Melihat kondisi remaja yang makin mengkhawatirkan belakangan ini, pihak Kemenkumham Sulsel pun mengadakan Rapat Sistem Informasi Penelitian Hukum dan HAM (SIPKUMHAM). Â Tema yang diangkat, "Maraknya Tawuran Antar Remaja dan Pelajaran di Kota Palembang" diselenggarakan di ruang rapat Komering Kanwil Kemenkumham Sumsel, Senin (07/08/2023). (https://palpos.disway.id/)
Potret Generasi Rapuh: Produk Sistem Sekuler
Tak habis pikir, alasan apa yang membuat para remaja begitu mudah diajak tawuran yang jelas mencelakai diri dan orang lain. Kepala unit reserse kriminal Polsek Metro Penjaringan Kompol hari gas Gary mengungkapkan bahwa motif tawuran yang dilakukan kelompok pelajar tersebut hanyalah sekedar ingin mencari pengakuan atau eksistensi di media sosial. Fenomena tawuran di kalangan pelajar sejatinya menunjukkan rapuhnya kepribadian generasi saat ini. Lemah iman, lemah ilmu, lemah berpikir hingga mudah terbawa arus negatif.
Tidak bisa dipungkiri bahwa usia remaja adalah masa yang sangat urgen dalam pencarian jati diri manusia. Pada umumnya dan remaja pada khususnya telah diberikan oleh Allah naluri eksistensi diri atau mempertahankan diri. Naluri inilah yang mendorong seseorang melakukan berbagai hal untuk mempertahankan diri termasuk mengejar eksistensi diri. Dan masa remaja adalah masa di mana naluri eksistensi diri tersebut berada pada level yang tinggi. Rasa ingin diakui, dianggap paling hebat dan jagoan membuat mereka melakukan berbagai cara untuk membuktikannya.
Namun di tengah gempuran pemikiran liberal dan sekuler yang menyerang kehidupan remaja saat ini, menjadikan naluri eksistensi diri mereka tersalurkan pada hal yang buruk dan merusak. Pasalnya sekularisme adalah ide yang memisahkan agama dari kehidupan. Sedangkan liberalisme adalah paham yang menjunjung tinggi nilai kebebasan, termasuk kebebasan bertingkah laku. Kedua paham inilah yang banyak mempengaruhi pola pikir remaja saat ini. Mereka merasa bebas melakukan apa saja yang mampu menunjukkan eksistensinya di tengah masyarakat meski melanggar syariat Islam. Kebahagiaan mereka pun distandarkan pada kesenangan duniawi semata bukan ridho Allah Swt.
Maraknya tawuran di berbagai tempat tidak bisa diabaikan begitu saja dan bukan permasalahan sepele, apalagi menganggapnya sekedar kasus kenakalan remaja biasa yang tak perlu disikapi berlebihan. Namun lebih dari itu, sadar atau tidak, hal tersebut mencerminkan kualitas output didikan sistem kehidupan negeri ini yang memisahkan agama dengan kehidupan. Profil generasi sekuler liberal menjadi wajah generasi hari ini. Tidak peduli halal dan haram, tidak peduli pahala dan dosa, yang penting bagi mereka adalah kepuasan, kesenangan, dan eksistensi di hadapan manusia.  Lemahnya ketakwaan membuat rasa takut dan cinta pelajar  tidak lagi disandarkan pada suka dan benci nya Allah Swt. Mereka lebih takut tidak diakui oleh lingkungan pertemanan mereka meski toxic daripada marahnya Allah Swt karena perbuatan zalim mereka. Apa yang dipelajari di sekolah seolah tidak ada sangkut pautnya dengan mempersiapkan bekal akhirat. Disadari atau tidak, sistem kehidupan  kita hari ini telah abai  dalam menginternalisasikan ketakwaan pada diri setiap warganya. Sistem pendidikan seolah hanya tempat untuk mempersiapkan peserta didik siap memasuki dunia kerja, tanpa ada jaminan ketakwaan yang terinstal dalam diri pelajarnya.  Pencapaian materi sebagai indikator keberhasilan yang utama.
Mirisnya negara justru hadir untuk menjamin kebebasan berperilaku terwujud di tengah masyarakat. Meski ada upaya untuk memberantas para pelaku tawuran, namun upaya tersebut hanya sebatas sanksi. Tak ada upaya pencegahan yang membentuk profil generasi muslim pada diri remaja bukan profil generasi sekuler liberal. Terbukti sistem pendidikan yang diberlakukan masih berasa sekuler.
Solusi
Tawuran di kalangan pelajar hanya bisa diselesaikan secara komprehensif dengan mengubah paradigma negara dengan paradigma yang shohih yakni Islam. Islam memandang bahwa negara bertanggung jawab dalam membentuk kepribadian Islam generasi. Oleh karena itu negara harus menciptakan support sistem untuk mewujudkan hal tersebut. Islam sangat menyadari bahwa generasi adalah aset sebuah bangsa. Sebab rusaknya generasi akan berefek pada rusaknya sebuah peradaban.
Dalam pandangan islam, negara berkewajiban  memberikan pendidikan terbaik bagi generasinya yaitu sistem pendidikan Islam. Dalam kitab ususut ta'lim al-manhaji disebutkan bahwa tujuan pendidikan Islam adalah pertama, membentuk kepribadian Islam atau shaksiyah Islamiyah bagi peserta didik. Kedua, membekali peserta didik dengan ilmu-ilmu keislaman atau saqofah Islamiyah. Ketiga, membekali peserta didik dengan ilmu-ilmu yang diperlukan dalam kehidupan seperti sains dan teknologi sehingga generasi yang terbentuk adalah generasi yang beriman dan bertakwa serta bisa berkontribusi positif untuk kemaslahatan umat.
Negara diwajibkan menjaga media dari konten-konten yang mengandung unsur kekerasan dan ide-ide yang bertentangan dengan Islam. Jika ada yang terlanjur tersebar, negara harus bertindak cepat untuk menghilangkannya. Konten-konten media yang diperbolehkan hanyalah konten yang mengedukasi dan menguatkan ketakwaan generasi.Â