Mohon tunggu...
Herini Ridianah
Herini Ridianah Mohon Tunggu... Guru - write with flavour

pemerhati sosial dan pendidikan, guru les MIPA

Selanjutnya

Tutup

Humaniora

Indeks Pembangunan Gender Meningkat, Masalah Perempuan dan Generasi Kok Melesat?

18 Januari 2024   13:55 Diperbarui: 18 Januari 2024   13:59 159
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Hanya Sistem Islam yang Memuliakan Perempuan

Perempuan haruslah menyadari bahwa jalan kemuliaan mereka bukanlah didapat dengan terwujudnya kesetaraan gender. Sistem sekulerisme demokrasi menjadikan lembaga-lembaga pemerintahan saat ini mengabaikan hukum Allah. Mereka bersepakat membuat aturan sendiri dan menjalankannya. Padahal Allah tegas mengatakan : "Hukum itu hanyalah milik Allah." ( TQS.Al-An'am ayat 57).

 Dengan kata lain, sistem saat ini telah memaksa kita berbuat syirik kepada Allah. Padahal syirik adalah dosa besar. Jika umat, khususnya perempuan menginginkan kemuliaan, maka kemuliaan harus dikembalikan kepada standar mulia yang telah Allah tetapkan. Karena Dia-lah pencipta alam semesta, langit bumi, beserta isinya. Dialah Maha Pengatur semua makhluknya.

Allah Swt telah memuliakan wanita dengan memberikan peran sebagai ibu dan pengatur rumah tangga (al umm wa rabbatul bait), yang bertanggung jawab mengatur rumah tangganya di bawah kepemimpinan suami sebagai pemimpin rumah tangga. Suami wajib memimpin, melindungi dan memberi nafkah kepada anggota keluarganya berdasarkan QS. Annisa ayat 34.

 Rasulullah Saw juga bersabda : "wanita atau istri adalah penanggung jawab dalam rumah tangga suaminya dan anak-anaknya." (HR. Al-Bukhari dan Muslim).

 Allah juga memberkahi perempuan dengan peran sebagai madrasatul Ula, pendidik pertama dan utama anak-anaknya. Kedua peran ini adalah peran strategis yang akan menjadi pondasi pembangun sebuah peradaban. Kedua peran tersebut tidak mudah dijalankan sehingga agar perempuan bisa menjalankan amanah tersebut dengan optimal, Allah menetapkan sejumlah syariat yang hanya berlaku pada perempuan. Salah satu di antaranya adalah masalah penafkahan. Perempuan tidak wajib mencari nafkah baik untuknya sendiri dan keluarga.  

Nafkah Perempuan ditanggung walinya, seperti ayahnya, suaminya, saudara laki-lakinya, kakeknya, pamannya, dst. Perempuan juga dilarang terlibat dalam kepemimpinan yang mengharuskannya mengambil kebijakan, seperti menjadi pemimpin negara. Islam mensyariatkan kepemimpinan berada di tangan laki-laki. Sebagaimana terdapat dalam QS.An-Nisa : 34. Dengan pendekatan kaidah min baabi al awla (keharusan yang lebih utama). Kaidah tersebut mengisyaratkan pemimpin rumah tangga saja harus laki-laki, apalagi pemimpin negara yang jauh lebih besar kekuasaannya.

Rasulullah saw juga bersabda : " Tidak akan pernah beruntung suatu kaum yang menyerahkan urusan kekuasaannya kepada perempuan." (HR.Al-Bukhari)

Seandainya  ada yang merujuk kebolehan perempuan sebagai pemimpin atau kepala negara, keterlibatan ummul mukminin 'Aisyah dalam perang Jamal, pendapat ini langsung terbantahkan dengan penyesalan beliau ketika diingatkan oleh sahabat. Beliau mengatakan : Laytanii mittu qobla yaumil jamal bi'isyriina sanaatan (Andaikan / laytanii, nada penyesalan) aku mati dua puluh tahun sebelum Perang Jamal. (HR.Al-Bukhari)

Hanya saja, meski diharamkan dalam jabatan kekuasaan, bukan berarti perempuan tidak memiliki kesempatan di ranah publik. Islam mengatur ada aktivitas publik yang boleh diikuti bahkan wajib dilakukan Perempuan.  Adapun aktivitas wajib di ranah publik bagi seorang perempuan adalah menuntut ilmu, melakukan amar makruf nahi mungkar di tengah masyarakat dan muhasabah atau menashati penguasa. Kewajiban tersebut berlaku atas laki-laki dan perempuan.

 Sedangkan aktivitas yang boleh dilakukan adalah menjadi anggota Majelis umat menjadi Qadhi, baik itu Qadhi hisbah atau Qadhi biasa. Namun tidak boleh menjadi qadhi madzhalim  karena qadhi ini berkaitan dengan mengambil keputusan di pengadilan.  Kemudian perempuan juga boleh bekerja dengan syarat pekerjaan itu tidak menghinakan fitrahnya sebagai perempuan, mengeksploitasi kecantikannya, menghalanginya melakukan kewajibannya dan bukan untuk ekonomi. Namun pekerjaan yang dilakukan semata-mata untuk memberikan kontribusi keilmuannya untuk umat dan kemuliaan Islam.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun