Calon pimpinan Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK), Johanis Tanak mengaku ingin meniadakan operasi tangkap tangan (OTT) seandainya terpilih sebagai ketua KPK di masa depan. Hal itu ia sampaikan dalam sesi tanya jawab pada uji kelayakan dan kepatutan calon pimpinan KPK di Komisi III DPR RI, Selasa (19/11/2024). "Seandainya saya bisa jadi, mohon izin, jadi ketua, saya akan tutup, close, karena itu (OTT) tidak sesuai dengan pengertian yang dimaksud dalam KUHAP," kata dia di hadapan anggota Dewan, Kompas.com
Tentu pendapat dan keinginan Johanis Tanak memicu pro dan kontra. Sebuah kewajaran dalam dunia hukum. Â Tentunya. Johanis dengan arugumentasinya akan kukuh mempertahankannya. Mengenai Operasi Tangkap Tangan ini, pernah juga muncul semacam joke, di mana Wakil Ketua Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) Alexander Marwata berharap pihaknya berhasil menggelar operasi tangkap tangan (OTT) sebagai hiburan untuk masyarakat dalam waktu dekat. Pernyataan tersebut Alex kemukakan ketika dimintai tanggapan apakah KPK akan gencar menggelar OTT untuk memperbaiki citra lembaga yang terpuruk berdasarkan survei Litbang Kompas, sebagaimana diberitakan beberapa media.
Membedah Terminologi OTT
Operasi Tangan Tangan-OTT, dalam prespektif terminologi bisa dikontrukan dengan dua frasa asal, yaitu kata operasi dan tertangkap tangan. Bila diartikan dalam lingkup medis, Operasi adalah semua tindakan pengobatan yang menggunakan cara invasif dengan membuka atau menampilkan bagian tubuh yang akan ditangani. Pembukaan tubuh ini umumnya dilakukan dengan membuat sayatan.
Dalam ranah Kamus Umum Bahasa Indonesia, operasi/ope*ra*si/ n 1 Dok bedah; bedel (untuk mengobati penyakit): penyakit ginjal yang belum parah dapat disembuhkan tanpa --; 2 Mil tindakan atau gerakan militer: perwira muda itulah yang memimpin -- penumpasan pemberontakan itu; 3 pelaksanaan rencana yang telah dikembangkan;
Sedangkan menurut wikipedia.org Operasi dapat mengacu pada beberapa hal berikut: Operasi ilmiah, Operasi bedah, Operasi atau operator dalam matematika (lihat operasi uner, operasi biner, aritas), Dalam bahasa, operasi adalah kata yang mewakili fungsi tata bahasa (atau instruksi), daripada istilah atau nama, Dalam ilmu komputer, operasi disebut instruksi, Operasi militer, tindakan militer (biasanya dalam kampanye militer) yang menggunakan angkatan yang disebar, Operasi rahasia, tindakan militer atau politik tersembunyi dan disangkal oleh pemerintahan yang memerintahkan aksi tersebut, Operasi pukulan, tindakan yang direncanakan untuk menangkap seseorang yang melakukan tindak kejahatan, dengan menggunakan muslihat, Operasi bisnis, operasi produksi, manajemen operasi, Operasi hukum, istilah yang menandakan bahwa hak atau tanggung jawab tercipta Sebagian, Operasi anomali, dalam parapsikologi adalah istilah yang menjelaskan kategori efek paranormal terakui yang luas, Operasi musik seperti transposisi, inversi, multiplikasi, permutasi, lagu pengiring.
Beragam pemaknaan frasa kata operasi, bila dicermati substansinya lebih pada "kegiatan yang dipersiapkan". Ia tidak tiba-tiba, namun melalui proses tertentu sesuai prespektif dan setting-nya.
Pada sisi lain, terkait tangkap-tangkap, tentunya sesuai hukum positif kita akan merujuk pada Pasal 1 Angka 19 KUHAP. Pasal ini memberi pengertian tertangkap tangan sebagai berikut: "tertangkapnya seseorang pada waktu sedang melakukan tindak pidana, atau dengan segera sesudah beberapa saat tindak pidana itu dilakukan, atau sesaat kemudian diserukan oleh khalayak ramai sebagai orang yang melakukannya, atau apabila sesaat kemudian padanya ditemukan benda yang diduga keras telah dipergunakan untuk melakukan tindak pidana itu yang menunjukkan bahwa Ia adalah pelakunya atau turut melakukan atau membantu melakukan tindak pidana itu".
Dalam KUHAP tidak dijumpai frasa secara khusus yang memaknai atau menjabarkan dari dua frasa tadi yaitu operasi dan tertangkap tangan (tangkap tangan). Kegiatan penangkapan pelaku korupsi yang dilakukan KPK tersebut terpublish oleh media sebagai Operasi Tangkap Tangan (OTT). Lama-lama, istilah tersebut menjadi familiar dan menjadi branding tersendiri baik oleh kalangan media maupun publik. Seiring perjalanan waktu juga, internal KPK sendiri maupun kalangan lainnya, seperti melazimkan kegiatan tadi sebuah frasa OTT.
Banyak pakar hukum yang memaknai OTT tersebut, saya cuplik salah satu di antaranya, di mana disebutkan bahwa Operasi Tangkap Tangan (Hand Arrest Operation) yang dilakukan KPK merupakan upaya pemberantasan korupsi melalui sebuah operasi rahasia (silent operation), dan terstruktur guna menangkap basah pelaku saat melakukan tindak korupsi (Asyari, 2017).
Masih Pentingkah OTT oleh KPK?
Prof Satjipto Rahadjo menyebutkan hukum sebagai social engineering atau social planning berarti bahwa hukum sebagai alat yang digunakan oleh agent of change atau pelopor perubahan yang diberi kepercayaan oleh masyarakat sebagai pemimpin untuk mengubah masyarakat seperti yang dikehendaki atau direncanakan. Hukum sebagai tatanan perilaku yang mengatur manusia dan merupakan tatanan pemaksa, maka agar hukum dapat berfungsi efektif mengubah perilaku dan memaksa manusia untuk melaksanakan nilai-nilai yang ada dalam kaedah hukum, maka hukum tersebut harus disebarluaskan sehingga dapat melembaga dalam masyarakat.
Saya memandang perlu mengemukan pendapat almarhum Prof Satjipto, Guru Besar Undip tersebut, dengan menghighlight " maka agar hukum dapat berfungsi efektif mengubah perilaku dan memaksa manusia untuk melaksanakan nilai-nilai yang ada dalam kaedah hukum, maka hukum tersebut harus disebarluaskan sehingga dapat melembaga dalam masyarakat."
Efek dari OTT yang dilakukan oleh KPK sangat besar, meski secara joke tadi disebutkan sebagai "hiburan", namun sejatinya memberikan dampak yang signifikan bagi pemberantasan korupsi, mengapa?Â
Pertama, bagi pihak yang tertangkap tangan, ia secara tidak langsung akan mendapat sanksi sosial, karena terpublikasikan dengan massif dan menjadi bahan pemberitaan baik media local maupun nasional. Pihak yang terkena OTT, tentunya sangat malu demikian juga keluarga bahkan lingkungan sosial maupun lingkungan kerjanya.
Kedua, OTT memberikan ruang bagi masyarakat untuk berperan serta dalam memberikan informasi yang akurat terkait adanya korupsi di lingkungannya. Banyak OTT dilakukan karena berawal dari informasi masyarakat (baik pegawai di lingkungan pejabat yang kena OTT), LSM maupun elemen bangsa yang lainnya, yang perduli pada pemberantasan korupsi). Secara khusus diatur dalam Pasal 2 Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 71 Tahun 2000 tentang Tata Cara Pelaksanaan Peran Serta Masyarakat dan Pemberian Penghargaan Dalam Pencegahan dan Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi : " (1) Setiap orang, Organisasi Masyarakat atau Lembaga Swadaya Masyarakat berhak mencari, memperoleh dan memberikan informasi adanya dugaan telah terjadi tindak pidana korupsi serta menyampaikan saran dan pendapat kepada penegak hukum dan atau Komisi mengenai perkara tindak pidana korupsi. "
Ketiga, berawal dari OTT yang awalnya "recehan" ternyata mengembang pada korupsi yang "kakap" baik dari modus, pejabat yang terlibat, sampai pada aset hasil korupsi yang bisa dilakukan penyitaan. Efek pengembangan ini, menjadi salah satu strategi dalam membongkar korupsi hingga akar-akarnya atau dalam konteks hukum sampai pada intellectual dader-nya.
Keempat, saya yakin dengan masifnya OTT, akan menjadi "warning" atau peringatan, siapapun orangnya baik yang di daerah, apalagi yang pejabat di pusat. Minimal dengan adanya OTT, akan mempersempit ruang gerak "kesempatan" melakukan korupsi. Setidaknya yang menjadi teori sebagai mana disampaikan Richard A Cloward dan Lioyd E Ohlin dalam teorinya " Opportunity Theory) bahwa adanya peluang untuk berbuat jahat dapat mendorong seseorang untuk melakukan kejahatan. " Tentu akan berbanding terbalik dan kontraproduktif atas teori tadi bila OTT ditiadakan.
Pandangan Saya
Saya sebagai insan KPK, merasa perlunya memberikan kontribusi bagi KPK agar bisa kembali meraih kepercayaan publik, bertaji dan disegani dalam pemberantasan korupsi yaitu tetap memandang OTT menjadi hal yang sigfinikan bagi pemberantasan korupsi oleh KPK, dibarengi dengan penegakan hukum (law enforcement) case building. Keduanya dijadikan strategi berimbang, berjalan beriringan, dengan memberdayakan sumber daya yang ada di KPK, Saya meyakini ada kemampuan untuk strategi berimbang ini.
Satu sisi ekspektasi OTT yang memberikan efek jera, pada sisi lain Case Building dengan membongkar korupsi kakap dengan out put pengembalian kerugian keuangan negara yang maksimal dari koruptor, sehingga bisa berbanding lurus bagi pengembalian trust publik pada eksistensi KPK di negeri ini.
Pada konteks inilah, saya teringat Guru saya, pembimbing skripsi saya, mantan Rektor Universitas Diponegoro, yang juga pakar hukum pidana yaitu Almarhum Prof Dr. Muladi, SH, Â menyatakan bahwa penegakan hukum (law enforcement) merupakan usaha untuk menegakkan norma-norma hukum dan sekaligus nilai-nilai yang ada di belakang norma tersebut.
Jadi, ada kausalitas penegakan hukum sebagai bagian dari penegakan norma hukum dengan menumpu harapan pada kegiatan semacam OTT beriringan dengan Case building dalam upaya pengembalian trust KPK serta memaksimalkan pengembalian aset negara yang digondol koruptor, sebagai sebuah nilai yang memberikan kemanfaatan bagi bangsa ini.
Salam Anti Korupsi
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H