Sebaliknya, bila perusahaan sangat mengutamakan produksi/keuntungan yang sebesar-besarnya dengan mengabaikan masalah "safety" maka risiko terjadinya kecelakaan akan meningkat.
Jadi, dilemanya adalah "Safety" ditingkatkan, produksi menurun, perusahaan terancam bangkrut, Â produksi dinaikkan, "safety" menurun frekuensi kecelakaan meningkat.
Di sinilah dibutuhkan kemampuan seorang pimpinan perusahaan dalam menjalankan roda perusahaan pada jalur lintasan yang cukup aman namun tetap memperoleh produksi/keuntungan yang memadai guna menjamin kelangsungan hidup perusahaan. Â
Dengan kata lain, pimpinan perusahaan harus mampu menggerakkan pendulum "safety level" pada sebuah koridor, dimana sebelah kirinya berbatasan dengan area kebangkrutan (bankruptcy), dan di sebelahnya lagi berbatasan dengan area kecelakaan (catastrophe).
Dapat disimpulkan bahwa kondisi "Zero Accident" dalam dunia penerbangan sesuatu yang dapat dikatakan sulit dapat diwujudkan, namun upaya untuk mewujudkannya harus tetap dilakukan dengan berbagai cara mitigasi, mengubah, merevisi dan "upgrading" peraturan/regulasi yang mengarah kepada perwujudan pencapaian "zero accident" sebagai sebuah "never ending goal", sebuah proses dan pembelajaran yang tiada henti.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H