"Orang boleh pandai setinggi langit, tapi selama ia tak menulis, ia akan hilang di dalam masyarakat dan dari sejarah"-Pramoedya Ananta Toer.
      Perkataan seorang penulis ternama di atas adalah ungkapan betapa pentingnya aktivitas menulis bagi hidup seseorang. Namun faktanya, sebagian besar orang masih menganggap menulis itu pekerjaan yang sulit dilakukan karena butuh banyak inspirasi. Umumnya bingung harus menulis apa dan menjabarkan tulisan yang ingin dibuatnya.
      Sedangkan bagi yang sudah merasakan manisnya dunia menulis, aktivitas menggores pena menjadi hal yang sangat menyenangkan. Wajar jika Asma Nadia mengungkapkan bahwa menulis adalah tiket untuk mendunia.
      Namun sesungguhnya banyak alasan mengapa kita sebagai seorang muslim terutama harus terdorong untuk menggali potensi menulis dalam diri kita. Alasan yang paling kuat adalah menulislah untuk ibadah dan maisah.
      Sebagaimana tercantum dalam QS.Adz-Dzariyat ayat 56, bahwa manusia tidak diciptakan kecuali hanya untuk beribadah. Maka menjadi keharusan bagi seorang muslim untuk menjadikan seluruh aktivitasnya selalu berada dalam kerangka ibadah kepada Allah SWT. Ibadah meliputi ibadah vertikal (hablumminallah) dan  horizontal (hablumminannas). Salah satu ibadah yang diwajibkan adalah dakwah, yaitu aktivitas menyeru manusia pada kebaikan dan mencegah kemunkaran. Dakwah bisa secara lisan, tulisan, dan tentu saja perbuatan. Seorang muslim yang baik, hendaknya mengoptimalkan seluruh potensi dalam dirinya untuk menyempurnakan kewajiban dakwah. Maka, menulislah untuk ibadah harus menjadi pilihan hidupnya.
      Dalam buku muslimah negarawan karya Fika Komara disebutkan bahwa para muslimah di zaman saat ini, haruslah mengambil peran sebagai intelektual peradaban, penggerak opini dan ibu generasi penakluk. Banjir informasi di era kapitalisme digital ini sangat memerlukan kekuatan sudut pandang dan literasi informasi. Bagi umat islam, sudut pandang itu jelas adalah kekuatan akidah islam, yaitu Laa ilaaha illa Allah Muhammadur Rasullullah yang dituangkan dalam tsaqafah islam. Di zaman sekulerisme saat ini, berbagai paham yang bertentangan dengan akidah islam tumbuh subur meracuni pemikiran kaum muslimin. Mulai dari paham kebebasan (liberalisme) yang melahirkan sikap permisif (seba boleh), pluralisme, feminisme hingga ancaman ideologi komunisme.
      Maka sudah menjadi kewajiban setiap muslim untuk tidak hanya mencukupkan diri berdakwah secara lisan, namun justru harus mengasah dirinya berdakwah lewat tulisan menentang berbagai fakta yang rusak. Kekuatan literasi informasi seorang muslim harus diarahkan untuk menggerakkan opini masyarakat pada sudut pandang akidah islam.
Dakwah yang menyentuh denyut persoalan dan peristiwa yang menimpa umat harus terpancar dalam lisan dan tulisan para pengemban dakwah. Pada saat itulah, dakwah secara lisan dan tulisan berpengaruh terhadap kebangkitan  masyarakat. Bahkan keterampilan menulis  menjadi indikasi kemajuan suatu bangsa yang terpelajar. Tak heran jika seorang guru bangsa, H.O.S Tjokroaminoto mengatakan : "Jika kalian ingin menjadi pemimpin besar, menulislah seperti wartawan dan berbicaralah seperti orator."
Motivasi menulis untuk ibadah disadari betul oleh para ulama terdahulu. Meskipun para ulama terdahulu telah meninggal dengan perjuangan mereka, namun mereka lebih abadi dan dikenal ketika mewariskan karya tulis untuk generasi berikutnya. Kita mengenal Imam Syafii, Imam Maliki, Imam Hambali dan imam-imam lainnya dari kitab-kitab yang telah mereka tulis. Para ulama yang menulis dengan ketajaman pena islam akan dikenang sepanjang zaman, meskipun ia telah tiada. Pahala pun akan terus mengalir menjadi amal jariyahnya kelak.
Cukuplah mulia di hadapan Allah SWT, seorang muslim yang menggunakan penanya untuk berdakwah, karena Allah SWT telah bersumpah demi pena. Sebagaimana yang tercantum dalam QS.Al-Qalam ayat 1-2, yang artinya: "Nun, Demi qalam (pena) dan apa yang mereka tulis. Berkat nikmat Tuhanmu kamu (Muhammad) sekali-kali bukanlah orang gila."
Menulis adalah sarana untuk mencatat/merekam sebuah peristiwa bersejarah, meyakinkan sebuah fakta, memberitahukan sebuah informasi dan mempengaruhi demi sebuah cita-cita. Maka, menulis untuk ibadah dikenang di dunia dan bermanfaat menjadi tabungan di akhirat.