Penyandang disabilitas berwisata alam, mungkinkah? Mungkinkah mereka mampu menyusuri bebatuan, naik turun menyisir medan terjal? Mungkinkah mereka mampu melintasi dermaga, berenang di tepi laut, bermain pasir, bercengkrama dengan hewan laut?Â
Pertanyaan itu sempat berkecamuk, sebelum akhirnya saya menyaksikan belasan penyandang disabilitas yang terdiri dari tunanetra, tunarungu dan tunadaksa mampu menjawab pertanyaan itu.Â
Ya, mereka berhasil menepis keraguan masyarakat yang kerap menyatakan, disabilitas tidak mungkin melakukan kegiatan yang sulit di alam. Anggapan itu didasari karena keterbatasan yang disandangnya.
Lalu apa yang membuat mereka mampu melewati semuanya, bercanda dengan alam, bergurau dengan debur ombak, tertawa bersama kicau burung, dan bernyanyi bersama suara-suara alam. Satu hal yang pasti adalah karena keterlibatan warga non-disabilitas yang dengan rela hati mau berbagi, mengalami bersama dengan disabilitas berwisata alam.
Sebanyak 22 wisatawan yang terdiri dari penyandang tunanetra, tunarungu, dan tunadaksa, serta wisatawan non-disabilitas berpetualang ke berbagai objek wisata pulau, pantai, kampung Laskar Pelangi, dan bangunan bersejarah seperti kelenteng.
Wisata dimulai selama lima hari sejak Kamis (28/6) hingga Senin (2/7). Lebih dari 10 tempat wisata di Pulau Belitung seperti Pantai Arumdalu, Pantai Penyabong, Pantai Batu Banyak, Pantai Tanjung Kelayang, Pantai Tanjung Tinggi, Pantai Serdang, Pantai Burung Mandi, Pantai Tanjung Pendem, Pulau Berlayar, Pulau Burung, Pulau Pasir, Pulau Lengkuas, Pulau Kelayang, Pulau Kepayang, Leebong Island, Kelenteng Dewi Kwan Im, Bukit Berahu, Batu Mentas, Belitung Timur, Desa Gantung, Rumah Ahok, Sekolah Laskar Pelangi, Danau Kaolin, dan Dinas Kebudayaan dan Pariwisata Belitung Timur menjadi tujuan wisata mereka.
Hujan yang hampir setiap hari membasahi Pulau Belitung tidak menyurutkan langkah wisatawan untuk menikmati indahnya pemandangan alam di sana. Di Pulau Pasir misalnya pengguna kursi roda Tjew Ling Ping terlihat asyik menceburkan dirinya berendam di laut yang tengah surut. Tak hanya Tjew Ling Ping, penyandang tunanetra Laurentia Melissa melakukan snorkling bersama wisatawan non-disabilitas.
Acara rekreasi bersama ini merupakan prakarsa dari Permata Tour Belitung dan Cerita Inspiratif Paradisabilitas tentang Cinta, Iman, Pengharapan (CIP CIP Community) yang dikelola oleh seorang tunanetra, Monica Linda.Â
Linda mengatakan, pihaknya telah memberangkatkan puluhan disabilitas untuk melakukan wisata alam di lebih dari 10 lokasi seperti pantai dan pulau serta tempat wisata bersejarah lainnya. "Ini adalah kedua kalinya kami membawa para disabilitas untuk berpetualang menikmati wisata alam. Dua tahun lalu kami melakukan hal yang serupa," ujar Linda, Senin (9/7).
Linda melanjutkan, terwujudnya wisata alam tersebut berkat partisipasi dari wisatawan non-disabilitas yang dengan tulus hati mau bersama mengalami dan merasakan berwisata bersama penyandang disabilitas.Â
"Saat melakukan petualangan paradisabilitas didampingi wisatawan non-disabilitas yang dengan tulus mau merasakan dan mengalami berwisata dengan kami. Karenanya kehadiran wisatawan non-disabilitas sangat membantu lancarnya wisata ini," paparnya.
Dia berharap, wisata alam yang dilakukan disabilitas membuka hati keluarga disabilitas, khususnya dan masyarakat supaya tergerak memberi kesempatan yang sama dalam hal pemenuhan kebutuhan rekreasi.Â
Menurut Linda, tidak sedikit penyandang disabilitas karna keterbatasannya tidak mampu beraktivitas di luar rumah, apalagi berwisata, karena dinilai hanya menjadi beban atau merepotkan keluarga.
Dibantu wisatawan non-disabilitasÂ
Kegembiraan berpetualang menikmati wisata alam tercermin dari kebersamaan yang terpancarkan dari raut wajah penyandang disabilitas. Saat menyusuri Goa Kelayang di Desa Keciput, Kecamatan Sijuk, Belitung, dibantu wisatawan non-disabilitas (relawan) dan pemandu wisata Adi Irawan yang akrab disapa Komeng, mereka berhasil menjejaki bebatuan besar yang terhampar di sepanjang mulut goa hingga mencapai tujuan. Linda sendiri meyakini tidak ada yang tidak bisa dilakukan disabilitas sepanjang medannya memungkinkan untuk dilalui.
Demikian juga ketika melintasi dermaga di Pelabuhan Tanjung Ru, Tanjungpandan menuju Pulau Leebong, tampak wisatawan non-disabilitas seperti Sani, Floren, Natasya, Andrew, Grace, menggandeng penyandang tunanetra melintasi dramaga sepanjang 400 meter itu.Â
Sedangkan relawan lainnya yakni Budi, Sugi, Ivan, Agung dibantu Adi Irawan tampak membantu penyandang kursi roda menyusuri dermaga. Tak ketinggalan pula Lim Seng Koan yang akrab disapa Pak Lim kendati sudah berusia 70-an sesekali membantu penyandang tunanetra.
Lima hari empat malam sungguh menjadi pengalaman yang berkesan bagi penyandang disabilitas. Sebelumnya mereka sempat khawatir hanya akan membebani wisatawan non-disabilitas.Â
Namun mewakili relawan, Andrew dan Sugi mengatakan, mereka merasa senang bisa melakukan perjalanan wisata bersama penyandang disabilitas. "Kami tidak merasa terbeban, karenanya tidak perlu ada rasa canggung atau punya pikiran merepotkan. Kami sama sekali tidak direpotkan," ujar Sugi.Â
Sedangkan Andrew menambahkan, dengan adanya wisata bersama ini, ia juga belajar banyak dari semangat para disabilitas dalam menjalani kehidupan, termasuk mensyukuri anugerah yang Tuhan berikan. "Kami belajar banyak di sini, belajar  dari mereka yang selalu bersyukur kendati memiliki keterbatasan," imbuhnya. Dalam perjalanan itu pula, Pak Lim pun berbela rasa dengan penyandang disabilitas. "Memang saya suka berwisata. Tapi kali ini berbeda, kali ini lebih spesial karena kami melakukannya dengan teman-teman disabilitas," kata Pak Lim.
Wisata alam di Belitung juga diwarnai dengan wisata kuliner dengan menikmati aneka hidangan serba makanan laut (seafood). Beberapa restoran ternama menjadi tempat persinggahan wisatawan, termasuk mencicipi kopi, es doger, dan penganan lainnya. Sebelum kembali ke Jakarta, wisatawan mampir ke sebuah toko oleh-oleh untuk membeli suvenir dan makanan khas Belitung.
Plesiran ke Pulau Belitung makin lengkap ketika Wakil Bupati Belitung terpilih Isyak Meirobie menerima kehadiran wisatawan di restonya. Dalam pertemuan itu Isyak menyampaikan dukungannya terhadap hak penyandang disabilitas untuk berwisata."Pulau Belitung terbuka bagi siapa pun termasuk penyandang disabilitas. Saya mendukung dan mengapresiasi semangat disabilitas untuk berwisata di Pulau Belitung," tutur Isyak.
Dia melanjutkan, ke depan pemerintah daerah setempat akan membenahi berbagai sarana publik termasuk tempat wisata agar akses bagi penyandang disabilitas. "Salah satu program kami adalah pembangunan harus ditujukan untuk kebutuhan masyarakat, termasuk penyandang disabilitas.Â
Bukan hanya trotoar atau sarana umum saja yang akan kami bangun, namun kawasan wisata dan kamar-kamar hotel beberapa bagian nantinya harus akses untuk disabilitas," pungkasnya.
Berkaca dari peristiwa tersebut, jadi wisata inklusi bukan hanya bergantung dari niat penyandang disabilitas memenuhi hak azasinya untuk berekreasi menikmati indahnya alam. Namun secara sadar wisata inklusi terwujud berkat partisipasi dari wisatawan non-disabilitas yang mau berbela rasa, memahami, dan mengerti kebutuhan disabilitas, tetapi tanpa mengurangi kenikmatan wisatawan non-disabilitas untuk berwisata.
(Ignatius Herjanjam)
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H