Batasan Petunjuk : Dalil Syar'i
 Lalu bagaimana batasan tentang dhalal (sesat) dan batasan tentang petunjuk?. Petunjuk atau hidayah adalah segala sesuatu yang berasal dari Allah dan rasulnya. Berarti selama itu ada petunjuk dari Allah dan rasulnya tentang sebuah perkara maka itu disebut dengan yang namanya Hidayah, meskipun itu seolah-olah sangat aneh dan belum pernah kita dengar atau jarang kita dengar. Misal contohnya pernah ada orang yang meruqyah dirinya sendiri menggunakan surat al-fatihah ketika dia digigit kalajengking.  Kita pikir, loh digigit Kalajengking itu kan bukannya berbisa ya. Nah kalau berbisa, bukannya harus pergi ke dokter?. Lha ini bukannya pergi ke dokter, malah dibacain surat al-fatihah. Ini tidak masuk akal. Meskipun tidak masuk akal menurut manusia zaman sekarang, meskipun enggak pernah didengar oleh orang, tapi ini dinamakan dengan pendapat syar'i. Kenapa dinamakan dengan pendapat syar'i? karena dia berdasarkan petunjuk. Petunjuk itu berasal dari Alquran atau hadis.
 Dalil syar'i juga bisa berupa ijma sahabat (kesepakatan para sahabat Rasul saw). Hadits mendukung para sahabat-sahabat yang berijma yang bersepakat dengan sesuatu dan kemudian Alquran juga memuji para sahabat ketika mereka bersepakat dengan sesuatu. Maka perbuatan para sahabat yang bersepakat itu bisa dijadikan sebagai tanda bahwa itu adalah petunjuk dari Allah Swt.
 Jika ada orang bilang, ini adalah agama Allah, ini adalah cara Rasulullah, dia harus ngasih tahu dia dapat dari mana. Tapi kalau kita misalnya, nanya kamu berbuat ini dalilnya apa?, dia nggak bisa menunjukkan dalilnya, maka itu bukan dalil tapi dalih. Dalih itulah yang menyebabkan orang bisa dihukumi sesat.
 Contoh misalnya kalau dikatakan, Kenapa ini salatnya berjauhan, nggak rapat seperti shalat Rasulullah saw? Dalam satu hadits disebutkan, sebelum memimpin shalat, nabi saw melihat ke belakang  kemudian berkata pada para sahabat luruskan sehingga lurus hati kalian,  jangan berbeda, ada rongga, tidak rapi sehingga bertentangan pula hati-hati kalian. Rasulullah mengawasi shaf para sahabat. Alquran juga berkata bagaimana Islam itu diserupakan dengan sebuah tembok yang tersusun daripada bata-bata yang rapi yang merekat satu sama lain,  saling melindungi, saling melengkapi seperti bangunan bata-bata yang tersusun kokoh. Nah itu dikatakan di dalam Alquran.
Lalu kemudian dikatakan kenapa kamu enggak kayak gitu salatnya? Kenapa kamu salatnya sekarang berjauh-jauhan? Â jawabannya ya kan kalau seandainya kita makan petai, bawang, jengkol bukannya itu mengganggu tetangga-tetangga kita, sebelah kita yang lagi salat.
 Itu dalih bukan dalil. Dengan kata lain, jawaban tersebut mengada-ada di luar apa yang disampaikan Rasul saw. Tingkatan dalam salah satu hadis, segala sesuatu yang mengada-ada itu adalah kesesatan Bid'ah. Sesat itu gampang. Kalau dia ditanya dalilnya apa, jawabannya kemana-mana. Misal menjawab: ini bukan Mazhab Syafi'I, ini juga bukan mazhab Maliki, ini juga bukan mazhab Hanafi, ini juga bukan mazhab Hambali, tapi ini mazhab Hokage, kakeknya Tsunade misalnya. Hal ini tidak bisa dijadikan sebagai dalil alias ini adalah jawaban yang sesat. Jadi sesat adalah sesuatu yang tidak punya dalil.
 Tapi apabila dia punya dalil meskipun berbeda dia tidak disampaikan atau dikatakan sesat. contoh ada yang shalatnya berbeda jarinya saat tahiyat. Ketika ditanya apa dalilnya, keduanya memiliki jawabannya hadis rasulullah saw. Berarti pendapat ini adalah pendapat yang sama-sama dalil bukan dalih yaitu bukan kesesatan. Contoh lainnya, ada yang salat tarawihnya 23 rakaat, ada juga 11 rakaat. Keduanya sama ada dalilnya. Maka ini perbedaan yang diperbolehkan bukan kesesatan.
 Tapi ketika ditanya kenapa harus berbeda dari yang lain?, Iya karena tafsirannya berbeda, karena tafsir al-quran itu perlu diperbarui.  Tapi kenapa harus nyari perbedaan?  karena kita tidak boleh cari persamaan. Nah itu dalih namanya itu. Jadi, orang yang tidak sesat punya dalil, sedangkan orang sesat punya dalih.
Maka, pastikan setiap perbuatan kita memiliki dalil yang benar karena segala sesuatunya akan dimintai pertanggungjawaban di hadapan Allah Swt kelak. Semuanya akan bermuara pada pahala/dosa. Jangan sampai kita terjebak pada dalih demi kepentingan hawa nafsu semata.
Artikel ini disarikan dari ceramah ustadz Felix Siauw.