Pemerintah mengurangi 690.000 keluarga penerima bantuan sosial atau Bansos. Beras 10 kg per bulan dari 21,35 juta ke 20,66 juta. Pemangkasan dilakukan oleh Badan Pangan Nasional (Bapanas), selaku lembaga yang diperintahkan Presiden Joko Widodo dalam memimpin pembagian Bansos ini. Nantinya angka penerima baru ini berlaku untuk sisa masa penyaluran hingga akhir 2023. Direktur distribusi dan cadangan pangan bapanas, Rahmi Widiryani mengatakan koreksi data penerima berdasarkan validasi dari Kementerian Sosial. Ia menyebut ada beberapa penerima manfaat sebelumnya yang kini sudah meninggal dunia, pindah lokasi maupun dianggap sudah mampu. Sampai 25 Oktober 2023, tercatat penyaluran beras melalui Perum Bulog mencapai 404.392 ton alias 67%. (www.cnnindonesia.com/30/20/2023 )
Kepala Bapanas, Arif prasettia Adi mengatakan bantuan pangan ini penting bagi masyarakat berpendapatan rendah sehingga pengeluaran untuk pangan bisa ditekan. Dari pemberitaan tersebut disebutkan bahwa alasan penerima Bansos adalah meninggal dunia, pindah lokasi atau rakyat yang dianggap sudah mampu alasan. Ini tentu layak dipertanyakan. Kalaupun pindah, tentunya masih dalam wilayah Indonesia dan kondisinya masih sama. Sementara jika rakyat telah mampu diduga kemungkinannya sangat kecil di tengah masa ekonomi yang melambat pasca covid-19.Â
Ditambah lagi harga bahan pangan yang meroket menambah beban kehidupan. Tingginya angka kriminalitas dan pengangguran sebenarnya menjadi penanda kuat masih banyaknya masyarakat yang hidup dalam kemiskinan dan membutuhkan bantuan sosial. Maka sungguh tidak bijak jika di saat kemiskinan meninggi, justru Bansos malah dikurangi. Meski tak seberapa, namun bagi masyarakat tak mampu sungguh berarti untuk menyambung hidup.
Bagai tikus mati di lumbung padi. Ironi memang, di tengah kekayaan sumber daya alam yang melimpah, rakyat justru jauh dari kata kesejahteraan. Pengelolaan SDA yang diserahkan pada asing membuat negeri ini tak berdaya untuk memenuhi kebutuhan rakyatnya. Rakyat gigi jari hingga ada yang kelaparan. Sumber pendapatan negara justru mengandalkan dari hutang dan pajak. Masyarakat pun diwajibkan untuk membayar pajak setiap tahunnya. Berbagai hal diteliti agar menjadi celah objek pajak. Alhasil, alih-alih terpenuhi kebutuhan rakyat, yang terjadi justru bagaimana caranya agar penerima bansos makin berkurang karena dianggap menjadi beban negara.
 Namun kondisi bertolak belakang terjadi saat ini. Ironisnya,  pengeluaran negara bak air keran yang mengalir deras untuk berbagai proyek besar seperti pembiayaan proyek kereta cepat, pembangunan IKN, biaya sebagai tuan rumah olahraga internasional, dan lainnya, yang tentu menghabiskan dana yang tidak sedikit.
Persoalan dibalik Bansos
 Penyaluran Bansos di negeri ini sebenarnya sudah menuai banyak persoalan. Mulai dari tidak semua keluarga miskin mendapat bantuan, penerima bantuan tidak tepat sasaran, kondisi bantuan tidak layak, adanya penyunatan dana bantuan, politisasi Bansos, korupsi Bansos dan lain-lain. Kondisi ini menjadikan dugaan manipulasi data tidak bisa disingkirkan. Berbagai persoalan bantuan sosial di negeri ini sejatinya menggambarkan abainya negara dalam menjamin terpenuhinya kebutuhan pokok warga negaranya.
Lepas tanggung jawabnya negara dalam mengurusi urusan rakyatnya adalah perkara mutlak dalam sistem demokrasi kapitalisme. Sebab penguasa dalam sistem ini terpilih melalui proses demokrasi yang mahal dan secara pasti mengandalkan para pemilik modal. Tak heran meski dipilih oleh rakyat, kebijakan-kebijakan yang dikeluarkan saat berkuasa syarat dengan keberpihakan korporasi atau pemilik modal. Apalagi prinsip kepemimpinan dalam sistem demokrasi adalah meraih keuntungan sebesar-besarnya dengan meraih kekuasaan setinggi-tingginya. Kepemimpinan seperti ini tentu hanya akan menyengsarakan rakyatnya.
Bantuan sosial yang selama ini dianggarkan pemerintah pun diduga kuat hanya untuk membuat rakyat tetap bisa bertahan hidup. Sistem politik demokrasi dan sistem ekonomi kapitalisme sejatinya merupakan sistem batil yang berasaskan sekulerisme atau pemisahan agama dari kehidupan. Sehingga tak heran, aturan Allah dalam mengatur kehidupan dengan sempurna pun diabaikan. Sistem ini pun telah meletakkan makna kebahagiaan sebagai kenikmatan dan kesenangan materi sebesar-besarnya. Oleh karena itu, siapapun yang menjadi pemimpin dalam sistem demokrasi kapitalisme maka kebijakannya dipastikan cenderung abai terhadap pemenuhan kebutuhan pokok rakyatnya. Kemiskinan dan kelaparan pun akan tetap eksis dalam sistem ini. Demikian pula kesejahteraan hanya akan menjadi mimpi bagi masyarakat.
Sistem Islam Mensejahterakan
 Kondisi berbeda tentu akan kita temukan dalam sistem Islam yang diterapkan negara. Islam telah menetapkan bahwa negara bertanggung jawab penuh dalam menjamin terpenuhinya kebutuhan pokok rakyat, berupa pangan, sandang. Dan demikian pula pelayanan berupa kesehatan, pendidikan dan keamanan. Hal ini sebagaimana sabda Rasulullah Saw: Imam atau khahin atau pengurus dan dialah yang bertanggung jawab terhadap urusan rakyatnya hadiwayat Imam bukhi Oleh karena itu, Islam mewajibkan negara peduli terhadap nasib rakyatnya hingga menjamin kesejahteraan rakyatnya individu per individu dengan berbagai mekanisme. Bahkan jaminan yang diberikan negara harus dengan kualitas terbaik dan kuantitas memadai. Mekanisme ini telah ditetapkan oleh syariat Islam.
 Salah satu sebab yang bisa menjamin warga negara untuk tetap bisa menyambung hidup adalah dengan bekerja. Oleh karena itu, negara wajib membuka lapangan pekerjaan yang luas bagi para pencari nafkah. Penerapan sistem ekonomi Islam akan menjadikan negara mampu menyesejahterakan. Memastikan sumber daya alam yang tidak bisa dimanfaatkan secara langsung oleh rakyat dikelola oleh negara. Alhasil, negara akan memiliki industri dengan jumlah yang melimpah dan membutuhkan tenaga ahli dan terampil dalam jumlah yang besar.Â
Namun apabila orang tersebut tidak mampu bekerja atau tidak kuasa bekerja karena sakit atau terlampau tua, maka hidupnya wajib ditanggung oleh orang yang diwajibkan oleh syara untuk menanggung nafkahnya. Apabila orang yang wajib menanggung nafkahnya tidak ada, ataupun ada namun tidak mampu untuk menanggung nafkahnya, maka nafkah orang tersebut wajib ditanggung oleh Baitul atau negara. Bantuan tersebut adalah bantuan yang layak dan mencukupi serta diberikan negara hingga akhir hayatnya atau hingga ia mampu menanggung sendiri nafkahnya. Di samping itu, dia juga mempunyai hak  di baitul mall, yakni zakat.
Allah Swt berfirman : "Dan orang-orang yang dalam hartanya tersedia bagian tertentu bagi orang miskin yang meminta dan orang yang tidak mempunyai apa-apa yang tidak mau meminta." (QS almaarij ayat 24-25).
Demikianlah mekanisme sistem islam dalam memenuhi kebutuhan seluruh warga negaranya tanpa kecuali.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H