Mengerikan! Kasus pembunuhan yang dilakukan pelajar kembali terungkap. Tim forensik telah melakukan autopsi terhadap pelajar berinisial R alias Iko (17 tahun), korban yang dianiaya hingga tewas oleh temannya GDH (15 tahun) dan AJ (17 tahun) pada tanggal 2 April lalu di Jln.Pesantren Sukamiskin.Â
Kasatreskrim  Polrestabes Bandung AKBP Abdul Rahman mengatakan autopsi dilakukan terhadap korban setelah penyidik membongkar makam korban atau ekshumasi di TPU Cijambe,  Kota Bandung,  Kamis (16/5/2024) lalu. Hasilnya korban mengalami retak kepala akibat dihantam oleh benda keras. (https://rejabar.republika.co.id/berita)
Lebih mirisnya lagi, pelaku melakukan tindakan sadis membunuh itu karena alasan sepele, sakit hati pacarnya tersenggol korban. Selain itu, pelaku pun dendam dan iri karena korban termasuk siswa yang pintar dan gagah di sekolahnya.
Saat mengetahui kasus ini dari berita, penulis sungguh sedih dan khawatir. Pasalnya, tak disangka lokasi kejadian penganiayaan pelajar tersebut lumayan tak jauh dari rumah dan sering dilewati jika anak-anak pergi ke sekolah.Naudzubillah. semoga lingkungan kami dijauhkan dari perbuatan jahat.Â
Kasus ini menunjukkan bahwa Bandung tidak aman. Kota Bandung harus bebenah. Meski kota Bandung berhasil meraih penghargaan Kota Layak Anak (KLA) tahun 2021 kategori Madya, namun faktanya keamanan belum terjamin.
Mirisnya, pelajar yang terlibat kasus kriminal, perundungan, hingga pembunuhan mengalami kenaikan di berbagai tempat di Indonesia. Menurut data dari Direktorat Jenderal Pemasyarakatan Kementerian Hukum dan Hak Asasi Manusia, data per 26 Agustus 2023, tercatat hampir 2.000 anak berkonflik dengan hukum. (https://www.kompas.id/baca/riset/2023/08/28). Kasus ini menambah deretan panjang kebobrokan generasi di bawah asuhan sistem sekularisme. Peristiwa memilukan ini harusnya menjadi alarm keras, terutama bagi dunia pendidikan. Mengapa remaja bisa begitu mudah tersulut emosi hingga tega  keji membunuh?
Penyebab Pelajar Berperilaku Kriminal
Kenakalan remaja saat ini sudah pada taraf keterlaluan dan membahayakan nyawa orang lain. Jika kasusnya hanya hitungan jari, maka persoalannya kasuistik. Tapi, jika kasus kriminal remaja ini jumlahnya hingga ribuan setiap tahunnya, maka persoalan ini jelas penyebabnya sistemik.Tentu saja ini menjadi tamparan keras bagi bangsa ini di tengah harapan Indonesia emas 2045.
Inilah dampak buruk penerapan sistem sekuler yang menjadi asas bagi kurikulum pendidikan saat ini. Generasi labil, materialistis, hedonis, minus adab serta akhlak, awam agama, tak takut dosa, rapuh jiwa dan mentalnya. Sekulerisme telah memisahkan agama dari kehidupan membuat manusia tidak memahami tujuan penciptaan.Â
Paham ini melahirkan liberalisme yang mengagungkan kebebasan berbicara dan bertingkahlaku. Akibatnya banyak orang yang ringan lidah untuk mengucapkan perkataan kasar yang memancing emosi dan menyakiti hati. Bebas berbuat sesuka hati, seolah tiada berharganya tubuh orang lain sehingga mudah untuk disakiti, diciderai, tak peduli perbuatannya mengundang murka Allah.
Mirisnya, mayoritas pelaku bahkan merasa bangga melakukan tindakan kriminal dan zalim tersebut. Sistem buruk sekularisme telah menjadikan suasana dan standar kehidupan sangat jauh dari aturan Islam. Semua itu diperparah dengan kondisi hukum yang tumpul, bisa dibeli. Tidak pelak, generasi pun jauh dari jaminan perlindungan keamanan dalam kehidupan sehari-hari. Standar kehidupan mereka sangat nisbi, semu, dan palsu. Kapitalisme telah merenggut standar hakiki kehidupan manusia sekaligus begitu mudahnya membuat generasi terperosok jauh dalam kubangan kemaksiatan.
Sistem kehidupan sekuler telah membuat masyarakat dan negara menormalisasi kemaksiatan bahkan dianggap modernitas, seperti menganggap wajar aktivitas pacaran, khalwat (berdua-duaan), ikhtilat (campur baur laki-laki dan perempuan), pergaulan bebas, gaya hidup hedon. Semua tersaji dan dianggap hiburan dalam bentuk film, konten medsos, games, tayangan TV yang mudah  diakses. Lambat laun, semua hal tersebut berdampak pada bergesernya standar perbuatan menjadi semakin liberal.  Â
Kriminalitas remaja merupakan dampak sistemik dari banyak faktor, yakni lemahnya ketakwaan individu, rapuhnya keluarga, rusaknya sistem pendidikan, masyarakat yang permisif dan jauh dari kepedulian untuk amar makruf nahi mungkar, serba bebasnya media internet yang berisi konten kekerasan, pornografi, hingga penyimpangan seksual. Seharusnya, negara menjadi garda terdepan untuk membendung berbagai konten negatif di dunia maya dan nyata.
Benteng terakhir perlindungan anak pun yaitu keluarga semakin rapuh saat ini karena derasnya budaya sekulerisme yang diaruskan sistem. Kurangnya perhatian orangtua, pola pendidikan anak di keluarga yang jauh dari nilai islam telah melahirkan generasi lemah iman yang tak segan melakukan kemaksiatan. Minimnya keteladanan orangtua pun membuat anak terjebak pada pergaulan yang salah di lingkungan sekuler.
Hukum dan Undang-Undang yang ada pun nyatanya tidak mampu mengatasi angka kriminalitas. Buktinya, berbagai regulasi yang dibuat untuk mencegah kejahatan tidak berefek jera bagi pelaku. Apalagi, pelaku kriminal kalangan remaja akan merasa "terlindungi" dengan dalih "di bawah umur", padahal mereka seharusnya sudah cukup umur untuk memahami perbuatan salah dan benar, serta menanggung konsekuensinya jika melanggar. Kedua pelaku pun kini sudah ditahan polisi. Mereka diancam Pasal 170 KUHP dan atau Pasal 80 Undang-undang Nomor 23 Tahun 2002 tentang Perlindungan Anak dengan ancaman hukuman 5 tahun kurungan penjara. (https://www.detik.com/jabar/)
Jaminan Keamanan dalam Sistem Islam
Dari paparan di atas telah tampak bahwa rusaknya generasi adalah buah dari diterapkannya sistem kehidupan sekuler liberal. Karenanya, penyelesaiannya pun harus bersifat sistem. Penerapan sebuah sistem yang bathil akan membawa pengaruh daya rusak yang besar terhadap semua komponen di bawahnya, yaitu rusaknya standar kehidupan masyarakat, rapuhnya bangunan keluarga, hingga lahirnya generasi yang gemar berbuat dosa.
Maka dari itu,  Islam menjaga generasi dengan empat pilarnya, yaitu pilar ketakwaan individu, pilar keluarga muslim yang mendidik generasi sesuai panduan Islam, pilar kontrol sosial masyarakat yang gemar amar ma'ruf nahi munkar, serta pilar negara yang menerapkan sistem kehidupan islam. Pada tataran individu, seorang muslim yang sudah baligh akan mengerti bahwa segala perbuatannya akan dimintai pertanggungjawabannya oleh Allah Swt kelak. Maka  jangankan membuly apalagi membunuh, berkata kasar, mengejek  orang saja ia tak biasa karena takut dosa di hadapan Tuhannya.
Pada tataran keluarga, Islam mewajibkan orangtua menjalankan amanahnya untuk mendidik anak dengan aqidah islam. Â Para Ibu ditugaskan untuk menjadi ummu wa rabbatul bait (ibu sekaligus pengatur rumah tangga). Ibu adalah madrasah utama bagi anaknya. Â Sedangkan para ayah ditugaskan menjadi kepala keluarga yang membawa bahtera rumah tangga di jalur ketakwaan.Â
Agar ayah dan ibu fokus menjalankan fungsinya, maka negara berkewajiban menjamin dan memenuhi kebutuhan dasar rakyatnya ( sandang, pangan, papan, pendidikan, kesehatan, dan keamanan). Tidak seperti sekarang, dimana kebanyakan ibu terpaksa harus bekerja menambah penghasilan keluarga hingga anak kurang perhatian dan terjebak salah pergaulan. Meski sudah keduanya bekerja, masih banyak yang terjerat kemiskinan.
Masyarakat pun diberikan tanggung jawab untuk amar ma'ruf nahi munkar sebagai rasa kepedulian satu sama lain. Masyarakat yang islami tidak akan membiarkan kemaksiatan tumbuh subur di tengah mereka.Interaksi di anatara anggota masyarakat adalah ta'awun yaitusaling tolong menolong dalam ketaqwaan dan kebaikan.
Hal terpenting dan berdampak besar adalah negara menerapkan sistem Islam secara kafah di segala aspek kehidupan. Negara menyelenggarakan sistem pendidikan berbasis akidah Islam untuk membentuk generasi berkepribadian Islam. Negara wajib memenuhi kebutuhan pokok rakyat, menerapkan sistem ekonomi islam sehingga masyarakat terhindar dari berbagai kejahatan.
Negara juga wajib menghilangkan segala hal yang merusak keimanan dan ketaatan setiap muslim, seperti memblokir konten porno dan kekerasan; melarang produksi film atau tayangan pornografi, mengumbar aurat, dan konten negatif lainnya; menutup industri dan peredaran miras; hingga memberantas peredaran narkoba. Negara juga menegakkan sanksi hukum Islam yang akan berfungsi sebagai pecegah dan penggugur dosa bagi pelakunya.
Sebagaimana goal setting penerapan syariat islam adalah memelihara keturunan, memelihara akal, memelihara kehormatan, memelihara jiwa manusia, memelihara harta, memelihra agama, memelihara keamnan, dan memelihara negara. Maka, penerapan islam kaffah akan memberikan perlindungan dan jaminan kemanan yang hakiki bagi siapapun, termasuk untuk remaja.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H