Mohon tunggu...
Dr. Herie Purwanto
Dr. Herie Purwanto Mohon Tunggu... Penegak Hukum - PNYD di KPK (2016 sd. Sekarang)

Bismilah, Menulis tentang : - Korupsi dan Bunga Rampai (2022) - Korupsi (2023) - Hukum dan Korupsi (22 Oktober 2024 sd. sekarang) - Sebelum aktif di Kompasiana (2022), menulis di Jawa Pos, Suara Merdeka, Tribun dan Beberapa Media Internal Kepolisian. (Masuk Dalam Peringkat #50 Besar dari 4.718.154 Kompasianer Tahun 2023)

Selanjutnya

Tutup

Hukum Artikel Utama

Inilah Salah Satu Sebab Perkara Korupsi Jalan di Tempat

5 Maret 2024   08:38 Diperbarui: 5 Maret 2024   12:56 503
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Untuk lebih menjelaskan dan memudahkan deskripsinya sebagai berikut:

Bahwa sebuah perkara dugaan tindak pidana korupsi, bila sudah dalam tahap penyidikan, maka tahap berikutnya adalah penuntutan sebelum kemudian diajukan dalam pemeriksaan di persidangan. Yang menjadi masalah dan ini sering terjadi adalah sebagai berikut:

Pertama, berkas perkara sudah lengkap secara formil dan materiil, sudah melalui gelar perkara yang dihadiri pihak terkait (misalnya melibatkan Ahli Teknis, Ahli Pengadaan Barang dan Jasa, Ahli Penghitungan Kerugian Negara, dsbnya). 

Dari hasil gelar perkara ini, muncul perbedaan mengenai metode dalam penghitungan kerugian keuangan negara (PKKN), antara ahli penghitungan PKKN yang diajukan penyidik dengan Jaksa yang akan menuntut perkara a quo.

Kedua, perbedaan tersebut, tentunya menjadi sebuah dilema. Akankah perkara terhenti karena perbedaan dalam menentukan penghitungan kerugian keuangan negara tadi?

Solusi atas hal ini adalah kembali pada substansi pembuktian unsur adanya tindak pidana korupsi sebagaimana yang diatur dalam Pasal 2 dan 3 UU Tindak Pidana Korupsi adalah "adanya kerugian negara." 

Jadi, bilapun ada perbedaan pendapat apakah kerugian negara tadi dihitung secara total lost atau net loss, semestinya tidak perlu dikrusialkan sebagai perbedaan yang menghambat perkara tersebut untuk disidangkan. 

Bukankah yang berwenang nantinya untuk memutuskan berapa kerugian negara yang ditimbulkan dari perkara tersebut adalah hakim saat di persidangan?

Bukankah rumusan poin 6 dalam SEMA Nomor 4 tahun 2016 menyebutkan: "Dalam hal tertentu Hakim berdasarkan fakta persidangan dapat menilai adanya kerugian negara dan besarnya kerugian negara? Ini artinya, sepanjang "sudah ada kerugian negara" terlepas dengan metode yang "berbeda" dan menjadi bahan perdebatan, ujung-ujungnya dengan keyakinannya hakim-lah yang memegang otoritas untuk menentukan jumlah kerugian tersebut.

Jadi, bisa dianalogkan, perbedaan metode yang muncul, hanya menjadi "petunjuk" bagi Hakim dalam membantu untuk menguatkan keyakinannya sebelumnya menjatuhkan putusan. 

Hakim dalam persidangan tersebut bisa memperkuat keyakinannya dengan langsung menanyakan kepada Ahli Penghitungan KerugianKeuangan Negara.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Hukum Selengkapnya
Lihat Hukum Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun