Mohon tunggu...
herie_dailyactivity
herie_dailyactivity Mohon Tunggu... Freelancer - Akun Kedua Kompasiana

Menulis Sesuai Suasana Hati

Selanjutnya

Tutup

Lyfe Pilihan

Pak No Vs Barbershop

2 Februari 2025   12:31 Diperbarui: 2 Februari 2025   12:49 54
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Bila dicermati, banyaknya barbershop yang bermunculan di sekitar kita, setidaknya di tempat saya tinggal menjadi satu hal yang menarik. Keberadaan barbershop dengan penampilan yang lebih keren dibanding tukang cukur biasa atau tukang cukur di bawah pohon beringin,  menjadi daya tarik tersendiri.

Sepertinya, ini fakta pada diri saya. Saya tetap memilih tukang cukur alias tukang pangkas rambut biasa. Untuk merapikan rambut, Pak No, nama Pemangkas Rambut langgannya saya yang membuka outletnya di dekat Pom bensin, Kelurahan Setono, Kota Pekalongan cukup butuh waktu tidak lebih dari 5 menit. Bayangkan!

Dengan waktu sesingkat tersebut, rambut saya yang kurang rapi, menjadi rapi. Jeda pangkas rambut paling lama 2 bulan saya kembali ke Pak No. Bahkan bila ada momen tertentu, bisa satu bulan saya merapikan rambut, dengan uang jasa tidak lebih dari Rp. 10.000. Sebuah angka yang sangat murah dan familiar.

Mengapa demikian?Bisa dikatakan saya adalah pelanggan lama Pak No. Sejak era 2000 an, saya sudah mengenal cara, ciri dan kebiasaan pemangkas rambut tersebut. Saat melaksanakan perapian rambut, pasti ada saja cerita darinya. Ini yang kadang membuat durasi 5 sampai 10 menit tidak terasa.

"Biasa Pak No, rapikan raja, jangan potong habis. "

Begitu ucap saya.

" Siap Bos. "

Begitu balas Pak No dengan nada canda dan ekspresi wajahnya yang menyertai senyum.

Di sekitaran Pak No buka jasa pangkas rambut sudah berdiri beberapa barbershop. Namun ini tidak menggoyahkan pelanggan setia Pak No seperti saya ini.

"Dengan banyaknya barbershop, ada pengaruhnya ndak Pak No?" Tanya saya sembari membiarkan rambut saya dipangkias Pak No. Tangannya dengan cekatan gunting dan sisir.

" Rejeki sudah ada yang mengatur. " Begitu jawab Pak No.

"Maksudnya gimana Pak No?"pancing saya.

"Mau ada seribu barbershop atau pangkas cukur lainnya, tidak akan mengurangi jatah rejeki saya. Di sini, saya sama anak saya masih bisa dapat orderan cukur 20 orang, bila hari-hari tertentu bisa kewalahan saya. Bisa sampai 40 orang seharian, sehingga bisa kecapekan  "

Mus adalah anak Pak No. Mereka berdua anak bapak. menempati tempat pangkas rambut punya mereka sendiri. Dulu, membeli sepetak tanah yang kemudian didirikan bangunan yang digunakan sampai sekarang untuk pangkas rambut dari anak-anak hingga dewasa. Tarifnya seperti saya sebut tadi, Rp. 10.000. Bahkan kalau anak-anak, bisa kurang. Fleksibel, Kata Pak No. Bisa Rp. 7.000 atau Rp. 8.000.

* * *

Masalah barberhop, bisa jadi menjadi tempat untuk sekelompok orang merapikan rambut. Mereka sadar lebih mahal dibanding dengan jasa tukang pangkas rambut seperti Pak No. 

Masalah lebih mahal ini tentu logis, karena baik dari penampilan, pelayanan maupun fasilitas diberikan lebih dibanding jasa pangkas rambut kovensional. Ada alasan tersendiri untuk masing-masing orang. Misalnya lebih pada gengsi, lebih modis ataupun yang lainnya.

Bagi saya pribadi, lebih pada kecocokan dan sudah merasa pas. Sebab bila berganti ganti orang, bisa merubah bentuk dan kenyamanan rambut saya. Meski tidak menganut model kekinian, model rambut saya, dalam perapiannya simpel dan Pak No figurnya.

Pernah karena dinas luar kota dan perlu merapikan rambut, saya di pangkas rambut di sana, hasilnya tidak sesuai harapan saya, meski saya sudah cerewet ingin seperti ini dan seperti itu. Bulan berikutnya saya kembali ke Pak No dan Pak No sepertinya tahu ada perubahan style rambut, sehingga berkomentar.

"Saya rapikan seperti style biasanya ya Pak. "

Begitulah, sudah ada chemistry dan rasa nyaman. Mahal belum tentu memberikan kenyaman dan pas untuk model pangkasan rambut yang saya suka.

(Artikel-ke 5 dailyactivity)

Follow Instagram @kompasianacom juga Tiktok @kompasiana biar nggak ketinggalan event seru komunitas dan tips dapat cuan dari Kompasiana
Baca juga cerita inspiratif langsung dari smartphone kamu dengan bergabung di WhatsApp Channel Kompasiana di SINI

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Lyfe Selengkapnya
Lihat Lyfe Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun