Mohon tunggu...
Heri Purnomo
Heri Purnomo Mohon Tunggu... Administrasi - nothing

-

Selanjutnya

Tutup

Cerpen Pilihan

[Bulan Kemerdekaan RTC] Sartini Dan Jugun Lanfu

18 Agustus 2016   17:46 Diperbarui: 18 Agustus 2016   17:56 207
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

"Yang kami mau adalah permintaan maaf dari pemerintah anda. Jika tidak, silahkan angkat kaki dan bawa koper ini. Anda tak akan bisa menghentikan kami dengan uang. " Sartini dengan tegas mengusir Akkiro.

"Tunggu, anda yakin dengan apa yang baru saja anda lakukan? Kami sangat berharap anda tak menolak mentah-mentah seperti ini. Aku masih bisa memberimu waktu untuk berfikir. Dan perlu anda ingat, kami tidak mungkin pulang tanpa membawa kabar baik. "

"Hei, dengar ya. Kami sudah memikirkan ini bertahun-tahun. Kami ingin memperjuangkan hidup seperti anak-anak yang dilahirkan secara normal lainnya. Bukan dipandang lahir dengan paksa seolah-olah tanpa dikehendaki. Selama pemerintah anda tak mengucapkan kata maaf, jangan harap kami bisa melupakan semua dosa masa lalu orang tua kalian. Jadi pergilah sekarang juga, dan jangan pernah datang lagi."

"Oh, oke-oke !" Dengan kesal Akkiro pun pergi bersama Alung setelah pintu rumah Sartini ditutup dengan bantingan cukup keras. Sartini tak kuat dilecehkan oleh keturunan serdadu Jepang itu.

ilustrasi:uniqpost.com
ilustrasi:uniqpost.com
Di sudut kamarnya Sartini menghela nafas yang dihirupnya cukup dalam. Sudah 10 tahun ia memperjuangkan keadilan bagi para jugun lanfu. Belum ada titik terang, tapi ia tetap sabar sampai idealismenya terwujud. Tiada gentar apapun kata orang.

Dari balik jendela kamar ia memandang keluar. Kaca jendelanya yang mulai buram tak menghalanginya menatap anak-anak yang sedang berlomba panjat pinang di ulang tahun kemerdekaan yang ke 71. Bendera merah putih berkibar-kibar di ujung pohon pinang yang ditancapkan di sebuah area kosong di belakang rumahnya yang menjadi langganan permainan perlombaan setiap 17 Agustus. Namun, Sartini merasa belum bisa membahagiakan arwah buyutnya dan buyut-buyut lainnya yang telah mengalami penderitaan juga trauma yang cukup dalam sebagai jugun lanfu. Dari balik jendela kamarnya yang buram itu, ia merasakan kemerdekaan masih setengah hati.  Kemerdekaan masih menyisakan kepedihan hati sebagian anak bangsa yang luput dari perhatian pemerintah maupun pelaku kejahatan perang.

Ia berjanji dalam hatinya, tak akan berhenti sampai keadilan bisa didapatkan demi harkat dan martabat para wanita hingga anak cucu tak mengalami nasib yang sama di kemudian hari.

Namun, keesokan harinya Sartini tiba-tiba muncul di headline beberapa surat kabar. Perjuangannya berakhir puluhan luka tusuk di sekujur tubuhnya. Ia telah menjadi martir untuk sebuah kemerdekaan yang masih harus diperjuangkan oleh Sartini Sartini yang lain, entah untuk berapa ratus tahun lagi. 

Jakarta, 18 Agustus 2016

Karya ini diikutsertakan dalam rangka mengikuti Event Bulan Kemerdekaan RTC

ilustrasi : download-10-rumpies-57b379ecb47e61cf41b
ilustrasi : download-10-rumpies-57b379ecb47e61cf41b

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Cerpen Selengkapnya
Lihat Cerpen Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun