Mohon tunggu...
Herlambang Saleh
Herlambang Saleh Mohon Tunggu... Guru - Guru

Hobi Menulis

Selanjutnya

Tutup

Pendidikan Pilihan

Hadiah di Akhir Tahun Ajaran, Terima Kasih atau Penyimpangan

20 Juni 2024   16:01 Diperbarui: 20 Juni 2024   16:06 110
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Di penghujung tahun ajaran, tradisi memberi hadiah kepada guru kembali menjadi perbincangan hangat. Bagi sebagian orang, ini merupakan momen indah untuk menunjukkan rasa terima kasih atas dedikasi dan pengabdian para pahlawan tanpa tanda jasa. Namun, di sisi lain, praktik ini juga memicu perdebatan tentang makna, etika, dan potensi dampaknya.

Berbagai sikap

Di berbagai percakapan media sosial, boleh atau tidaknya memberikan hadiah bagi guru, menimbulkan percakapan yang seru. Ada yang dengan tegas mengatakan sebaiknya tidak usah karena sudah jadi tugas guru dan khawatir nanti guru jadi tidak fair alias pilih kasih, karena akan mengutamakan orangtua atau siswa yang memberi hadiah. Bagi yang setuju, hadiah diberikan sebagai bentuk apresiasi bagi bakti guru dalam mendidik anak-anak mereka dengan penuh kesabaran.

Pro: Apresiasi dan Motivasi yang Tulus

Bagi para pendukung tradisi ini meyakini bahwa hadiah adalah cara yang indah untuk mengungkapkan rasa terima kasih. Guru telah mencurahkan waktu, tenaga, dan pikiran mereka untuk mendidik generasi penerus bangsa. Hadiah, meskipun sederhana, dapat menjadi simbol penghargaan atas kerja keras dan dedikasi mereka.

Lebih dari itu, hadiah juga diyakini dapat memotivasi guru untuk terus memberikan yang terbaik. Ketika merasa dihargai, guru akan terpacu untuk meningkatkan semangat dan kualitas mengajarnya. Hal ini tentu akan berimbas positif pada proses belajar mengajar dan perkembangan siswa.


Pemberian hadiah juga dapat mempererat hubungan antara guru, siswa, dan orang tua. Interaksi yang positif dan saling menghargai ini dapat menciptakan lingkungan belajar yang lebih kondusif dan suportif. Kolaborasi yang terjalin erat antara ketiga pihak akan mendukung proses pendidikan yang holistik dan optimal.

Kontra: Beban Finansial dan Potensi Ketidakadilan

Namun, di balik manfaatnya, tradisi ini juga tak luput dari kritik. Beberapa pihak berpendapat bahwa guru sudah mendapatkan gaji sebagai imbalan atas pekerjaannya. Memberikan hadiah tambahan dikhawatirkan akan membebani orang tua, terutama bagi mereka yang berasal dari keluarga kurang mampu.

Kekhawatiran lain adalah munculnya potensi pilih kasih dari guru. Hadiah yang diberikan dengan nominal berbeda atau disertai dengan iming-iming tertentu dikhawatirkan dapat memengaruhi penilaian dan perlakuan guru terhadap siswa. Hal ini tentu akan mencederai prinsip keadilan dan objektivitas dalam proses pendidikan.

Terlebih lagi, tidak semua orang tua memiliki kemampuan atau keinginan untuk memberikan hadiah. Bagi mereka yang tidak mampu, tradisi ini bisa menjadi beban dan menimbulkan perasaan tidak enak. Di sisi lain, bagi mereka yang memilih untuk tidak memberikan hadiah, bisa muncul anggapan bahwa mereka tidak menghargai guru.

Mencari Keseimbangan: Apresiasi yang Bermartabat

Pada akhirnya, keputusan untuk memberikan hadiah kepada guru adalah hak dan tanggung jawab individu. Yang terpenting adalah niat dan cara dalam melakukannya. Hadiah yang diberikan dengan tulus dan tanpa paksaan, tanpa iming-iming, dan tanpa membeda-bedakan, akan menjadi bentuk apresiasi yang bermartabat dan bermakna. Pastikan bahwa hadiah kepada guru tidak bertentangan dengan norma dan nilai yang dianut oleh institusi pendidikan.

Pendapat Pakar

Wali murid boleh berbagi hadiah kepada guru saat diberikan setelah penilaian, guru tetap objektif, dan sebagai bentuk ihsan atau apresiasi wali murid kepada guru. Lebih baik lagi jika dikoordinasikan dan diberikan kepada lembaga untuk seluruh pihak yang ikut serta mendidik. Hal itu didasarkan pada manath atau 'illat dari hadis Abu Humaid dan hadis Ibnu Luthbiyah. Terlebih, sudah menjadi kelaziman ketika hadiah tersebut diberikan setelah penilaian dengan besaran yang standar dan tidak besar yang pada umumnya diberikan sebagai bentuk ihsan atau apresiasi wali murid kepada guru. Sesungguhnya, ada perbedaan pendapat di antara para ahli fikih. Ada yang membolehkan dan ada yang tidak membolehkan (khilaf).(https://www.republika.id/posts/29420/hadiah-wali-murid-untuk-guru-bagaimana-pandangan-fikih)

Solusi Alternatif untuk Menunjukkan Apresiasi

Bentuk apresiasi kepada guru tidak harus selalu berupa hadiah berwujud. Surat ucapan terima kasih, kata-kata pujian yang tulus, atau partisipasi aktif dalam kegiatan sekolah bisa menjadi bentuk penghargaan yang tak kalah berharga.

Mari kita jadikan momen akhir tahun ajaran ini sebagai waktu untuk merefleksikan makna pendidikan dan peran penting guru dalam mencerdaskan bangsa. Apresiasi yang diberikan kepada guru, dengan cara yang bijak dan bertanggung jawab, akan menjadi kontribusi berharga dalam mewujudkan generasi penerus yang berkualitas.

Sebagai penutup, perlu diingat bahwa tradisi memberi hadiah kepada guru harus dilakukan dengan penuh kesadaran dan pertimbangan. Hindari praktik yang dapat menimbulkan beban finansial bagi orang tua atau memicu ketidakadilan dalam proses pendidikan. Mari jaga kemuliaan dan martabat profesi guru dengan memberikan apresiasi yang tulus dan bermakna. (hes50)

Ilustrasi AI dokpri
Ilustrasi AI dokpri

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Pendidikan Selengkapnya
Lihat Pendidikan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun