Mohon tunggu...
Heri Bertus A Toupa
Heri Bertus A Toupa Mohon Tunggu... Wiraswasta - Bijak dalam Berpikir dan Sopan dalam Perkataan

Gemar travelling dan membaca - Ora et Labora

Selanjutnya

Tutup

Financial Artikel Utama

Liku-liku dengan Rentenir yang Penuh dengan Luka-luka

1 November 2021   20:51 Diperbarui: 2 November 2021   14:10 605
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Ilustrasi meminjam uang atau berutang. Sumber: Thinkstockphotos via Kompas.com

Siapa yang tidak pernah mempunyai hutang/debt dalam hidup ini? Saya rasa kita semuanya pernah mengalami namanya berhutang, entah itu nominalnya kecil atau besar, tapi kalau namanya hutang pasti harus tetap dibayar. 

Berhutang bukan cuma uang saja, tetapi kita juga mempunyai hutang kepada siapa saja dalam bentuk yang nyata dan tidak nyata sejauh itu kita merasa harus membalasnya atau mengembalikannya suatu saat.

Hidup dalam suatu keluarga, lingkungan dan masyarakat, pasti kita hidup saling berinteraksi satu dengan yang lainnya. Kita tidak bisa hidup tanpa bantuan orang yang berada di sekitar kita, sehingga kita saling membutuhkan dalam setiap hal yang berbeda. 

Ilustrasinya begini, ketika orang berbuat baik kepada kita atau pernah menolong kita dalam bentuk apapun, pasti kita merasa berhutang budi kepadanya dan selalu mengingat kebaikan mereka, sehingga muncul suatu keinginan untuk membalas budi baik mereka. 

Tentunya, selama masih berhutang pastinya pikiran selalu tidak enak, tidur tidak nyenyak, selalu gelisah & kurang nafsu makan. Begitu ada yang mengetuk pintu rumah, hati selalu tidak tenang, jangan-jangan yang datang adalah debt collector (penagih), padahal tetangga sebelah rumah yang lagi mau beri makanan...hehehe.

Pasti tidak enaklah, ketika rumah kita didatangi oleh para penagih yang berbadan besar, bertato di lengan & badan, berambut gondrong keriting atau cepak mirip anggota militer, wajah yang sangar dan menyeramkan, datang tak diundang dan pulang tak diantar. 

Ketika kita mengalami situasi seperti ini, so pasti kita punya mental langsung jatuh, takut, gemetar dan mungkin kencing di celana langsung. Mau lari atau pura - pura tidak membuka pintu, tapi debt collectornya lewat belakang rumah atau nungguin di ujung lorong begitu pulang dari tempat kerja.

Mau pura-pura sakit juga, tapi takutnya nanti sakit betulan, mau lari lewat belakang rumah tapi rumah sudah terkepung segala penjuru. Akhirnya kita pasrah dan memohon belas kasihan sambil berlutut berharap penagih bisa memberikan keringanan beberapa hari lagi. 

Setelah bernegosiasi dengan debt collectornya sambil bersumpah untuk membayarnya, akhirnya mereka pulang sambil membawa suatu barang atau surat yang berharga sebagai jaminan untuk melunasi hutang segera.

Pada dasarnya, berhutang itu adalah suatu tindakan yang di ambil ketika sudah tak ada cara lain untuk mendapatkan dana dalam sekejap. Akan tetapi, setiap individu yang berhutang, pasti mempunyai tujuan yang berbeda-beda dalam meminjam uang, entah itu tujuannya yang baik (produktif) atau tidak baik (konsumtif, pamer dan ikut arus pergaulan) yang mana bisa mengakibatkan kebangkrutan, depresi dan bunuh diri sebagai jalan keluarnya untuk mengakhiri segala beban hutang.

Sebuah ilustrasi meminjam uang (source: tamasia.co.id: risiko pinjaman online - June 7,2020)
Sebuah ilustrasi meminjam uang (source: tamasia.co.id: risiko pinjaman online - June 7,2020)

Sebelum berhutang, tentunya ada yang sudah memikirkan faktor resikonya ke depan apabila macet dalam membayar cicilan hutangnya,  dan ada juga yang tidak memikirkan segala resiko yang ada sehingga gali lobang tutup lobang dalam membayar hutang. Seperti yang dikatakan oleh beberapa orang sebelumnya bahwa "berhutang itu manis di awal tapi pahit di belakang". 

Orang yang pertama kita tempati meminjam uang adalah orang terdekat kita, seperti keluarga/kerabat dekat, saudara, tetangga dan teman dekat. Berharap bahwa ada kemudahan untuk meminta bantuan dari mereka. 

Orang berikutnya adalah orang mempunyai banyak uang di lingkungan kita atau yang mempunyai pekerjaan yang cukup layak, sehingga kadangkala kita juga meminta belas kasihan dari mereka untuk memberikan pinjaman.

Ketika sudah tak ada lagi yang bisa membantu, maka orang berikutnya lagi adalah rentenir, bank dan pinjaman online (pinjol). Salah satu dari ketiga tempat ini, munkin bapak/ibu pernah ke sana untuk meminjam uang dengan maksud dan tujuan yang berbeda-beda, seperti: modal untuk business, biaya pendidikan anak, biaya untuk berobat, membangun rumah, bayar hutang lain lagi, dan lain-lain. 

Tentunya di sini, ada tujuan yang kita pastikan sebelum pinjam uang dari mereka. Apakah itu untuk tujuan yang bagus atau sekedar untuk tujuan konsumtif saja?

Ada pengalaman saya yang mana sampai sekarang ini menjadi suatu kenangan tersendiri buat saya sekaligus sebagai pelajaran dalam berhutang dan mengatur masalah keuangan. Di tahun 1995, ibu saya meminjam uang kepada seorang rentenir di lingkungan kami. 

Boleh dikatakan rentenir ini adalah tuan tanah yang mempunyai banyak kebun cengkeh, ketika musim panen cengkeh tiba, dia akan menjadi kaya raya dari hasil perkebunannya. Karena dia mempunyai modal yang banyak, akhirnya sang rentenir ini membuka usaha dengan meminjam uangnya kepada siapa saja dengan bunga 5 % per bulannya.

Di era saat itu, mendapatkan bunga 5% dari modal yang kita pinjam adalah sudah tinggi dari setiap kali meminjam kepada rentenir. Mau tak mau, bila keadaan sudah kepepet pastinya jalan satu - satunya adalah ke rentenir. 

Ada baiknya pada saat itu juga, cuma bermodalkan kepercayaan dan tidak menyerahkan barang berharga sebagai jaminan, seperti: surat berharga, kendaraan dan perhiasan. 

Hanya saja kalau sudah menunggak, rentenirnya pasti datang setiap waktu ke rumah untuk menagih dan bisa saja mengambil barang berharga kalau sang peminjamnya kabur.

Karena pada saat itu, cuma dia saja yang boleh dikatakan hidupnya berada dan bermodal, sehingga banyak para tetangga meminjam uang kepadanya. Sang rentenir ini tambah kaya karena mendapatkan pundi-pundi dari hasil bunga para peminjam yang sangat mencekik leher.

Singkat cerita, orangtua saya meminjam uang kepada rentenir sebesar Rp3.000.000 dengan bunga 5% setiap bulannya dengan maksud untuk modal usaha dan biaya sekolah kami, jadi orangtua harus membayar bunganya Rp150.000 per bulannya. 

Singkatnya, usaha orangtua tidak berjalan dengan lancar dan pembayaran kepada rentenir tidak berjalan lancar sebagaimana mestinya juga. Akhirnya, sebagai jaminan kepada rentenir, orangtua memberikan jaminan berupa surat tanah (sawah) dan memberikan hasil gabah beberapa karung setiap panennya.

Dari situ, saya melihat reaksi orangtua ketika rentenir datang ke rumah untuk menagih. Mereka tetap tenang dan sabar, walaupun mendapat marah yang bertubi-tubi dari rentenir. 

Kami sebagai anak-anak hanya bisa melihat saja, tapi belum mengerti dan paham 100% apa yang terjadi sebetulnya, mengapa ada orang yang selalu datang dalam keadaan emosi dan mengambil beberapa hasil panen kami.

Dengan susah payah, orangtua bisa melunasi segala hutang kepada rentenir kurang lebih 5 tahun plus dengan bunganya, dan betapa bahagianya orangtua ketika dapat melunasi hutang secara penuh kepada rentenir  dan mengambil kembali surat berharga milik kami serta bahagianya melihat kami semuanya berhasil dalam menyelesaikan pendidikan.

Sepenggal pengalaman yang berharga yang saya ambil dari kejadian itu adalah memberikan pelajaran tersendiri tentang bagaimana orangtua saya mengatur keuangan dan ekonomi keluarga secara efisien & bijaksana serta mendahulukan segala kebutuhan yang harus dibayar terlebih dahulu. 

Dan tak kalah pentingnya kami dididik oleh ibu untuk tetap hidup sederhana walaupun masih ada hutang yang harus dibayar, serta hidup tidak berfoya-foya dalam kehidupan sehari-hari.

Walaupun ada perasaan sakit hati dan kesal terhadap sang rentenir ketika datang ke rumah dengan wajah yang tidak bersahabat sambil mengeluarkan kata-kata yang tak pantas dan penuh hinaan, tapi bapak dan ibu selalu mengingatkan bahwa semua ada waktunya untuk melunasinya secara perlahan, dan urusan balas dendam adalah milik sang pencipta yang mengaturnya dan bukan milik manusia. 

Dan terbukti sekarang, sang rentenir sudah sakit-sakitan, banyak harta miliknya telah dijual untuk biaya pengobatan dan hidup tidak harmonis dengan anak-anaknya sendiri.

Dalam urusan keuangan dalam kehidupan sehari-hari, kita harus bisa membedakan yang mana kebutuhan dan keinginan. Apabila mempunyai hutang, harus membayarnya dan tidak mengabaikannya agar tidak terjerat dengan hutang yang berlebihan. 

Jangan pernah berhutang apabila tidak mempunyai tujuan yang pasti, sehat & produktif, dan selalu memikirkan faktor risikonya di awal sebelum berhutang apakah bisa mencari solusi ketika ada masalah/macet dalam membayarnya. Bila tujuan berhutang untuk mengikuti kemauan dan mau pamer kepada orang lain serta jaga gengsi, lebih baik jangan berhutang saran saya.

NL, 31 November 2021

Heri Toupa

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Financial Selengkapnya
Lihat Financial Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun