Sebagai mahluk sosial, kita selalu membutuhkan orang lain untuk memenuhi kebutuhan dasar kita. Untuk itu, mau tidak mau kita harus berinteraksi dengan orang lain. Dalam proses interaksi tersebut tidak jarang terjadi benturan kepentingan yang memicu timbulnya percikan yang disebut konflik. Konflik terjadi karena setiap pihak yang terlibat memiliki alasannya sendiri untuk melakukan suatu tindakan dan kemungkinan berbenturan dengan kepentingan pihak lain.
Dalam interaksi antar individu di setiap ekosistem kemungkinan timbulnya masalah sangatlah besar. Karena bagaimanapun kesamaan yang dimiliki anggota ekosistem tersebut, pasti ada perbedaan juga yang mereka miliki. Perbedaan inilah yang kemudian menajdi pemicu munculnya masalah.
Tidak hanya pada masyarakat umum yang melibatkan orang-orang dewasa, pada masyarakat pendidikan di ekosistem sekolah tidak jarang perbedaan kebutuhan yang ingin dipenuhi oleh setiap pribadi dari murid berpotensi menimbulkan masalah.
Benturan kepentingan yang menimbulkan masalah tersebut menimbulkan rasa tidak nyaman, baik bagi pihak-pihak yang terlibat maupun bagi pihak lain di sekitarnya. Dan jika tidak diselesaikan dapat mengakibatkan dampak yang lebih besar atau lebih panjang pada waktu berikutnya.
Membahas tentang penyelesaian sebuah masalah dalam lingkup sekolah, Diane Gossen dalam bukunya Restitution; Restructuring School Discipline, (2001) telah merancang sebuah tahapan untuk memudahkan para guru dan orangtua dalam melakukan proses untuk menyiapkan anaknya untuk melakukan restitusi, bernama segitiga restitusi/restitution triangle.
Pada Segitiga Restitusi terdapat tiga sisi yang menjelaskan langkah dan tahapan pada proses restitusi. Ketiga proses tahapan tersebut didasarkan pada prinsip-prinsip utama dari Teori Kontrol, yaitu:
Berikut adalah penjelasan dari masing-masing sisi pada Segitiga Restitusi:
Sisi 1. Menstabilkan Identitas (Stabilize the Identity)