dapat ditarik dari uraian-uraian di atas adalah sebagai berikut:Â
1. Kebebasan berekspresi termasuk hak menyatakan berpendapat merupakan hak dasar yang penting dan masuk ke dalam kategori HAM yang dapat dibatasi.Â
2. Pembatasan terhadap hak menyatakan pendapat harus dilakukan secara ketat melalui undang-undang dengan bentuk pembatasan yang sah yaitu apabila berkaitan dengan:Â
- Pornografi anak;Â
- Seruan untuk mendorong tindakan yang mengarah ke genosida;Â
- Advokasi kebencian berbasis ras, agama, ataupun kebangsaan yang merupakan ajakan untuk mendiskriminasi, permusuhan, ataupun kekerasan; danÂ
- Ajakan melakukan terorisme. Â
3. Rumusan norma Pasal 218-220, Pasal 240-241, dan Pasal 353-354 KUHP Baru:Â
- Tidak sesuai kaidah-kaidah pembatasan HAM yang diizinkan (permissible limitations); danÂ
- Melanggar kebebasan berekspresi dan berpendapat sebagai hak konstitusional warga negara sebagaimana telah dijamin dalam Pasal 28 UUD 1945, Pasal 28E Ayat 2 UUD 1945, Pasal 28C Ayat 1 UUD 1945, Pasal 28F UUD 1945, Pasal 28G Ayat 1 UUD 1945 Pasal 28I Ayat 4 UUD 1945, Pasal 28J Ayat 2 UUD 1945.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H