Salah satu pemakaman yang termahal di dunia yaitu ada di Indonesia, tepatnya di Sulawesi Selatan - Kabupaten Tana Toraja. Tidak salah lagi, masyarakat Toraja melaksanakan upacara ini dengan dana yang lumayan besar dengan maksud untuk melestarikan adat - istiadat. Upacara ini dikenal dengan sebutan "Rambu' Solo" (Funeral Event in English). Event ini sangat populer di Indonesia sendiri, bahkan sampai ke mancanegara, sehingga dari acara ini dapat menjadikan Tana Toraja menjadi suatu tujuan untuk berlibur atau untuk healing (istilah kerennya saat ini).
Salah satu daya tarik Tana Toraja bagi para wisatawan mancanegara selain alamnya yang indah adalah acara Rambu Solo Nya  sendiri. Mereka seakan tidak percaya dengan upacara funeral tersebut yang menghabiskan dana yang relatif banyak dan dilangsungkan dalam beberapa hari karena serangkaian acara yang berbeda sebelum mayat disemayamkan ke liang lahat.Â
Apabila dibandingkan dengan cara penguburan jenazah suku lain di Indonesia atau bahkan orang luar negeri, khususnya orang western atau bule, sangat simple sekali dengan upacara yang sederhana, hanya dihadiri oleh keluarga, sahabat atau teman terdekat tanpa menyembelih seekor kerbau atau babi dan acara pemakamannya cuma berlangsung beberapa jam saja. Biaya yang dikeluarkan tidak seberapa, hanya untuk menyewa gedung, krematorium, ruangan, snacks & drinks dan lain - lain.Â
Upacara Rambu Solo di Tana Toraja sebenarnya mengindikasikan sebuah " social status of person in a society", dan merupakan sebuah "prestige or pride" ketika telah melaksanakan upacara ini. Ada kebanggaan & kepuasan sendiri bagi para keluarga ketika telah selesai menguburkan secara resmi anggota keluarganya yang telah meninggal terlebih dahulu melalui proses adat Rambu Solo.
Tak tanggung - tanggung, biaya dan anggaran yang dikeluarkan oleh pihak penyelenggara (dalam hal ini keluarga yang berduka) mencapai miliaran rupiah. Mulai dari persiapan tempat acara (lantang atau pondok), membeli hewan kurban, seperti: babi dan kerbau), dan tak kalah pentingnya juga yaitu dana khusus untuk makanan dan minuman serta rokok dalam menjamu para tamu dan pekerja. Bahkan tak kalah pentingnya lagi, ada keharusan dari pihak keluarga untuk mempersiapkan baju seragam untuk di pakai ketika menyambut para tamu tamu berdatangan.
Semua anggaran yang dikeluarkan atau di pakai dalam acara tersebut yaitu murni dari kebersamaan keluarga dalam menyumbangkan atau memberikan dana mereka sesuai dengan kemampuan masing - masing, tidak ada paksaan atau keharusan, hanya musyawarah bersama dalam keluarga untuk menentukan seberapa besar dan meriahnya pesta Rambu Solo yang akan diselenggarakan.
Seiring berjalannya waktu, tingkat kesejahteraan masyarakat di Toraja hampir sebahagian merata. Hal ini disebabkan oleh sanak saudara yang telah berhasil dalam pekerjaan, pendidikan dan karir di perantauan, serta adanya perkembangan & kemajuan bisnis di berbagai tempat sehingga mendorong masyarakat Toraja untuk melakukan suatu acara adat, teristimewa acara Rambu Solo ini.
Dari turun - temurun, masyarakat Toraja menjaga dan melestarikan adat - istiadat, khususnya dalam melaksanakan upacara Rambu Solo. Pelaksanaan upacara ini merupakan suatu simbol kemampuan, keberadaan atau sosial status dalam masyarakat Toraja yang mana dapat mempertahankan posisi atau mengubah level mereka dalam tatanan hidup dan bermasyarakat. "Dan tak kalah pentingnya yaitu untuk menghormati tradisi para leluhur yang mereka tinggalkan".
Seperti yang diketahui, jumlah kerbau yang dikorbankan yang tertinggi secara aturan adat disebut Rampanan Kapa' adalah kurang lebih 24 ekor kerbau. Beberapa dekade lalu, jumlah hewan kurban ini dalam Rambu Solo memegang peranan yang sangat penting dan menandakan bahwa sang penyelenggara pesta adalah orang mampu secara ekonomi dan mempunyai gelar kebangsawanan. Jumlah hewan tersebut yang disediakan oleh keluarga yang akan menyelenggarakan pesta Rambu Solo mempunyai kedudukan yang penting dalam masyarakat, bergelar kaum bangsawan dan mempunyai banyak properti: sawah dan kebun yang luas, hewan ternak yang banyak dan usaha yang maju.
Pada waktu lalu, mengorbankan 24 ekor kerbau adalah hal yang terbilang hal yang spectacular dan boleh hanya dilakukan oleh keturunan bangsawan atau yang lazim disebut di Tana Toraja adalah Pa'puangan. Dapat dibayangkan bahwa pesta tersebut sangatlah ramai dan banyak orang yang berdatangan untuk membagi rasa duka mereka kepada pihak keluarga.
Di masa sekarang ini, tentunya kehidupan orang - orang pada umumnya sudah berubah. Yang mana dulunya, hidup dalam serba kecukupan dan kekurangan, tapi sekarang sudah mulai berubah. Sebagai contohnya, hanya orang - orang tertentu saja yang mempunyai kendaraan pada tempo dulu dalam masyarakat, tapi sekarang setiap individu sudah memiliki kendaraan pribadi, minimal kendaraan bermotor yang mereka miliki di rumah.
Kembali lagi ke zaman sekarang tentang upacara Rambu Solo di Tana Toraja, ada perubahan yang significant terjadi di setiap wilayah di Toraja. Dulunya, hanya orang - orang tertentu saja dalam masyarakat yang mempunyai hak untuk melakukan upacara Rambu Solo berdasarkan social level, fungsi dan peranan seseorang dalam dalam kampung.Â
Ada sang kawan berkata bahwa, "Semua orang Toraja sekarang sudah bisa di Rapai". Artinya bahwa begitu ada anggota keluarga yang meninggal, pasti akan dilakukan upacara Rambu Solo yang meriah tanpa melihat status sosial dan fungsi serta peranan seseorang dalam masyarakat.
Tapi faktanya sekarang, seluruh lapisan masyarakat Toraja sudah dapat melaksanakan upacara Rambu Solo berdasarkan tingkat kemampuan mereka dalam melaksanakannya, tanpa melihat lagi batasan - batasan atau norma yang ada dalam masyarakat. Ditambah lagi, ketika sudah sukses di perantauan akan menjadikan seseorang berambisi untuk melaksanakan upacara adat secara meriah. Bahkan masyarakat Toraja yang berada di perantauan, seperti di Luwu, Kalimantan dan Papua sudah melakukan acara Rambu Solo sama persisnya ketika berada di kampung halaman yang mana unsur budaya dan adat masih kental.
Dari sisi ekonomi secara kasat mata, ini termasuk suatu "wasting of much money" dalam melaksanakan kegiatan tersebut. Banyak dana yang dikeluarkan oleh pihak penyelenggara, mulai dari hal - hal yang kecil sampai pada yang terbesar demi suksesnya suatu acara keluarga. Akan tetapi, banyak dari mereka yang memaksakan diri untuk "show off alias pamer", ingin dikatakan kaya ketika sudah bisa membeli kerbau yang mahal padahal mungkin itu adalah hasil dari pinjaman uang dari bank atau jual private property/ warisan sendiri.Â
Beda halnya ketika sudah mapan dalam hal finansial, tak ada masalah ketika mengeluarkan sejumlah dana yang besar dengan tujuan untuk memberikan yang terbaik yang terakhir kalinya bagi keluarga terdekat yang akan di pesta secara adat (Rambu Solo). Selain itu, saling berbagi dan saling bertemu antara anggota keluarga ketika menghadiri acara tersebut adalah suatu hal yang sangat dirindukan.
Tapi hampir semua orang Toraja mengandalkan sumber dana dari anak mereka ketika sudah bekerja di perantauan untuk membeli kerbau dan memenuhi biaya yang lain. Bahkan yang sudah bekerja pun saja, seperti : ASN, Polri & TNI serta pegawai swasta saja masih kalang kabut dalam mengumpulkan dana untuk membeli seekor kerbau, terpaksa jalan satunya yaitu mengambil pinjaman kredit di bank.
Sedihnya lagi, ada beberapa orang - orang tertentu yang sudah menduduki jabatan yang penting dalam pemerintahan rela melakukan korupsi di tempat kerja mereka hanya untuk membeli kerbau yang harganya hampir 1 miliar ( tedong saleko dalam bahasa torajanya). Ini dilakukan hanya untuk pamer kepada masyarakat tentang kemampuannya dalam membeli kerbau yang mahal demi sebuah pengakuan dari masyarakat. Akan tetapi, ada sekian individu yang telah berhasil dalam pekerjaan dan business, sehingga bisa membeli dan mempersembahkan kerbau yang mahal dalam upacara adat.Â
"Bagi orang Toraja, boleh hedon dalam melangsungkan upacara adatnya yaitu Rambu Solo, asal tidak hedon dalam gaya hidup".Â
Karena kembali lagi ke pedoman dalam menghormati para leluhur dan melestarikan adat dan budaya. Akan tetapi, tidak ada paksaan sama sekali untuk bersikap hedon dalam pelaksanaan upacara adat, sejauh berdasarkan kemampuan finansial yang ada di kantong.
Dan bagi para kaum muda, terutama kaum millenials Toraja yang umumnya sudah tinggal di perantauan, sikap dan keputusan kita sangat penting dalam menyikapi adat yang ada di kampung kita. Bagaimana bersikap adil dan tidak memaksakan diri secara brutal hanya untuk mengikuti trend saja, dan bagaimana mengedukasi para keluarga agar tidak hedon atau pamer harta dalam upacara adat.
Tentunya sekarang ini, sudah banyak putra - putri Toraja yang sudah mengenyam pendidikan yang tinggi, entah itu dalam negeri dan luar negeri. Alangkah baiknya kita lestarikan budaya dan adat kita dengan tidak berlebihan dalam melaksanakan upacara Rambu Solo. Jangan hanya karena terpancing atau tersulut perkataan orang lain, sehingga pola pikir kita menjadi sempit dan kaku dalam mengedukasi orang - orang yang berada di sekitar kita.
Bayangkan saja, ratusan ekor babi dan kerbau yang seharga mobil mewah  di korbankan dalam rangkaian upacara Rambu Solo, tetapi pembangunan dalam Desa masih jalan di tempat. Atau mampu beli kerbau, tapi menjual aset - aset berharga yang ada, sehingga gali lobang tutup lobang untuk melunasi segala hutang yang ada setelah pesta selesai. Sangat tidak masuk akal sih, mampu beli kerbau sebagai hewan kurban tapi tak mampu menyekolahkan anak ke perguruan tinggi. Itulah ironisnya kami sebagai orang Toraja yang selalu mendahulukan harga diri dan gengsi dalam masyarakat.Â
Mungkin bagusnya, kalau dana yang ada di sisihkan sebagian untuk pembangunan desa atau fasilitas umum, seperti: sekolah, puskesmas, pasar, toilet umum, kantor desa, perbaikan jalan raya, rumah ibadah dan lain - lain. Atau memberikan bantuan kepada para sanak saudara yang hidup dalam serba kekurangan serta menyekolahkan sanak saudara yang tak bisa sekolah ke perguruan tinggi.
Dengan demikian, nilai - nilai kebersamaan dalam masyarakat muncul dan hidup selalu rukun. Dan tak kalah pentingnya, para wisatawan lokal domestik dan mancanegara sangat senang berkunjung ke Tana Toraja karena sudah dilengkapi dengan segala informasi dan fasilitas yang lengkap.
Bagi para kaum Millenials Toraja  dimanapun kita berada, jangan lupa melestarikan adat dan budaya kita yang menghormati para leluhur terdahulu, serta semangat kerja sama, saling mengasihi dan tolong menolong dalam suka dan duka. Boleh bekerja untuk membeli kerbau atau babi, tapi jangan lupa mandiri secara finansial dahulu baru melaksanakannya.
Seperti pepatah Toraja berbunyi "Misa Kada di Po'tuo, Pantan Kada di Po'mate". Biarkanlah kultur kita yang mengantarkan kita untuk bersatu, bukan untuk memecah belah persatuan di antara keluarga, tetapi semakin saling erat dalam bentuk kasih dan kebersamaan.
Salama mintu sola nasang sia Salama Natal 2022 & Tahun Baru 2023.
NL, 28 Desember 2022
Heri Maria Jesse
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H