" Tentu Bang. Biar petisi dibahas yang di kantor. "
" Ya percayakan saja, saya dengar sudah ada tim kecil yang lembur malam ini untuk merumuskannya."
" Betul Bang. Kita jalan dulu ya Bang. "
Alan mengangguk. Keduanya melangkah meninggalkan kubikel, membawa masing-masing koper. Farid sempat melihat ke arah Mutia.
" Jangan lupa Bang, Strudel apel-nya. "
Berkata demikian mata Mutia melirik ke arah Alan. " Ndak apa-apa kan Bang Alan, Bang Jon? "
" Tidak masalah, beli saja. Sekalian pia-nya. "
Farid dan Haris meninggalkan ruang, berpasasan dengan beberapa rekannya yang beriringan juga masuk ke list untuk turun ke basement.
Sore itu, lantai sembilan sayap Selatan tidak begitu ramai. Banyak kubikel yang kosong. Bisa jadi penghunginya melakukan pemeriksaan di lantai dua atau sedang melaksanakan tugas di luar kantor. Dinamikanya seperti itu. Hanya pada moment tertentu ruangan penyidik tersebut penuh. Pagi hari, atau sore menjelang malam biasanya, penyidik yang tidak tugas luar kota, sudah ada di masing-masing kubikelnya. Menyisakan sisa pekerjaan atau mempersiapkan apa yang dilakukan untuk esok harinya. Mereka kebanyakan, meninggalkan laptop di meja kubikel masing-masing. Laptop itu akan melekat dibawa bila tugas di luar kantor.
Ada sekitar seratus lebih penyidik di lantai sembilan tersebut. Mereka harus bekerja keras, memenuhi penyelesaian minimal empat perkara dengan target bisa melakukan penyitaan aset senilai 5 milyar untuk bisa disetorkan pada negara dalam setiap tahunnya. Bila ini tidak terpenuhi, maka akan menjadi nilai pengurang kinerja mereka yang berdampak pada bonus tahunan.
(Bersambung)
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H