" Rejeki sudah ada yang mengatur. " Begitu jawab Pak No.
"Maksudnya gimana Pak No?"pancing saya.
"Mau ada seribu barbershop atau pangkas cukur lainnya, tidak akan mengurangi jatah rejeki saya. Di sini, saya sama anak saya masih bisa dapat orderan cukur 20 orang, bila hari-hari tertentu bisa kewalahan saya. Bisa sampai 40 orang seharian, sehingga bisa kecapekan "
Mus adalah anak Pak No. Mereka berdua anak bapak. menempati tempat pangkas rambut punya mereka sendiri. Dulu, membeli sepetak tanah yang kemudian didirikan bangunan yang digunakan sampai sekarang untuk pangkas rambut dari anak-anak hingga dewasa. Tarifnya seperti saya sebut tadi, Rp. 10.000. Bahkan kalau anak-anak, bisa kurang. Fleksibel, Kata Pak No. Bisa Rp. 7.000 atau Rp. 8.000.
* * *
Masalah barberhop, bisa jadi menjadi tempat untuk sekelompok orang merapikan rambut. Mereka sadar lebih mahal dibanding dengan jasa tukang pangkas rambut seperti Pak No.Â
Masalah lebih mahal ini tentu logis, karena baik dari penampilan, pelayanan maupun fasilitas diberikan lebih dibanding jasa pangkas rambut kovensional. Ada alasan tersendiri untuk masing-masing orang. Misalnya lebih pada gengsi, lebih modis ataupun yang lainnya.
Bagi saya pribadi, lebih pada kecocokan dan sudah merasa pas. Sebab bila berganti ganti orang, bisa merubah bentuk dan kenyamanan rambut saya. Meski tidak menganut model kekinian, model rambut saya, dalam perapiannya simpel dan Pak No figurnya.
Pernah karena dinas luar kota dan perlu merapikan rambut, saya di pangkas rambut di sana, hasilnya tidak sesuai harapan saya, meski saya sudah cerewet ingin seperti ini dan seperti itu. Bulan berikutnya saya kembali ke Pak No dan Pak No sepertinya tahu ada perubahan style rambut, sehingga berkomentar.
"Saya rapikan seperti style biasanya ya Pak. "
Begitulah, sudah ada chemistry dan rasa nyaman. Mahal belum tentu memberikan kenyaman dan pas untuk model pangkasan rambut yang saya suka.