Mohon tunggu...
Herlambang Saleh
Herlambang Saleh Mohon Tunggu... Guru - Guru

Orang boleh pandai setinggi langit, tapi selama ia tidak menulis, ia akan hilang di dalam masyarakat dan dari sejarah (Pram)

Selanjutnya

Tutup

Vox Pop Pilihan

Kontrasepsi untuk Pelajar, Jalan Pintas atau Jalan Buntu

6 Agustus 2024   10:02 Diperbarui: 6 Agustus 2024   10:09 286
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Sebagai seorang guru sekaligus penulis, saya merasa perlu menyampaikan pandangan kritis terkait penyediaan alat kontrasepsi bagi pelajar yang diatur dalam PP Nomor 28 Tahun 2024 tentang Peraturan Pelaksanaan Undang-Undang Kesehatan. Kebijakan ini, menurut saya, tidak sejalan dengan prinsip-prinsip Kurikulum Merdeka.

Kurikulum Merdeka dan Pendidikan Holistik

Kurikulum Merdeka hadir sebagai angin segar dalam dunia pendidikan Indonesia. Dengan fokus pada pengembangan karakter, keterampilan abad ke-21, dan pembelajaran yang berpusat pada siswa, kurikulum ini menjanjikan lahirnya generasi emas yang mampu menghadapi tantangan masa depan. Namun, kebijakan penyediaan alat kontrasepsi bagi pelajar seolah bertentangan dengan cita-cita luhur tersebut. Apakah kita rela jika generasi muda kita tumbuh menjadi individu yang hanya mengejar kepuasan sesaat tanpa memperhatikan nilai-nilai moral dan etika?

Pendidikan Seksual yang Komprehensif

Daripada menyediakan alat kontrasepsi, lebih baik fokus pada pendidikan seksual yang komprehensif. Pendidikan ini harus mencakup informasi tentang kesehatan reproduksi, konsekuensi dari perilaku seksual, dan pentingnya menunda aktivitas seksual hingga usia yang lebih matang. Dengan demikian, pelajar dapat membuat keputusan yang lebih bijaksana dan bertanggung jawab, sesuai dengan prinsip-prinsip Kurikulum Merdeka yang mendorong kemandirian dan pemikiran kritis.

Peran Guru dalam Kurikulum Merdeka

Dalam Kurikulum Merdeka, guru memiliki peran penting sebagai fasilitator yang membimbing pelajar untuk menemukan dan mengembangkan potensi mereka. Penyediaan alat kontrasepsi bagi pelajar dapat mengurangi peran ini, karena seolah-olah tanggung jawab pendidikan seksual sepenuhnya diserahkan kepada pemerintah. Padahal, pendidikan yang efektif harus melibatkan semua pihak, termasuk keluarga dan sekolah, dalam membimbing pelajar.

Risiko Penyalahgunaan dan Dampak Jangka Panjang

Ada risiko bahwa penyediaan alat kontrasepsi bagi pelajar dapat disalahgunakan. Tanpa pemahaman yang benar, pelajar mungkin merasa bebas untuk melakukan aktivitas seksual tanpa mempertimbangkan konsekuensi jangka panjang. Hal ini dapat meningkatkan risiko penyakit menular seksual dan kehamilan di usia muda, yang justru bertentangan dengan tujuan Kurikulum Merdeka untuk menciptakan generasi yang sehat dan berdaya.

Pendapat Tokoh

Wido Supraha Ketua DPP PUI (Persatuan Umat Islam) Bidang Pendidikan, mengatakan,"Tolak PP No. 28 Tahun 2024 Pasal 103 ayat 4 yang mengatur pemberian kondom bagi siswa sekolah. Pemberian ini sejatinya mengikuti cara Barat dengan konsep CSE (Comprehensive Sex Education)-nya yang bertentangan dengan Pancasila. Dengan PP ini, Negara permisif dengan hubungan seksual di antara anak sekolah selama suka sama suka (tidak ada paksaan) dan selama tercegah dari HIV. Akankah tercapai Indonesia Emas 2045 jika sejak 2024 sudah diajarkan permisifisme atas seks bebas? Terlebih, ide 'konselor sebaya' untuk memberikan konseling akan menjadi persoalan besar lainnya, di penghujung masa kerja Presiden Joko Widodo. Saatnya Umat berpadu menjaga NKRI dari pemikiran transnasional Barat yang destruktif bagi tatanan kehidupan bangsa dan negara di masa depan."

Pendapat pakar tersebut sangat relevan dengan kondisi bangsa kita saat ini. Kebijakan yang permisif terhadap hubungan seksual di kalangan pelajar jelas bertentangan dengan nilai-nilai Pancasila, terutama sila pertama yang menjunjung tinggi Ketuhanan Yang Maha Esa. Pendidikan seks seharusnya berfokus pada pembentukan karakter, bukan sekadar memberikan informasi tentang alat kontrasepsi. Kita perlu mengingat bahwa remaja adalah generasi penerus bangsa. Jika sejak dini mereka diajarkan permisivisme seksual, maka akan sulit bagi kita untuk mewujudkan visi Indonesia Emas 2045. Selain itu, konsep konselor sebaya yang diajukan dalam kebijakan ini juga perlu dikaji ulang secara mendalam. Peran seorang konselor sangatlah penting, namun harus dilakukan oleh orang-orang yang kompeten dan memiliki latar belakang pendidikan yang memadai.

Kesimpulan

Dengan mempertimbangkan berbagai aspek, dapat disimpulkan bahwa kebijakan penyediaan alat kontrasepsi bagi pelajar memiliki potensi dampak negatif yang sangat besar bagi masa depan bangsa. Kebijakan ini tidak hanya bertentangan dengan nilai-nilai luhur bangsa, tetapi juga dapat merusak generasi muda. Oleh karena itu, perlu dilakukan kajian ulang secara komprehensif dan mencari solusi alternatif yang lebih baik. (hes50)

Bagaimana pendapat Anda tentang hal ini? Mari kita berdiskusi dan berbagi pandangan di kolom komentar!

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Vox Pop Selengkapnya
Lihat Vox Pop Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun