Mohon tunggu...
Dr. Herie Purwanto
Dr. Herie Purwanto Mohon Tunggu... Penegak Hukum - PNYD di KPK (2016 sd. Sekarang)

Bismilah, Menulis tentang : - Korupsi dan Bunga Rampai (2022) - Korupsi (2023) - Hukum dan Korupsi (22 Oktober 2024 sd. sekarang) - Sebelum aktif di Kompasiana (2022), menulis di Jawa Pos, Suara Merdeka, Tribun dan Beberapa Media Internal Kepolisian. (Masuk Dalam Peringkat #50 Besar dari 4.718.154 Kompasianer Tahun 2023)

Selanjutnya

Tutup

Hukum Artikel Utama

Kolaborasi Korsup KPK-RI di Tanah Papua (2): Bisa Jadi Ada Kongkalikong

2 Juli 2024   18:50 Diperbarui: 4 Juli 2024   07:20 388
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Sebagai peringatan, disampaikan kepada para pengusaha yang merupakan wajib pajak "bandel bayar pajak" dan pihak birokrat untuk tidak bermain di area abu-abu tersebut, karena ada risiko hukumnya. Bisa diproses dalam ranah hukum pidana maupun sampai pada korupsi bila "pelaku"nya melibatkan penyelenggara negara yang terlibat langsung maupun berkonspirasi turut melakukan sesuai dengan Pasal 55 dan atau 56 KUHP.

Terungkap ada 16 wajib pajak menunggak pembayaran restibusi minol (minuman alkohol) senilai hamper Rp. 1,5 Miliar dan pajak hotel dan restoran serta PBB sekitar Rp. 3,5 miliar. 

Sebagai bentuk komitmen untuk mendorong dalam menaikan pendapat asli daerah, Tim Satgas Kolaborasi memutuskan untuk melakukan pendampingan penagihan kewajiban bayar restribusi maupun pajak tersebut di 11 lokasi wajib pajak. Hasilnya, di antara wajib pajak ada yang langsung membuat komitmen untuk membayar kewajiban meski dengan cara mengangsur.

Dari rangkaian kegiatan sesi dua ini, Tim Kolaborasi juga menangkap sinyal adanya dugaan kebocoran penerimaan pajak daerah. Hal ini dilihat dari beberapa indikasi yang salah satunya adalah kepatuhan wajib pajak ketika ditagih, berusaha untuk memenuhi kewajibannya, sementara di sisi lain jajaran pemkot justru "kurang responsif". Bisa jadi, dugaan adanya konspirasi, kong-kalikong, atau justru menjadikan wajib pajak sebagai mesin ATM, adalah sebagai fakta, bukan sebagai mitos.

Tentu ini menjadi salah satu entry point bagi jajaran birokrat di semua wilayah di Indonesia, sebenarnya sudah mengetahui gelagat dan modus aparaturnya atau memang tutup mata dan tutup telinga, membiarkan salah satu sumber pendapatan asli daerahnya, justru "dibocorkan" oleh orang dalam sendiri?

Terhadap hal tersebut, tentunya perlu ada action plan bagi Komisi Pemberantasan Korupsi, melalui Kedeputian Korsup KPK-RI untuk merumuskan konsep penanganannya, tentunya dengan out put turunnya kebijakan dan sikap serta political will pemerintah daerah untuk terus meningkatkan pendapatan asli daerah tanpa digerogoti oleh kepentingan-kepentingan tertentu.

Salam Anti Korupsi, dari Sorong

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Hukum Selengkapnya
Lihat Hukum Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun