Sistem Islam Wujudkan Kesejahteraan
 Sangat berbeda dengan sebuah negara jika diatur dengan sistem Islam. Islam mewajibkan negara hadir sebagai penjamin kesejahteraan rakyat secara individu per individu bukan kolektif seperti sistem kapitalisme sekarang. Konsep mengatur rakyat seperti ini merupakan penerapan hadis-hadis berikut. Rasulullah saw bersabda : "Imam atau khalifah adalah Ra'in atau pengurus rakyat dan ia bertanggung jawab atas pengurusan rakyatnya." (HR. Al-Bukhari)
 Rasulullah Saw  bersabda : "Barang siapa pada pagi dalam kondisi aman jiwanya, sehat badannya dan punya bahan makanan cukup pada hari itu, seolah-olah dunia telah dikumpulkan untuknya."(HR. Tirmidzi dan Ibnu Majah).
 Masalah kesejahteraan sangat erat kaitannya dengan masalah ekonomi yakni terpenuhinya kebutuhan hidup secara layak agar kesejahteraan dapat dirasakan oleh rakyat individu per individu. Islam mewajibkan negara untuk menjamin kebutuhan pokok dan kebutuhan dasar publik. Jaminan kedua kebutuhan ini berbeda untuk kebutuhan pokok. Negara menjamin secara tidak langsung yaitu dengan menyediakan lapangan pekerjaan, di mana setiap laki-laki memiliki kesempatan kerja yang sama. Gaji dari hasil bekerja itu digunakan untuk memenuhi kebutuhan keluarga. Di sisi lain, negara juga diwajibkan menjamin harga bahan pokok yang tersedia di pasar terjangkau oleh masyarakat.
 Dengan demikian, masalah terkait bahan pokok berupa sandang, pangan dan papan dapat tercukupi dengan layak Adapun kebutuhan dasar publik akan dijamin secara mutlak oleh negara . Maksudnya, negara yang memfasilitasi dan membiayai kebutuhan dasar publik tersebut. Kebutuhan seperti pendidikan, kesehatan, keamanan dan kebutuhan publik lainnya dapat diakses dengan mudah oleh masyarakat. Bahkan mereka bisa menikmatinya dengan gratis. Anggaran pos kepemilikan umum dan pos kepemilikan negara di Baitul mall yang akan dialokasikan untuk menjamin kebutuhan tersebut.
 Islam juga menetapkan kekuasaan adalah amanah yang akan dipertanggungjawabkan di hadapan Allah Swt. Dari Abudzar r.a, dia berkata : wahai Rasulullah, engkau menjadikanku seorang pemimpin, lalu Rasul memukulkan tangannya di bahuku dan bersabda, wahai Abu Dzar, sesungguhnya engkau lemah dan sesungguhnya hal ini adalah amanah. Ia merupakan kehinaan dan penyesalan pada hari kiamat, kecuali orang yang mengambilnya dengan haknya dan menunaikannya dengan sebaik-baiknya. (HR Muslim)
 Dalam Islam, amanah kekuasaan digunakan untuk menerapkan hukum syariat bukan hukum hasil kesepakatan manusia seperti di dalam sistem demokrasi. Karena itu, di dalam Islam, penguasa akan mengurus rakyat sesuai dengan hukum syara dan menjadi pribadi yang amanah serta jujur. Pemimpin yang mengerti dan paham tolak ukur yang demikian tidak akan lahir kecuali mereka memiliki kepribadian Islam. Dikatakan berkepribadian Islam, ketika pola pikir (aqliah) dan pola sikap (nafsiah) seseorang sesuai dengan islam.
Secara kolektif, kepribadian Islam disuasanakan oleh masyarakat islam dan dibentuk oleh sistem pendidikan yang diselenggarakan oleh negara. Negara juga akan mengedukasi rakyat dengan nilai-nilai Islam termasuk dalam memilih pemimpin sehingga umat memiliki kesadaran akan kriteria yang harus dimiliki oleh seorang pemimpin. Seorang muslim yang menjadi pemimpin pun jelas berkualitas karena iman dan takwanya kepada Allah, serta memiliki kompetensi. Dengan demikian, dia tidak perlu pencitraan agar disukai rakyat. Tidak akan pula terjadi politisasi bansos berulang setiap menjelang pemilu, jika rakyat sudah paham kriteria pemimpin yang amanah. Demikianlah islam mengatur masalah mengurus rakyat dengan  baik.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H