Mohon tunggu...
Dr. Herie Purwanto
Dr. Herie Purwanto Mohon Tunggu... Penegak Hukum - PNYD di KPK (2016 sd. Sekarang)

Bismilah, Menulis Tentang Korupsi

Selanjutnya

Tutup

Hukum Pilihan

Mencari Pimpinan KPK yang Out of The Box

17 Juli 2024   09:02 Diperbarui: 17 Juli 2024   15:10 118
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) | KOMPAS.com/DYLAN APRIALDO RACHMAN

Sejumlah nama yang sudah dikenal publik maupun belum sama sekali tampil, mendaftar untuk menjadi pimpinan KPK Periode Tahun 2024-2029. Panitia seleksi, secara resmi sudah menutup pendaftaran dan dengan demikian akan bergulirlah tahapan seleksi berikutnya, yang nantinya akan memunculkan 10 nama calon untuk diajukan ke Dewan Perwakilan Rakyat. Dari senayan inilah akan terpilih 5 pimpinan KPK yang baru.

Saya sudah beberapa kali menulis terkait "yang idealnya" bagi pimpinan KPK (salah satunya berjudul Sudah Selesai dengan Sendirinya, Sosok Ideal Pimpinan KPK, Artikel Utama tanggal 20 Juni 2024). 

Pada intinya, menjadi pimpinan KPK harus lengkap (semua karakter kepemimpinan harus dimiliki), dengan plus kejujuran, integritas dan sudah menjadi dirinya sendiri. Artinya, ia tidak lagi ada kepentingan apapun, jauh dari area conflict of interest.

Kali ini saya menambah kriteria untuk menjadi pimpinan KPK, di tengah kondisi lembaga anti rasuah yang "perlu recovery", dari keterpurukan.

Dikutip dari Tempo.co Wakil Ketua Komisi Pemberantasan Korupsi atau KPK Alexander Marwata mengatakan dirinya telah gagal memberantas korupsi. Penilaian itu dia sampaikan setelah kira-kira delapan tahun menjabat sebagai pimpinan KPK sejak 2015. Alex membicarakan kegagalannya itu dalam rapat kerja bersama Komisi III DPR RI. 

"Saya harus mengakui, secara pribadi 8 tahun saya di KPK kalau ditanya, apakah Pak Alex berhasil? Saya tidak akan sungkan-sungkan, saya gagal memberantas korupsi, Bapak, Ibu sekalian. Gagal," kata Alex dalam rapat di kompleks parlemen Senayan, Jakarta pada Senin, 1 Juli 2024.

Walaupun itu pendapat pribadi, tentunya bagi publik itu menjadi cermin secara kelembagaan. Bila sudah demikian, maka pimpinan KPK lima tahun ke depan, haruslah figur yang tidak biasa saja. Ia harus luar biasa, dalam kontruksi paradigma out of the box. Ia harus menjadi pendobrak dalam alur yang biasa-biasa saja. Ibarat seorang jagal sapi, ia harus mengasah goloknya, sepuluh kali dari biasanya.

Figur pemberantas korupsi, terlebih figur pimpinan KPK, bukan hanya harus mengalergikan diri dengan segala bentuk KKN, namun juga terjiwai oleh semangat "malu" bila dalam perjalanan menjalankan amanah ada hal yang dinilai bersentuhan dengan pelanggaran etik di depan Majelis Sidang Kode Etik. Intinya, ia harus figur yang memiliki standar etik di atas rata-rata seorang pimpinan.

Bila sudah demikian, benarlah kiranya yang dikatakan Profesor Satjipto Rahadjo, dikutip dari hukum.online, bahwa tindak pidana korupsi adalah extra ordinary crime, selain membutuhkan perangkat aturan yang lebih bagus juga memerlukan extra ordinary people. 

Misalnya Hakim Bismar Siregar, menjatuhkan sanksi denda yang lebih berat dari ketentuan undang-undang. Tak gentar dia berkata "selama di ruang sidang, sayalah Undang-Undangnya." 

Hukum tak hanya sebatas ketentuan pasal perpasal tapi juga rasa kemanusiaan dan keadilan. Jadi, kita butuh hakim yang gendeng, jaksa yang edan dan advokat yang sinting.

Apa yang dikatakan Prof Satjipto, tentang "kata gendeng-edan-sinting" saya maknakan sebagai bentuk sarkasme, bentuk sindiran yang penuh dengan motivasi. Bukan pada konteks negatif, namun dalam frame, out of the box tadi. Jangan menjadi yang biasa-biasa saja, mengikuti kebiasaan yang sudah-sudah, karena "medan" dan "rimba korupsi" di negeri ini, membutuhkan orang-orang seperti yang disebut Prof Satjipto tadi.

Jangan sampai digadaikan dengan memilih calon pimpinan KPK untuk lima tahun ke depan, sebagai formalitas untuk pengisian jabatan kelembagaan, guna memenuhi branding negara Indonesia sebagai negara yang anti korupsi.

Paradigma out of the box, dalam konteks pemberantasan tindak pidana korupsi oleh KPK, tidak hanya sekadar menjalankan tugas dan kewenangan sebagaimana diatur dalam Undang-Undang Nomor 19 Tahun 2019, namun lebih pada sikap yang tidak memberikan sedikitpun ruang pada perilaku korup.

Jadi harus berani melabrak siapa saja, setelah melalui proses pembuktian yang seterang cahaya, in criminalibus pribatinones bedent esse luce clariores, salah satu asas hukum pidana yang sering disampaikan oleh Prof Eddy Hiariej, Guru Besar Hukum Pidana UGM. Sehingga justru tidak kontraproduktif yang memicu terjadinya persoalan baru, berupa kontra antar lembaga, misalnya.

Ketika pembuktian dalam tindak pidana sudah seterang cahaya, maka akan menjadi pembelaan publik. Sebaliknya, asal menersangkakan seseorang, yang berujung lemahnya dalam pembuktian, akan berujung pada sikap nir-empati dan itu bukan pada konteks out of the box. Siapa sosok yang seperti ini? Kepada Panitia Seleksi kita menumpu harapan. 

Bukan hal yang mustahil, dengan gebrakan-gebrakan dari pimpinan KPK yang terpilih nantinya ini, bisa mengentaskan korupsi dari negeri ini, sehingga anggaran dari negara bisa dioptimalkan untuk kemakmuran, tidak dinikmati terus oleh tikus-tikus yang menyebalkan alias para koruptor.

Salam Anti Korupsi

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Hukum Selengkapnya
Lihat Hukum Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun