Saat para ibu digiring untuk beraktivitas  bekerja di luar rumah, maka besar kemungkinan tugas utama sebagai ibu dan pendidik generasi akan terabaikan, tidak optimal. Akhirnya muncullah generasi yang rapuh akibat kurang perhatian ayah dan ibunya, atau yang biasa dikenal dengan istilah motherless dan fatherless seperti saat ini. Ini adalah taruhan besar untuk kualitas generasi di masa depan yang akan mengambil estafet kepemimpinan negeri ini.  Alih-alih berharap bisa melepaskan diri dari cengkeraman penjajah, generasi rapuh justru akan menjadi beban negara di masa depan yang secara tidak langsung justru akan memperpanjang kontrak penjajahan ekonomi di negeri tercinta ini. Â
Sistem kehidupan yang liberal (serba bebas) pun rentan beresiko terhadap keamanan perempuan juga keluarga. Kasus pelecehan hingga isu pelakor dan pebinor yang kian marak sebagai buah dari sistem pergaulan bebas di masyarakat, termasuk di tempat kerja. Perceraian pun terus meningkat akibat terlanggarnya aturan syariat dalam kehidupan berkeluarga. Dan masih banyak lagi masalah keluarga lainnya.
Oleh karena itu, selama sistem kapitalisme diterapkan di negeri ini, maka kesejahteraan perempuan tidak akan pernah terwujud. Perempuan akan dijadikan sebagai objek eksploitatif untuk menghasilkan cuan tanpa peduli pengaruh pekerjaan tersebut terhadap buruknya pembentukan kepribadian generasi. Kondisi berbeda akan kita temukan dalam sistem kehidupan yang diatur dengan aturan Islam kaffah.
Islam Menjamin Kesejahteraan Perempuan
Islam memiliki sistem ekonomi yang tangguh yang akan menjamin kesejahteraan rakyat termasuk perempuan. Dengan berbagai mekanismenya, perempuan dijaga fitrahnya dan dijamin kesejahteraannya oleh negara melalui penerapan politik ekonomi Islam.
Politik ekonomi Islam menjamin pemenuhan kebutuhan dasar bagi setiap individu dengan pemenuhan yang menyeluruh. Pemenuhan kebutuhan itu harus sampai pada tataran terpenuhinya kebutuhan perempuan dalam hal makanan, pakaian hingga tempat tinggal yang layak. Bukannya dieksploitasi untuk meningkatkan ekonomi negara. Apalagi Islam memandang kemuliaan perempuan bukan diukur dari jumlah materi yang dihasilkannya tetapi dari ketakwaannya kepada Allah Swt. Sebagaimana dalam Surat Al-Hujurat ayat 13 yang artinya :
"Wahai manusia, sesungguhnya Kami telah menciptakan kamu dari seorang laki-laki dan perempuan. Kemudian, Kami menjadikan kamu berbangsa-bangsa dan bersuku-suku agar kamu saling mengenal. Sesungguhnya yang paling mulia di antara kamu di sisi Allah adalah orang yang paling bertakwa. Sesungguhnya Allah Maha Mengetahui lagi Mahateliti."
Dalam naungan islam, bekerja bagi seorang perempuan hanyalah pilihan bukan tuntutan keadaan. Islam menjamin kebutuhan pokok perempuan dengan mekanisme kewajiban nafkah pada suami, ayah atau kerabat laki-laki bila tidak ada suami atau ayah. Jika mereka semua ada tetapi tidak mampu mencari nafkah atau mereka para pencari nafkah sudah tidak ada lagi, jaminan langsung akan diberikan negara.
Sistem ekonomi Islam memposisikan sumber daya alam sebagai milik umum atau rakyat yang wajib dikelola negara untuk kemaslahatan rakyat. Hal ini akan membuka lapangan pekerjaan yang cukup sehingga memudahkan para suami menafkahi keluarganya dengan layak. Â Islam telah menetapkan bahwa dalam rumah rumah tangga yang bertanggung jawab mencari nafkah keluaga ada di pundak laki-laki yaitu suami. Sedangkan tugas pokok seorang wanita sebagai ibu dan pengatur rumah tangga (ummu wa rabbatul bait). Wanita diperbolehkan bekerja mengamalkan ilmu untuk kemaslahatan umat selama tanggung jawab sebagai istri dan ibu tetap terlaksana dengan baik. Karena itulah hanya kembali kepada pengaturan islam perempuan mulia dan sejahtera.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H