Demikian juga dicitrakan dengan gambaran yang lain bahwa cantik tidak mesti berkulit cerah, tapi cantik bisa juga berkulit gelap dan cantik itu bisa dengan bermacam-macam penampilan fisik. Tetapi tidak bisa dilepaskan bahwa mereka tetap menggambarkan kecantikan-kecantikan itu dengan ukuran-ukuran fisik, dengan ukuran-ukuran materialistik. Sekalipun bicara soal brain (otak), bicara soal keahlian, tapi tetap bahwa keahlian itu tidak ada nilainya, ketika tidak diiringi dengan kecantikan secara fisik.
 Bukankah tidak bisa mereka mengatakan perempuan ini adalah perempuan cantik ketika otaknya sangat encer alias sangat cerdas dan punya berbagai talenta,  namun perempuan ini memiliki cacat fisik atau memiliki kekurangan-kekurangan secara fisik?. Perlawanan terhadap sindrom Barbie ini dengan menancapkan ide feminisme. Sehingga mereka tidak mau perempuan dieksploitasi secara fisik dengan kecantikannya, tapi mendorong kaum perempuan ini untuk terjun dalam bermacam-macam pekerjaan yang secara tradisional dianggap hanya bisa dikerjakan oleh laki-laki. Inilah yang direkomendasikan oleh paham feminisme. Tidakkah itu juga bentuk eksploitasi yang lain ketika perempuan tidak menjadi objek komodifikasi? Tidak dianggap sebagai komoditas.
Tapi perempuan dalam pandangan feminis juga harus mengejar karirnya agar setara dengan laki-laki. Harus masuk ke dunia kerja bahkan masuk ke sektor-sektor yang tidak lazim dilakukan oleh perempuan, tapi didominasi oleh laki-laki. Semua untuk menunjukkan bahwa perempuan juga punya power, Â skill, kemampuan sama dengan laki-laki, sebagaimana rekomendasi feminis. Maka bukankah ini juga bentuk eksploitasi yang lain? .Ini adalah penegasan bahwa nilai pemikiran dan sistem buatan manusia memang senantiasa mengandung celah, mengandung cacat dan tidak mampu untuk memberikan solusi.
Kedua, Sesungguhnya feminisme sebagai antitesis atau sebagai simbol perlawanan terhadap Barbie syndrome, itu juga bukan jalan keluar bagi problem masyarakat Barat atau problem kaum perempuan di dunia barat. Â Feminisme bukan solusi. Feminisme bukan hanya mendorong kaum perempuan untuk berani bersuara, memiliki cita-cita tinggi dan mendorong perempuan memberikan kesempatan kepada mereka untuk memiliki bermacam-macam keahlian. Feminisme adalah sebuah ide yang lahir dari pemberontakan terhadap tata kehidupan sosial dan politik di dunia barat. Feminisme tidak lain adalah sebuah paham, sebuah konsep yang menjadi semacam balas dendam atas ketidakadilan yang diberikan atau diperlakukan oleh dunia barat terhadap kaum perempuan atau terhadap mereka-mereka yang dianggap memiliki posisi marginal terdiskriminasi.
 Bukankah di dalam ide ini juga terkandung konsep mereka memiliki sebuah cita-cita menciptakan dunia ini sebagai planet fifty-fifty? planet yang perannya diisi oleh laki-laki 50% dan perempuan 50%. Mereka sendiri juga mengatakan ini sebuah perjuangan yang sangat berat.  Feminisme yang mencita-citakan planet ini menjadi planet fifty-fifty ini juga ide yang bertentangan dengan fitrah. Ini adalah konsepsi yang tidak realistis untuk memberikan solusi atas persoalan-persoalan manusia, apalagi persoalan perempuan.  Karena konsepsi ini tidak lahir dari pemahaman yang utuh dan objektif terhadap persoalan manusia, tapi hanya ingin melepaskan kaum perempuan dari kondisi tertindas, dari kondisi tidak mendapatkan kesempatan dan memberikan kebebasan kepada perempuan untuk menuntut memiliki semua yang bisa dimiliki oleh laki-laki bahkan termasuk melakukan hal yang tidak bisa dilakukan oleh perempuan secara fitrah.  Ini tidak akan menjadi solusi. Bahkan ini akan memunculkan problem-problem baru.  Karena dengan feminisme inilah kemudian ada perempuan-perempuan yang tidak menginginkan memiliki keturunan, tidak menginginkan untuk mendapatkan sebuah kehidupan, pernikahan, karena tidak membutuhkan kaum laki-laki. Maka ini akan menimbulkan persoalan-persoalan baru. Dan apa yang ditampilkan di dalam film Barbie 2023 ini dikhawatirkan membawa ke arah itu. Membawa pemikiran yang menghantarkan publik kepada menegaskan apa yang hari ini sudah banyak terjadi dimana kaum perempuan dengan kebebasan yang dimilikinya dan diperjuangkan dengan ide-ide feminisme itu telah melampaui kodratnya dan bahkan menyalahi apa yang dibutuhkan oleh public.
Karena itu tidak heran di banyak negara, termasuk di Pakistan, film ini tidak boleh beredar karena ada nilai-nilai yang dipersoalkan. Ide feminisme ini tidak akan menjadi solusi bagi problem ketika keadilan diskriminasi ataupun pengekangan yang dulu dialami oleh kaum perempuan di dunia barat masih terjadi. Dan hari ini kita sudah menyaksikan bahwa nilai kebebasan terbukti melahirkan banyak sekali penyimpangan-penyimpangan perilaku yang menghasilkan problem-problem baru. Hal ini tidak hanya mengenal kepada mereka yang beragama Islam, juga yang bertentangan dengan syariat Islam. Tapi kerusakan-kerusakan itu niscaya juga mengenal kepada masyarakat di dunia barat. Betapa  banyak kaum perempuan di dunia barat yang memimpikan menjalani kehidupan berdasarkan feminisme ataupun keadilan gender. Mereka justru tidak mendapatkan kebahagiaan. Mereka justru kosong dari rasa tenang ataupun kebahagiaan di dalam keluarga.
 Ketiga,  Sesungguhnya kalau kita berharap kehidupan yang lebih baik, kehidupan yang harmonis yang memberikan hak-hak kepada kaum perempuan untuk memaksimalkan potensi yang dimilikinya dan memberikan manfaat bagi keluarganya, masyarakatnya, bahkan negara dan dunia, sesungguhnya bukan nilai pemikiran, konsepsi, maupun sistem buatan manusia yang dibutuhkan. Tapi sistem dari Allah, pemikiran-pemikiran dan konsepsi-konsepsi dari Islam lah yang dibutuhkan oleh manusia hari ini.
Pandangan Islam
Sindrom Barbie hanya satu diantara banyak sekali problem yang lahir dari pemikiran salah dan konsepsi rusak buatan manusia. Tapi Islam memberikan penjelasan bagaimana kemudian tanpa mengambil feminisme, kaum perempuan akan memperoleh perwakilan dan kebaikan-kebaikan bagi dirinya. Islam tidak mengekang kaum perempuan, Islam juga tidak memberikan kebebasan kepada mereka sehingga mereka melakukan apa saja yang bisa merusak dirinya sendiri. Islam yang bersumber dari Allah mendudukkan manusia secara adil karena Allah adalah zat yang maha tahu apa yang baik dan apa yang tidak baik bagi manusia, termasuk bagi perempuan.
Islam menghadirkan bahwa sosok Barbie itu bukanlah idola. Baik gambaran Barbie yang sebelumnya sebagaimana diciptakan oleh creatornya ataupun Barbie yang ditampilkan oleh film di 2023 ini. Tapi Islam memberikan solusi agar menjadikan diri kaum perempuan itu berdaya, mampu berkontribusi dengan taat kepada seluruh syariatnya. Allah memberikan tanggung jawab kepada perempuan untuk menjadi Ibu, menjadi sosok yang melahirkan generasi penerus peradaban Islam. Maka kaum perempuan hari ini harus menampilkan jati dirinya sebagai sosok manusia-manusia yang punya kekuatan berdasarkan ketakwaan, yang memilih perannya berdasarkan kedudukannya kepada Allah. Ketaatan dan ketundukan itu tidak menunjukkan kelemahan perempuan. Justru menunjukkan kemampuan perempuan untuk mengambil yang baik dan membuang yang buruk. Semua yang berasal dari Allah adalah yang baik maka perempuan itu bisa mengendalikan hawa nafsunya, bisa menundukkan keliaran berpikirnya untuk taat kepada Allah. Dan dengan taat kepada aturan-aturan Allah maka akan tercipta sebuah kehidupan yang harmonis antara laki-laki dan perempuan, tidak ada eksploitasi terhadap perempuan, tidak ada pengekangan terhadap perempuan. Namun juga tidak ada kebebasan bagi kaum kapitalis untuk mengeksploitasi baik laki-laki maupun perempuan demi keuntungan bisnisnya. Islam mewajibkan negara untuk menempatkan kaum perempuan sebagai kehormatan yang harus dijaga. Maka kita semua merindukan hadirnya kembali peradaban Islam sehingga tidak ada kebingungan di tengah-tengah manusia untuk mencari idola, sampai-sampai mereka harus memilih apakah akan mengidolakan Barbie versi konvensional ataukah Barbie versi 2023.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H