Demikian halnya ketika perkara dugaan korupsi tadi mandeg alias mangkrak ada hambatan ketika ditangani oleh Penyidik Kejaksaan, entah karena sesuatu hal, KPK harus tampil mengambil alih. Karena organ KPK di desain adanya Penyidik dan Penuntut Umum satu atap, sehingga memudahkan persamaan persepsi atau mengatasi hambatan-hambatan non teknis dalam penyidikan yang dihadapi oleh penyidik asal dugaan korupsi tadi ditangani.
Sebagaimana diberitakan rri.co.id, berkas perkara bagi lima tersangka kasus korupsi RS Pratama Boking Kabupaten Timor Tengah Selatan (TTS), NTT dirampungkan penyidik Subdit III/Tipikor Ditreskrimsus Polda NTT. Pasca menahan lima tersangka, polisi melengkapi berkas dan segera dilimpahkan ke jaksa penuntut umum (JPU) Kejaksaan Tinggi NTT. "Penyidik segera merampungkan berkas perkara untuk kembali dikirim ke JPU," ujar Kapolda NTT, Irjen Pol Johni Asadoma di Polda NTT, saat Konfensi Pers, Kamis (26/10/2023). Menurut Kapolda Penyidik sudah melimpahkan berkas perkara pada 4 Agustus 2023 lalu. Namun dikembalikan JPU pada 24 Agustus dengan sejumlah petunjuk.
Perkara tersebut belum juga tuntas sampai detik ini, salah satunya adalah petunjuk dari JPU agar dihadirkan Ahli lain yang bisa menghitung ulang kerugian atas bangunan Rumah Sakit yang masih bisa dimanfaatkan. KPK yang mensupervisi perkara tersebut sejak tahun 2022, menjembatinya dengan menfasilitasi Ahli untuk Kembali melakukan pengecekan fisik di RS Booking, pada tanggal 4 sampai 10 Juni 2024. Hasil dari Laporan Ahli nantinya, yang diperkirakan awal Juli 2024 ini, bisa memenuhi permintaan JPU dan menjadikan dasar untuk diterimanya perkara guna diajukan ke Persidangan.
Bagaimana KPK bisa memantau sebuah perkara Korupsi di Kejaksaan atau Kepolisian ada hambatan sehingga perlu dikordinasikan bahkan disupervisi KPK? Jawabnya pada edisi 2, InshaAlloh besok.
Salam Anti Korupsi
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H