Mohon tunggu...
Heri Bertus A Toupa
Heri Bertus A Toupa Mohon Tunggu... Wiraswasta - Bijak dalam Berpikir dan Sopan dalam Perkataan

Gemar travelling dan membaca - Ora et Labora

Selanjutnya

Tutup

Sosbud Artikel Utama

Sudut Pandang Refleksi Millenials Toraja terhadap Rambu Solo

28 Desember 2022   20:43 Diperbarui: 1 Januari 2023   09:17 634
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Warga secara bergotong-royong mengangkat peti jenazah saat digelarnya upacara adat Rambu Solo di Londa, Kabupaten Tana Toraja, Sulawesi Selatan, Rabu (12/9/2018). Foto: AFP Photo/Goh Chai Hin via Kompas.com

Di masa sekarang ini, tentunya kehidupan orang - orang pada umumnya sudah berubah. Yang mana dulunya, hidup dalam serba kecukupan dan kekurangan, tapi sekarang sudah mulai berubah. Sebagai contohnya, hanya orang - orang tertentu saja yang mempunyai kendaraan pada tempo dulu dalam masyarakat, tapi sekarang setiap individu sudah memiliki kendaraan pribadi, minimal kendaraan bermotor yang mereka miliki di rumah.

Kembali lagi ke zaman sekarang tentang upacara Rambu Solo di Tana Toraja, ada perubahan yang significant terjadi di setiap wilayah di Toraja. Dulunya, hanya orang - orang tertentu saja dalam masyarakat yang mempunyai hak untuk melakukan upacara Rambu Solo berdasarkan social level, fungsi dan peranan seseorang dalam dalam kampung. 

Ada sang kawan berkata bahwa, "Semua orang Toraja sekarang sudah bisa di Rapai". Artinya bahwa begitu ada anggota keluarga yang meninggal, pasti akan dilakukan upacara Rambu Solo yang meriah tanpa melihat status sosial dan fungsi serta peranan seseorang dalam masyarakat.

Tapi faktanya sekarang, seluruh lapisan masyarakat Toraja sudah dapat melaksanakan upacara Rambu Solo berdasarkan tingkat kemampuan mereka dalam melaksanakannya, tanpa melihat lagi batasan - batasan atau norma yang ada dalam masyarakat. Ditambah lagi, ketika sudah sukses di perantauan akan menjadikan seseorang berambisi untuk melaksanakan upacara adat secara meriah. Bahkan masyarakat Toraja yang berada di perantauan, seperti di Luwu, Kalimantan dan Papua sudah melakukan acara Rambu Solo sama persisnya ketika berada di kampung halaman yang mana unsur budaya dan adat masih kental.

Dari sisi ekonomi secara kasat mata, ini termasuk suatu "wasting of much money" dalam melaksanakan kegiatan tersebut. Banyak dana yang dikeluarkan oleh pihak penyelenggara, mulai dari hal - hal yang kecil sampai pada yang terbesar demi suksesnya suatu acara keluarga. Akan tetapi, banyak dari mereka yang memaksakan diri untuk "show off alias pamer", ingin dikatakan kaya ketika sudah bisa membeli kerbau yang mahal padahal mungkin itu adalah hasil dari pinjaman uang dari bank atau jual private property/ warisan sendiri. 

Beda halnya ketika sudah mapan dalam hal finansial, tak ada masalah ketika mengeluarkan sejumlah dana yang besar dengan tujuan untuk memberikan yang terbaik yang terakhir kalinya bagi keluarga terdekat yang akan di pesta secara adat (Rambu Solo). Selain itu, saling berbagi dan saling bertemu antara anggota keluarga ketika menghadiri acara tersebut adalah suatu hal yang sangat dirindukan.

Tapi hampir semua orang Toraja mengandalkan sumber dana dari anak mereka ketika sudah bekerja di perantauan untuk membeli kerbau dan memenuhi biaya yang lain. Bahkan yang sudah bekerja pun saja, seperti : ASN, Polri & TNI serta pegawai swasta saja masih kalang kabut dalam mengumpulkan dana untuk membeli seekor kerbau, terpaksa jalan satunya yaitu mengambil pinjaman kredit di bank.

Sedihnya lagi, ada beberapa orang - orang tertentu yang sudah menduduki jabatan yang penting dalam pemerintahan rela melakukan korupsi di tempat kerja mereka hanya untuk membeli kerbau yang harganya hampir 1 miliar ( tedong saleko dalam bahasa torajanya). Ini dilakukan hanya untuk pamer kepada masyarakat tentang kemampuannya dalam membeli kerbau yang mahal demi sebuah pengakuan dari masyarakat. Akan tetapi, ada sekian individu yang telah berhasil dalam pekerjaan dan business, sehingga bisa membeli dan mempersembahkan kerbau yang mahal dalam upacara adat. 

"Bagi orang Toraja, boleh hedon dalam melangsungkan upacara adatnya yaitu Rambu Solo, asal tidak hedon dalam gaya hidup". 

Karena kembali lagi ke pedoman dalam menghormati para leluhur dan melestarikan adat dan budaya. Akan tetapi, tidak ada paksaan sama sekali untuk bersikap hedon dalam pelaksanaan upacara adat, sejauh berdasarkan kemampuan finansial yang ada di kantong.

Dan bagi para kaum muda, terutama kaum millenials Toraja yang umumnya sudah tinggal di perantauan, sikap dan keputusan kita sangat penting dalam menyikapi adat yang ada di kampung kita. Bagaimana bersikap adil dan tidak memaksakan diri secara brutal hanya untuk mengikuti trend saja, dan bagaimana mengedukasi para keluarga agar tidak hedon atau pamer harta dalam upacara adat.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Sosbud Selengkapnya
Lihat Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun