Hari Selasa, 2 Juli 2024 merupakan hari Kedua rombongan kecil dari Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) ada di Kota Sorong. Rombongan kecil ini merupakan Satuan Tugas Pencegahan dan Satuan Tugas Penindakan Korsup-KPK RI. Mereka, berkolaborasi, membawa bendera tematik pendalaman pengadaan barang dan jasa di Pemerintah Kota Sorong.Â
Kegiatan sepanjang hari dari jam 10.00 untuk sesi pertama (pendalaman Pengadaan Barang dan Jasa) dan sesi kedua dari jam 14.00 sampai 19.00 WIT, terkait perizinan.
Kegiatan Sesi Pertama
Stakeholder yang ditemui yaitu Inspektur, Kepala Bappeda, Kepala BPKAD, UKPBJ, Dinas terkait proyek strategis 2024 (PUPR, Dinkes, Disdik) serta Kabag Hukum Kota Sorong.
Seperti halnya tulisan saya kemarin, Kolaborasi Korsup KPK-RI di Tanah Papua: Ada Asas Contrarius Actus, yang diharapkan bisa menjadi benchmarking daerah lain dalam pencegahan korupsi, maka di hari kedua ini, harapannya bisa meneguhkan semangat tersebut. Terlebih pada kegiatan yang dilaksanakan di Kantor Walikota Sorong, memetakan proyek strategis. Proyek yang bisa berdampak dan dirasakan langsung manfaatnya oleh masyarakat, khususnya bagi warga Kota Sorong.
Terkait dengan Pengadaan Barang dan Jasa, Kasatgas Pencegahan Korsup KPK-RI, Dian Patria memaparkan, beberapa titik rawannya, di antaranya masalah mark up (tidak ada harga pembanding/harga pembanding direkayasa, tiada ada review standar satuan harga), pemilik Perusahaan pemenang tender punya track record buruk, gugatan atas penghentian proyek dengan deviasi yang besar dan tidak bisa diselesaikan dalam sisa umur proyek, proyek mangkrak dan proyek titipan.
Kepala Bidang UKPBJ Kabupaten Sorong, Jesy menyebutkan tugas utamanya meliputi pengelolaan keseluruhan proses pengadaan barang dan jasa di lingkungan Kota Sorong. Dikatakan Pengadaan Barang dan Jasa strategis, salah satunya dengan indikator nilainya yang besar dan mempunyai dampak luas bagi masyarakat sert besar potensinya untuk terjadinya korupsi.
Ada 10 paket proyek strategis pemerintah Kota Sorong untuk tahun anggaran 2024 ini, di antaranya rehabilitasi drainase Jalan Perwakilan dengan pagu Rp. 8,6 Miliar, Penambahan RKB SD Negeri pagu Rp 3,8 Miliar dan Pembangunan Gedung Puskesmas Remu pagu Rp. 1,8 Miliar, Pembangunan Gedung Kelas Rawat Inap Standar 2 lantai RSUD Sele Be Solu, Pagu Rp. 11,8 Miliar.
Terkait audit probity, Inspektur Kota Sorong Ruddy, menjelaskan untuk sekarang masih dalam tahap pembentukan Tim. Direncanakan, sesuai dengan arahan dari Korsup KPK minimal dilakukan audit probity untuk 5 (lima) proyek strategis tadi sebagai salah satu ujud pengawasan Inspektorat.
Untuk proyek yang mangkrak, ditekankan oleh Kasatgas Pencegahan Korsup KPK untuk dilihat kembali, akar masalahnya. Diperlukan pendalaman dokumen dan pengecekan di lapangan untuk mengetahui progresnya.Â
Kontruksi yang bisa dinarasikan atas peran Korsup-KPK-RI dari kegiatan kolaborasi di Kota Sorong dalam pengadaan barang dan jasa adalah sebagai berikut:
Pertama, Korsup KPK-RI mendorong penyelesaian proyek strategis di Kota Sorong untuk tahun 2024 ini ada 10 proyek strategis yang tengah dilakukan oleh UKPBJ Â Kota Sorong, di bawah pengawasn inspektorat yang mengawasi dengan menunjuk 5 proyek strategis tadi melalui audit probity.
Kedua, diperlukan adanya keterbukaan dari OPD maupun komitmen dari decision maker, atas pelaksanaan proyek strategis. Beberapa kekurangan, menyangkut sumber daya di UKPBJ yang membutuhkan kompetensi, kaitannya dengan sertifikasi, sehingga bisa membantu proses pengadaan yang bisa menutup celah potensi terjadinya korupsi.
Ketiga, Korsup KPK-RI mendorong perlunya transparansi dalam penentuan proyek strategis, karena dalam tataran perencanaan sudah dapat diketahui oleh Inspektorat sebagai pengawas.Â
Sebagai pembanding, di Jayapura sudah menyebutkan indikator, sehingga bisa diketahui target yang akan dicapai. Mengedepankan pencegahan korupsi sejak dari perencanaan. Sehingga, dalam tahun berjalan, proyek strategis yang dilaksanakan atas dasar indikator dan target yang bisa dipantau oleh fungsi pengawasan.
Sesi Kedua
Bagaimana dengan peran kolaborasi Korsup KPK-RI dalam mendorong peningkatan Pendapatan Asli Daerah (PAD) dari sektor pajak? Tim langsung turun ke lapangan, salah satunya ke kantor Dinas Penanaman Modal  dan Pelayanan Terpadu Satu Pintu. Dari kantor ini, diperoleh data beberapa wajib pajak yang belum membayar kewajibannya.Â
Dari keterangan petugas DPMPTS Â dari sebagian wajib pajak yang sudah membuat pernyataan untuk pelunasan, namun ada juga yang hanya janji-janji untuk pelunasan, sehingga perlu ada dorongan dari Satgas Kolaborasi Korsup KPK RI.
Terkait masalah tunggakan pajak, bisa diibaratkan seperti puncak gunung es, yang terlihat di permukaan saja, namun di bawah permukaan lebih besar.Â
Permasalahan yang mendasar pada konteks ini, benarkah wajib pajak tersebut "belum" membayar, atau ada pengkondisian, sehingga pengusaha yang merupakan wajib pajak tersebut berani "menunda" pembayaran? Asumsi yang bisa terjadi, sangat mungkin jajaran birokrat mengetahui hal tersebut. Tentu ada istilah "tahu" sama tahu.
Sebagai peringatan, disampaikan kepada para pengusaha yang merupakan wajib pajak "bandel bayar pajak" dan pihak birokrat untuk tidak bermain di area abu-abu tersebut, karena ada risiko hukumnya. Bisa diproses dalam ranah hukum pidana maupun sampai pada korupsi bila "pelaku"nya melibatkan penyelenggara negara yang terlibat langsung maupun berkonspirasi turut melakukan sesuai dengan Pasal 55 dan atau 56 KUHP.
Terungkap ada 16 wajib pajak menunggak pembayaran restibusi minol (minuman alkohol) senilai hamper Rp. 1,5 Miliar dan pajak hotel dan restoran serta PBB sekitar Rp. 3,5 miliar.Â
Sebagai bentuk komitmen untuk mendorong dalam menaikan pendapat asli daerah, Tim Satgas Kolaborasi memutuskan untuk melakukan pendampingan penagihan kewajiban bayar restribusi maupun pajak tersebut di 11 lokasi wajib pajak. Hasilnya, di antara wajib pajak ada yang langsung membuat komitmen untuk membayar kewajiban meski dengan cara mengangsur.
Dari rangkaian kegiatan sesi dua ini, Tim Kolaborasi juga menangkap sinyal adanya dugaan kebocoran penerimaan pajak daerah. Hal ini dilihat dari beberapa indikasi yang salah satunya adalah kepatuhan wajib pajak ketika ditagih, berusaha untuk memenuhi kewajibannya, sementara di sisi lain jajaran pemkot justru "kurang responsif". Bisa jadi, dugaan adanya konspirasi, kong-kalikong, atau justru menjadikan wajib pajak sebagai mesin ATM, adalah sebagai fakta, bukan sebagai mitos.
Tentu ini menjadi salah satu entry point bagi jajaran birokrat di semua wilayah di Indonesia, sebenarnya sudah mengetahui gelagat dan modus aparaturnya atau memang tutup mata dan tutup telinga, membiarkan salah satu sumber pendapatan asli daerahnya, justru "dibocorkan" oleh orang dalam sendiri?
Terhadap hal tersebut, tentunya perlu ada action plan bagi Komisi Pemberantasan Korupsi, melalui Kedeputian Korsup KPK-RI untuk merumuskan konsep penanganannya, tentunya dengan out put turunnya kebijakan dan sikap serta political will pemerintah daerah untuk terus meningkatkan pendapatan asli daerah tanpa digerogoti oleh kepentingan-kepentingan tertentu.
Salam Anti Korupsi, dari Sorong
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H