Panitia Seleksi Pimpinan dan Dewan Pengawas KPK sudah mulai bekerja.
Tentunya, kepada Pansel ini dibebankan terpilihnya Pimpinan dan Dewan Pengawas KPK yang bisa membawa Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) pada "fitrah" dan jati dirinya serta on the track, menjadi garda depan dalam pemberantasan korupsi di negeri ini.
Negara menghadirkan KPK tiada lain dan tiada bukan, untuk menisbikan atau meminimalisir korupsi.
Tanpa harus menunjukan data, publik sudah bisa membuat kesimpulan bagaimana lembaga anti rasuah sekarang ini bekerja.
Intinya, sebagaimana menjadi catatan sederet persoalan kini tengah menerpa tubuh Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK), mesti dari mana kita urai untuk perbaikan?
Sepertinya tulisan saya ini, lebih pada harapan idealnya, tanpa harus menoleh ke belakang, di mana beragam permasalahan terjadi, utamanya menyangkut aspek kepemimpinan.
Pertama, sangat kontraproduktif dengan intisari dari penegakan hukum, khususnya dalam pemberantasan korupsi yaitu sikap tidak punya malu.
Siapapun yang menduduki jabatan sebagai Pimpinan maupun Dewan Pengawas KPK, bila sudah dinyatakan melakukan pelanggaran kode etik, apapun jenisnya, maka jiwa besarnya harus menanggung itu semua dengan sikap positif dan memberi keteladanan.Â
Keluar dengan hormat. Karena hakikatnya, pimpinan yang pernah membuat cela, maka sejatinya, integritas-nya sudah jatuh, baik di lingkungan internal maupun publik.
Kondisi ini harus jauh hari disadari oleh siapapun yang ingin menjadi Pimpinan dan Dewan Pengawas KPK. Bila dikembalikan bahwa setiap manusia bisa berbuat salah, adagium ini seolah tidak berlaku bagi Pimpinan dan Dewan Pengawas KPK.
Terlebih, bila Kode Etik yang dilanggar, sudah bersentuhan dan masuk dalam ranah nilai-nilai integritas yang sangat dijunjungi tinggi di lembaga anti rasuah tadi.
Kedua, mereka yang terpilih sebagai Pimpinan dan Dewan Pengawas KPK, merupakan pribadi-pribadi yang tidak lagi memiliki kepentingan-kepentingan yang bersinggungan dengan beragam masalah.Â
Dengan Bahasa lain, mereka yang harus dipilih oleh Panitia Seleksi adalah mereka yang telah "selesai dengan sendiri-nya."
Mereka tidak terbebani masalah ekonomi, afiliansi ke kelompok atau golongan tertentu, serta jauh dari conflict of interest. Mereka tidak lagi mempunyai ikatan-ikatan emosional atau politik balas budi.
Ketiga, tidak ada jaminan, kondisi seseorang yang "saat ini" adalah pejuang dan anti korupsi, di mata publik, akan bisa membawa KPK pada kondisi yang seharusnya atau on the track.
Banyak contoh mereka yang belum ada kesempatan menikmati kue korupsi, berteriak lantang dan memosisikan diri sebagai anti korup, namun setelah ada kesempatan, terjebak juga ia dalam lingkaran korupsi. Korupsi, telah membuta mata dan hati mereka.
Dari sini, Panitia Seleksi harus jeli dan tidak terjebak pada pameo: pejuang anti korupsi, jaminan hebat ketika ia diberi kewenangan memberantas korupsi.
Keempat, dari aspek regulasi, saya lebih setuju dengan narasi, bahwa tidak ada aturan yang sempurna, justru manusialah yang menutup celah ketidaksempurnaan tersebut dengan hati nuraninya.
Maka, relevansinya dengan Undang-Undang Nomor 19 Tahun 2019, sejatinya siapapun orang-orang pelaksananya, bila landasan bekerjanya adalah hati nuraninya, maka akan menjadi pelengkap atau penyempurnaan atas kelemahan UU tersebut.
Apakah ada jaminan bila UU diubah, semua masalah teratasi dan komisi anti rasuah bisa lebih hebat dari sekarang? Jadi Undang-undangnya atau manusia pelaksananya?
Bila menggunakan pandangan moderat, undang-undang dirubah didukung manusia pelaksananya yang berhati nurani serta komitmen tinggi dalam pemberantasan korupsi, yakinkah juga korupsi negeri ini akan hilang atau terminimalisir?
Anggaplah, ketika undang-undang sebagai produk hukum itu penuh kelemahan, bahkan diibaratkan hukum tertidur sekalipun, ia, Sang Pimpinan bisa untuk menutup celahnya, hingga hukum tidak pernah mati dalam kondisi apapun- darmiunt aliquando leges, nunquam moriuntur.
Sebuah retorika namun selalu saja membuka ruang debat yang tiada ujungnya.
Salam Anti Korupsi
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H