Mohon tunggu...
Herini Ridianah
Herini Ridianah Mohon Tunggu... Guru - write with flavour

pemerhati sosial dan pendidikan, guru les MIPA

Selanjutnya

Tutup

Ilmu Sosbud

Korupsi Makin Masif, Butuh Solusi Komprehensif

16 April 2024   22:47 Diperbarui: 16 April 2024   22:47 84
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Kasus korupsi tak ada matinya di negeri ini.  Kejaksaan Agung (Kejagung) baru saja menetapkan Harvey Moeis dalam kasus dugaan korupsi Tata Niaga komoditas timah di wilayah IUP PT Timah Tbk periode 2015 hingga 2022. Harvey Moeis (HM) ditetapkan sebagai tersangka baru oleh kejagung pada Rabu, 27 Maret 2024 atau menjadi tersangka ke-16 dalam perkara korupsi yang diduga menelan kerugian ekologis senilai 271 triliun tersebut. 

Sehari sebelumnya, Kejaksaan Agung juga menetapkan dan langsung menahan manajer PT Quantum Skyl Exchange (QSE), Helena Lim dalam perkara yang sama. Keduanya langsung ditahun oleh Kejagung di Rutan Salemba di Kejari, Jakarta Selatan selama 20 hari untuk kepentingan penyidikan. (www.kabar24bisnis.com)

Kejaksaan Agung mengawali penyidikan kasus ini sejak Oktober 2023. Pengungkapan kasus ini pun diumumkan berurutan, terhitung sejak Januari 2024. Tony Tamsil dari pihak swasta menjadi tersangka pertama dalam kasus ini lantaran berupaya menghalang-halangi penyidikan.

Pada Selasa, 30 Januari 2024 kemudian, kejagung mulai menetapkan tersangka secara bergiliran termasuk tiga orang di antaranya merupakan penyelenggara negara atau petinggi PT Timah. Ketiga orang itu adalah Riza Pahlevi selaku eksdirektur PT Timah, Emil Emindra sebagai Direktur keuangan PT Timah 2017-2018 dan eks direktur operasional dan pengembangan usaha PT Timah, Alwin Albar. Kemudian 11 lainnya berasal dari pihak swasta atau pengusaha yang diduga berkaitan dengan kasus Tata Niaga komoditas timah ilegal ini, yakni Tamron hingga Helena Lim. (www.kabar24bisnis.com)

Mengapa Korupsi Terus Berulang ?

Kasus korupsi yang terus berulang di negeri ini adalah bukti kerusakan dan kegagalan sistem yang diterapkan di negeri ini yaitu kapitalisme sekulerisme. Sistem yang menjadi asas dalam bernegara ini tidak akan pernah mampu memberantas korupsi sekulerisme, yakni pemisahan aturan agama dari kehidupan yang telah menghalalkan yang haram dan mengharamkan yang halal.

Saat para pejabat menjalankan kekuasaan, bukannya amanah malah menjadi pengkhianat rakyat. Kekuasaan diterjemahkan sebagai ladang tempat mengumpulkan harta meski dengan cara haram sekalipun. Kekuasaan dijadikan alat untuk memukul siapapun yang menghalangi kepentingan mereka. Kebijakan yang dirumuskan juga bukan untuk rakyat tetapi untuk melindungi kepentingan kolega dalam lingkaran oligarki kekuasaan. Walhasil, menyelesaikan kasus korupsi dengan sistem kapitalisme sekulerisme hanyalah mimpi di siang bolong.

Islam, Satu-satunya Solusi Komprehensif

Islam adalah satu-satunya agama yang memberikan rincian keharaman hukum seputar harta yang didapat dengan kecurangan. Khusus untuk pejabat, Islam telah menetapkan sejumlah aturan yang melarang mereka mendapatkan harta di luar gaji/ pendapatan mereka dari negara. Itulah yang disebut  sebagai kekayaan  gelap menurut pandangan islam.

Menurut aturan islam terkait harta adalah sebagai berikut:  Pertama, Islam  mengharamkan segala bentuk suap ( risywah) untuk tujuan apapun. Suap adalah memberikan harta kepada seorang  pejabat untuk menguasai hak dengan cara yang batil,  atau membatalkan hak orang atau agar haknya didahulukan dari orang lain.

Nabi saw telah melaknat para pelaku suap baik yang menerima maupun yang memberi suap. "Rasulullah saw telah melaknat penyuap dan penerima suap". (HR.At-Tirmidzi dan Abu Dawud).

Kedua, dalam Islam, pejabat negara juga dilarang menerima hadiah (gratifikasi). Nabi saw pernah menegur seorang amil zakat yang beliau angkat karena terbukti menerima hadiah saat bertugas dari pihak yang dipungut zakatnya. Beliau bersabda : "Siapa saja yang kami angkat sebagai pegawai atas suatu pekerjaan, kemudian kami beri dia upahnya, maka apa yang dia ambil selain itu adalah kecurangan." (HR. Abu Dawud)

 Dalam hadis lain, beliau bersabda : "Hadiah yang diterima oleh penguasa adalah kecurangan." (HR. Al-Baihaqi)

 Ketiga, termasuk dalam kategori kekayaan gelap pejabat menurut Islam adalah komisi. Karena kedudukannya sebagai pejabat negara. Komisi sebenarnya adalah hal yang halal dalam muamalah. Namun, jika seorang pejabat menggunakan kedudukannya atau kekuasaannya untuk memuluskan suatu transaksi bisnis atau ia mendapatkan fee atau komisi dari suatu proyek, maka itu adalah cara kepemilikan harta yang haram. Sayangnya, dalam dunia bisnis kapitalis, seperti sudah menjadi kemestian jika pengusaha harus memberikan komisi sebagai upeti kepada para pejabat agar mereka mendapatkan proyek atau ketika dana proyek sudah cair.

 Keempat, Islam menetapkan bahwa korupsi adalah salah satu cara kepemilikan harta haram. Korupsi termasuk tindakan kha'in (pengkhianatan). Korupsi dilakukan dengan memanfaatkan kekuasaan yang dimiliki seorang pejabat negara dengan sewenang-wenang, baik dengan memanipulasi ataupun melakukan tekanan kepada pihak lain untuk menyerahkan sejumlah harta yang bukan haknya.  Apakah itu harta milik negara, milik umum atau milik orang lain.

Islam memberikan sejumlah hukuman yang berat kepada pelaku korupsi suap dan penerima komisi haram. Pada masa Rasulullah saw, pelaku kecurangan seperti korupsi, selain harta curangnya disita, pelakunya ditashir (diumumkan kepada khalayak). Pada masa Khulafa Rasyidin, ada kebijakan pasal pembuktian terbalik yang dibuat oleh Khalifah Umar bin Khattab ra untuk mencatat harta kekayaan para pejabatnya saat sebelum dan setelah menjadi pejabat. Jika terdapat kelebihan harta yang tidak wajar, si pejabat harus membuktikan dari mana harta itu didapat. Jika tidak bisa membuktikan, inilah yang disebut korupsi.

 Jika Khalifah Umar merasa ragu dengan kelebihan harta pejabatnya, ia akan membagi dua hartanya dan memasukkan harta itu ke Baitul Mal. Pemberantasan korupsi dalam Islam menjadi lebih mudah dan tegas karena dibangun atas ketakwaan individu, kontrol masyarakat dan pelaksanaan hukum Islam oleh negara.

Negara menegakkan sistem sanksi Islam yang berefek jera bagi pelaku, termasuk kasus korupsi. Dalam demokrasi, lembaga pemerintahan sangat rentan korupsi karena perilaku korup yang sudah membudaya. Hukum pun bisa diperjualbelikan sesuai besaran suap yang diterima. 

Sedangkan Islam, ada lembaga yang bertugas memeriksa dan mengawasi dengan ketat kekayaan para pejabat, yaitu Badan Pemeriksa Keuangan. Tidak akan ada jual beli hukum. Seluruh lembaga dan perangkat hukumnya hanya menggunakan hukum Islam sebagai perundang-undangan negara. Ketika hukum yang dipakai adalah aturan Allah, celah untuk mempermainkan hukum pun minim terjadi.

Sistem sanksi Islam ini memiliki dua fungsi, yaitu sebagai penebus dosa dan efek jera. Untuk kasus korupsi, sanksi yang berlaku adalah takzir, yakni sanksi yang khalifah berwenang untuk menetapkannya. Takzir bisa berupa hukuman penjara, pengasingan, diarak dengan disaksikan seluruh rakyat, hingga hukuman mati, tergantung level perbuatan korupsi serta kerugian yang ia timbulkan.

Solusi komprehensif hanya ada pada sistem islam. Tak hanya kuratif dalam memberantas korupsi, namun juga islam punya solusi preventif/pencegah agar tindak korupsi tak terjadi. Semua itu tampak dari tataran individu bertakwa yang menjadi indikator keberhasilan sistem pendidikan islam, masyarakat yang terbiasa amar ma'ruf nahi munkar, sistem politik islam yang mensyaratkan pejabat yang terpilih  adalah yang tak hanya profesional dalam kepemimpinan, tapi juga paling berkomitmen terhadap tegaknya aturan Allah. 

Mekanisme pemilihannya pun tidak berbiaya mahal seperti demokrasi yang memakan biaya sangat besar, namun banyak pejabat korup yang lahir darinya. Selain itu juga penerapan sistem ekonomi islam yang mengatur hak kepemilikan dengan tegas, meliputi kepemilikan individu, kepemilikan negara, dan kepemilikan umum. Haram bagi swasta/individu untuk memonopoli, mengelola hutan, barang tambang, air dan sumber daya alam yang  menjadi hajat hidup orang banyak.

Sebaliknya, jika ditelaah teliti, sistem demokrasi hanya menawarkan ilusi untuk pemberantasan korupsi. Saatnya kembali pada sistem islam sebagai solusi hakiki.Wallahu a'lam bish showab.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Ilmu Sosbud Selengkapnya
Lihat Ilmu Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun