"Enggak apa-apa, Pa. Aku suka kok di sini, tempatnya luas. Asyik..."
Sebelumnya kami menginap di Hotel Santika, lalu pindah ke Hotel Amaris. Si Lima Tahun lebih suka di Amaris. "Karena ada Disney Juniornya," katanya. Dia selalu memiliki sudut pandang yang unik atas segala sesuatu.
"Papa, nanti kalok ada makanan enak yang banyak di meja, Papa jangan memakannya ya!" katanya dengan mimik serius. Lalu berpaling ke Nindy, "Mama juga enggak boleh makan..."
"Iya, Dek," jawab Nindy.
"Kenapa kami tidak boleh makan, Dek?" tanyaku penasaran.
"Aku takut Papa dan Mama berubah jadi babi kalok makan makanan itu,"
"Babi?" tanyaku makin penasaran. "Apa hubungannya..."
"Sstt, sini deh Adek ceritain..." si Lima Tahun berbisik seolah takut ada orang lain yang ikut mendengarkan. "Papa tahu kan... Chihiro?"
"Chi... siapa?" kucoba mengingat-ingat nama teman main si Lima Tahun. Nihil. Tapi Nindy memberi kode dengan tangannya. Huruf C dan telunjuk di tangan satunya yang diputar-putar. Eureka! Chihiro tampaknya salah satu tokoh fiksi dari film animasi yang ditontonnya!
"Chihiro, ya, Chihiro... Papa pernah denger namanya," Raut kecewa di muka si Lima Tahun berubah penuh semangat. Lalu meluncurlah kisah aneh yang dialami Chihiro dan keluarganya saat pindah ke Tochinaki. Nindy hanya senyum-senyum kecil dari kursinya. Hobby nonton film animasi jelas diturunkan dari Nindy. Agak mengherankan sebenarnya, bagaimana ia mampu menceritakan ulang dengan akurasi lebih dari 50 persen padahal filmnya berbahasa Jepang dan dia belum bisa membaca subtitel.
Lima belas menit kemudian, si Lima Tahun jatuh tertidur. Nindy mengatur tumpukan kain di sandaran tangan kursi sebagai pengganti bantal. Memastikan posisinya stabil dan sedikit menggeser kaki si kecil agar tidak mudah terguling ke bawah. Lalu dengan isyarat tangan menyuruhku bergeser ke ujung pagar.