Masalah penghentian penyidikan perkara korupsi yang ditangani oleh Komisi Pemberantasan Korupsi, sebagai mana diberitakan kompas.com terhadap salah satu dari enam yaitu perkara eks Rektor Universitas Airlangga (Unair), Fasichul Lisan yang tengah menderita penyakit berat.Â
KPK memutuskan untuk menghentikan penyidikan kasus pembangunan dan alat kesehatan di Rumah Sakit Pendidikan Universitas Airlangga yang menjeratnya jadi tersangka.Â
"Ini sudah kondisinya sudah stroke permanen, itu yang kita hentikan enam ini," kata Nawawi. Setidaknya menyisakan sebuah pertanyaan, apa yang mendasari Keputusan tersebut.
Apakah KPK menggunakan dasar hukum sebagaimana di atur dalam Pasal Pasal 109 ayat (2) KUHAP? Pasal ini  menyebutkan, "Dalam hal penyidik menghentikan penyidikan karena tidak terdapat cukup bukti atau peristiwa tersebut ternyata bukan merupakan tindak pidana atau penyidikan dihentikan demi hukum, maka penyidik memberitahukan hal itu kepada penuntut umum, tersangka atau keluarganya."
Bila dasar yang digunakan KPK adalah Pasal 109 ayat (2) KUHAP, tentulah itu sebuah kesalahan dalam penerapan hukum.Â
Substansi penghentian salah satu perkara tadi, dengan alasan tersangka sudah stroke permanan  dan perkaranya sudah lebih dari 2 (dua) tahun ditangani.Â
Atas dasar inilah, KPK menerapkan asas Lex specialis derogat legi generali adalah asas penafsiran hukum yang menyatakan bahwa hukum yang bersifat khusus (lex specialis) mengesampingkan hukum yang bersifat umum (lex generalis).Â
Artinya, KPK diberikan kewenangan oleh Undang-Undang, tidak menuruti Pasal 109 (2) KUHAP, namun dengan menggunakan dasar hukum tersendiri, yaitu Pasal 40 ayat (1) UU No 19 Tahun 2019 tentang KPK.
Redaksional atau bunyi pasal  40  ayat (1) UU No 19 Tahun 2019 Komisi Pemberantasan Korupsi dapat menghentikan penyidikan dan penuntutan terhadap perkara tindak pidana korupsi yang penyidikan dan penuntutannya tidak selesai dalam jangka waktu paling lama 2 (dua) tahun.