Mohon tunggu...
Dr. Herie Purwanto
Dr. Herie Purwanto Mohon Tunggu... Penegak Hukum - PNYD di KPK (2016 sd. Sekarang)

Bismilah, Menulis Tentang Korupsi

Selanjutnya

Tutup

Hukum Artikel Utama

Mind Set Judi pada Diri Koruptor

21 Juni 2024   08:55 Diperbarui: 25 Juni 2024   12:57 445
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Ilustrasi judi online, judi bola.(SHUTTERSTOCK/WPADINGTON via KOMPAS.com)

Begitu saya tulis data judi online 2023 pada mesin telusur Google, muncul narasi disertai deretan angka sebagai berikut: sepanjang 2023 PPATK menemukan ada sekitar 168 juta transaksi terkait judi online, dengan nilai total transaksi Rp327 triliun.

PPATK juga menyatakan pada 2023 ada sekitar 3,29 juta orang di Indonesia yang bermain judi online, dan sebagiannya melakukan penyalahgunaan rekening.

Berikutnya saya tulis lagi kerugian negara akibat korupsi tahun 2023 muncul: ICW juga mencatat, total potensi kerugian negara akibat kasus korupsi tahun 2023 mencapai Rp28,4 triliun.

Melihat data tersebut, tentu yang segera muncul di benak kita adalah, korupsi yang selama ini terstigma sebagai salah satu bentuk kejahatan yang sudah memprihatinkan bagi negara kita, menjadi lebih terjengah lagi ketika tersaji data total transaksi judi online hampir 11 kali lipat dari korupsi.

Makanya, tepat adanya political will dari pemerintah untuk memberangus judi online tadi, salah satu action-nya adalah dengan pembentukan Satuan Tugas dengan gerak cepat membekukan rekening yang diduga ada kaitan dengan judi online.

Tentu membandingkan keduanya, antara judi dan korupsi kurang relevan karena memang dari aspek rumpun dan modusnya berbeda. Sehingga tidak matching bila dipaksakan untuk dianalisis korelasi keduanya.

Fakta Empiris

Namun pada sisi lain, dari aspek empiris saya sebagai penyidik tindak pidana korupsi, ada sebuah fakta menarik yaitu beberapa tersangka kasus korupsi, di depan penyidik dan tertuang dalam Berita Acara Pemeriksaan, ketika ditanya digunakan apa saja uang hasil korupsi, jawabnya: Ada yang digunakan untuk perjudian on line. Inikah yang akan dibahas pada artikel ini? Bukan.

Yang akan dikulik adalah fakta nekad melakukan korupsi karena menumpu pada harapan yang seirama dan menjadi unsur utama dari perjudian, yaitu untung-untungan. Mengharap menang ketika melakukan judi sebangun dengan narasi mengharap aman tidak ditangkap ketika melakukan korupsi.

Memang belum ada penelitian atau data yang bisa saya pergunakan untuk menunjukan kausalitas niat saat akan melakukan korupsi dengan sikap untung-untungan dengan harapan tidak apes atau sial/kurang beruntung-bahasa Jawa.

Ini sudah menjadi pameo publik, bahwa ketika seseorang ditangkap karena kasus korupsi, terceletuk "apes itu orang, maka ketangkap. Yang tidak ketangkap masih lebih banyak."

Kalimat seperti ini memberikan makna lain, bahwa masih banyak koruptor yang berkeliaran, menikmati hasil korupsi-nya dan belum atau tidak (?) terjamah oleh hukum? Benarkah kalimat ini bisa dibuat menjadi sebuah hipotesa?

Dikutip dari Kompas.com, Wakil Ketua Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) Alexander Marwata menyebut koruptor yang terjaring operasi tangkap tangan (OTT) bukan kejadian luar biasa, melainkan apes. Dikatakan juga, dalam pembicaraannya dengan orang yang terjaring OTT mereka  menyebut pejabat lainnya juga melakukan korupsi.

Apa artinya? Kalimat tadi, bukan kalimat bersayap sehingga susah untuk dipahami. Jelas dan gamblang, maknanya adalah banyak pejabat yang melakukan korupsi dan belum tertangkap, makanya bila tertangkap, apes namanya.

Sehingga bisa disebutkan dalam literatur hukum, bahwa secara sadar dan sengaja perbuatan diawali dengan niat jahat atau mens rea.

Bisa dibayangkan, bagaimana orang melakukan kejahatan diawali dengan munculnya sikap batin, kesadaran dan sebuah kesengajaan? Maka yang terjadi adalah ia tidak lagi melihat dirinya sesungguhnya sudah punya banyak harta. Yang ada adalah ia gunakan kesempatan untuk mendapat uang, uang dan uang. 

Dari melimpahnya uang ini, digunakan untuk pemuasaan diri, keluarga dan bisa jadi ia setorkan pada kelompok atau golongan atau atasannya untuk melanggengkan jabatan dan kewenangannya.

Begitulah bila hasrat melakukan korupsi yang tidak lagi takut akan dampaknya. Tidak ragu korupsi, dengan mengadu untung. Ketangkap, tidak, ketangkap, tidak, ketangkap, tidak. Bila ketangkap, ya sudah merasa apes tadi.

Sama seperti awal akan berjudi, dia menghadapi dua kemungkinan dengan sadar: menang atau kalah. Ia pun sadar risikonya. Dua-dua-nya, penjudi dan koruptor sadar ia bisa jatuh di lembah kesengsaraan. Tapi kenapa tetap banyak yang nekad melakukannya?

Adakah diantara mereka merasa bahwa perbuatannya bukan sebagai perbuatan yang bisa dihukum?

Bilapun ada yang merasa demikian, maka berlakulah ignorantia juris non excusat-ketidaktahuan akan hukum tidak dimaafkan. Karena sebelum pemberlakuan undang-undang, moneat lex, priusquam feriat- undang-undang harus disosialisasikan terlebih dahulu sebelum digunakan.

Salam Anti Korupsi

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Hukum Selengkapnya
Lihat Hukum Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun