Mohon tunggu...
Dr. Herie Purwanto
Dr. Herie Purwanto Mohon Tunggu... Penegak Hukum - PNYD di KPK (2016 sd. Sekarang)

Bismilah, Menulis tentang : - Korupsi dan Bunga Rampai (2022) - Korupsi (2023) - Hukum dan Korupsi (22 Oktober 2024 sd. sekarang) - Sebelum aktif di Kompasiana (2022), menulis di Jawa Pos, Suara Merdeka, Tribun dan Beberapa Media Internal Kepolisian. (Masuk Dalam Peringkat #50 Besar dari 4.718.154 Kompasianer Tahun 2023)

Selanjutnya

Tutup

Humaniora Pilihan

Resolusi Anti Korupsi, Dari Diri Sendiri, Gimana Maksudnya?

4 Januari 2024   10:37 Diperbarui: 4 Januari 2024   10:49 513
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Ada kalanya, seseorang bekerja dalam lingkungan yang sebenarnya ia mengetahui tidak bersih dari korupsi. Namun, sepertinya tidak ada pilihan bagianya untuk lepas dari zona nyaman tadi. Diksi zona nyaman ini digunakan, karena merasa dengan bekerja di situ memeroleh penghasilan yang lebih dari cukup. Walaupun, bila ditanyakan pada hati kecil atau nuraninya, ia ingin pindah mencari pekerjaan yang lain.

Dorongan untuk pindah pekerjaan, pada lingkungan kerja yang bebas dari unsur-unsur korupsi, untuk sementara ia tahan-tahan. Seolah menunjukan bahwa kebutuhan akan perut, masih harus ia pertahankan. Ia bukan hanya menopang hidup untuk dirinya sendiri, namun juga ada istri dan dua anaknya yang membutuhkan biaya untuk hidup dan Pendidikan.

Ia mencoba, di tengah pekerjaannya untuk mengeliminir "uang yang tidak sah" masuk ke kantongnya. Namun teman-teman dan lingkungan kantornya justru mengejek dan menyebut "ndak usah sok suci." Begitu yang terus terngiang di kepalanya. Antara kenyataan yang harus diterima, dengan hati nurani selalu saling bersahutan.

Dilema seperti itu, dirasakan oleh Budi. Ia bertahun-tahun dalam kebimbangan. Sampai suatu hari sebuah sikap akan ia buat : saya harus resign, mencari pekerjaan yang tidak bertentangan dengan hati nurani.

Apa sebenarnya yang Budi kerjakan? Kantor tempat Budi bekerja merupakan kantor pemerintah yang memberikan pelayanan kepada masyarakat. Bersama dengan teman-teman se kantor, seperti sudah menjadi sebuah system, bahwa untuk pelayanan yang diberikan pada masyarakat tadi melalui beberapa tahapan. Tahapan-tahapan inilah yang kadang menjadikan masyarakat harus antri dan tidak sabar. Banyaknya masyarakat yang datang dan butuh pelayanan tadi, dimanfaatkan oleh oknum-oknum baik internal maupun biro jasa.

Melalui merekalah semua menjadi bisa dipercepat. Privilege yang diberikan, berimbas pada pembayaran yang lebih dari seharusnya.

Adanya praktek seperti ini bukan rahasia lagi, namun meskipun sudah dibuat regulasi, perbaikan system dan sebagainya, tetap saja praktek-praktek pemberian privilege tadi tetap terbuka dan ironisnya mind set sebagian masyarakat justru merasa terbantukan, sehingga seolah menjadi sebuah kerja sama yang saling menguntungkan atau symbiosis mutualisme.

Budi menjadi bagian dari simbiosis tadi. Maka, Ketika di kepalanya sudah bulat lahir sebuah Keputusan, membuat istrinya protes keras.

" Terus akan kerja di mana Mas? Tidak mudah cari kerjaan. "

Budi tidak bisa menjawab, namun satu keyakinan yang terkait dengan sikap batiniah terlahir dari pemahaman releginya, ia sudah menyimpulkan bulat-bulat : semua sudah ada yang mengatur, termasuk masalah rejeki, jadi kenapa mesti takut dan ragu?

Budi seperti mendapat pencerahan batin, ia tidak ragu lagi. Ia menginginkan sebuah pekerjaan, di mana tidak bertentangan dengan hati nuraninya. Karena dari situ, ia yakini akan diperoleh sebuah ketenangan yang akan berujung pada sebuah keberkahanan dalam hidup.   

Budi adalah simbol pribadi yang akan menjadi resolusi atas maraknya korupsi negeri ini. Bila kesadaran yang ada pada diri Budi dimiliki oleh Budi-Budi lain, apalagi dengan jabatan yang tinggi sebagai penyelenggara negara dan pegawai negeri, maka akan menjadi sebuah gerakan moral dalam mengikis korupsi yang lebih besar di negeri ini.

Memang, korupsi bisa dilawan dan diberangus mulai dari diri sendiri. Siapapun orangnya, bila di dalam perilakunya masih "membenarkan" cara-cara yang curang, senang "menyuap" untuk memeroleh kemudahan-kemudahan, maka sejatinya ia berada dalam satu rumpun yang disebut sebagai rumpun koruptor. Bila masih yang kecil-kecil itu benih, yang bila dibiarkan akan mengakar, kuat dan kokoh sebagai koruptor tadi.

Salam Anti Korupsi

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun