Sinergitas menjadi sebuah kata yang ampuh digunakan dalam pemberantasan korupsi. Seolah tergambar, dengan sinergitas, apapun tujuan bisa dicapai. Karena, di dalam sinergitas tersedia ruang-ruang kebersamaan, bukan ketersekatan, meskipun sebelum masuk ke ruang tadi, merupakan bagian terpisah atau parsial.
Menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia, dikutip dari mesin telusur google, sinergitas berasal dari kata sinergi yang berarti melakukan kegiatan gabungan yang mempunyai pengaruh besar. Sinergi dapat diartikan sebagai sebuah kegiatan atau Tindakan Bersama.
Dalam skema sinergitas tersebut, maka pemberantasan korupsi, utamanya yang digelorakan oleh Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK), yaitu melibatkan semua elemen bangsa untuk memberantas korupsi, jalinan komunikasi, kebersamaan antar lembaga, terlebih dalam rumpun penegak hukum yang diberikan kewenangan oleh negara, menjadi sebuah keniscayaan.
Jalinan komunikasi antara Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK), Kejaksaan Agung dan Kepolisian Negara Republik Indonesia yang menjadi "trisula" menghadapi public enemy bernama korupsi, bukan hanya sekedar lips service dan ada di tataran level atas, namun juga harus tersemai dari level daerah.
Bagi jajaran Kejaksaan Agung dan Kepolisian Republik Indonesia dengan struktur organisasi dari Pusat hingg Kota/Kabupaten, memungkinkan sinergitas tadi disemai dari "bawah". Adanya koordinasi dalam penanganan perkara korupsi, di tingkat Polres misalnya selalu "mewajibkan" koordinasi dengan pihak Jaksa Penuntut Umum. Memang demikian tata kelola yang diatur dalam Sistim Peradilan Pidana kita.
Lain dengan Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) yang terpusat di Jakarta. Secara liniear bisa langsung bersentuhan dengan Gedung Bundar (Kejaksaan Agung) dan Mabes Polri di Trunojoyo. Namun pada titik tertentu, KPK juga perlu "mendorong" aparat penegak hukum pada level Kota atau Kabupaten secara langsung.
Perumusan Memory of Understanding atau MOU antara KPK dengan Kejaksaan dan KPK dengan Polri, menjadi dasar pijak aturan turunan kerja sama dalam bentuk Perjanjian Kerja Sama (PKS), yang salah satu butirnya memberikan kewenangan kepada KPK, melalui Kedeputian Koordinasi dan Supervisi, "turun" langsung melakukan koordinasi dan supervisi atas perkara korupsi yang ditangani oleh penyidik di daerah (Peraturan Presiden Nomor 102 Tahun 2020). Ketika melakukan kegiatan ini, KPK dapat didampingi oleh Satuan Tugas Monev dari Kejagung dan Tim dari Bareskrim Polri.
Maka, menyemai dan merawat  maruah dari semangat sinergitas itu harus tetap  dipupuk dan dijaga agar berdampak positif dan signifikan bagi pemberantasan korupsi. Setidaknya, seperti yang dilakukan Satgas Penindakan Direktorat V Korsup KPK, di sela kegiatan Rapat Dengar Pendapat dengan jajaran penyidik di Polda Maluku dan stakeholder, juga menyempatkan untuk bertemu dengan Asisten Pidana Khusus Kejaksaan Tinggi Maluku, Triono Rahyudi, didampingi dua orang Kepala Seksi pada Kejaksaan Tinggi Maluku.
Dari hasil "audiensi " ini, direncanakan akan ada rapat dengar pendapat pada bulan Oktober mendatang " Sepakat, kita agendakan rapat tersebut. " ujar Triono yang sudah bertugas di Kejati NTT lebih dari tiga tahun tersebut.