Mohon tunggu...
Dr. Herie Purwanto
Dr. Herie Purwanto Mohon Tunggu... Penegak Hukum - PNYD di KPK (2016 sd. Sekarang)

Bismillah, Menulis Seputar Hukum dan Korupsi

Selanjutnya

Tutup

Hukum Artikel Utama

Zero Tolerance, Harapan pada Nakhoda Baru KPK

28 November 2023   09:14 Diperbarui: 28 November 2023   11:58 388
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Nawawi Pomolango mengucapkan sumpah sebagai Ketua KPK sementara di hadapan Presiden Joko Widodo di Istana Negara, Jakarta, Senin (27/11/2023). (KOMPAS/NINA SUSILO)

Koordinator Staf Khusus Presiden, Ari Dwipayana mengatakan, penetapan Nawawi Pomolango sebagai Ketua Sementara Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) sudah sesuai koridor hukum. Hal tersebut disampaikannya menanggapi adanya dugaan bahwa penunjukan Nawawi berpotensi cacat hukum. 

Ari menjelaskan, penetapan Nawawi Pomolango sebagai Ketua Sementara KPK merujuk pada Pasal 33A (ayat 5) Perppu Nomor 1 Tahun 2015 Tentang Perubahan atas Undang-undang (UU) Nomor 30 Tahun 2002 Tentang KPK. 

Dalam Perppu yang telah disahkan sebagai UU tersebut dinyatakan "Dalam hal kekosongan keanggotaan Pimpinan KPK menyangkut Ketua, Ketua Sementara dipilih dan ditetapkan oleh Presiden," dikutip dari Kompas.com.

Terlepas dari adanya pendapat tentang sah tidaknya penetapan Ketua Sementara Komisi Pemberantasan Korupsi, saya memandang substansinya saja. Yaitu nahkoda baru KPK, setelah siapapun di negeri ini mengetahui adanya ontran-ontran yang penuh kepahitan melanda lembaga anti rasuah tersebut.

Seorang nahkoda, sangat berperan dalam mengendalikan arah kapal. Ia juga yang akan menentukan bila terjadi kegentingan di tengah laut, misalnya saat ada badai yang datang. 

Foto Kompas.com
Foto Kompas.com

Apakah kapal akan tetap melaju dengan melawan badai, atau memutar haluan meski melambung menghindari badai tersebut. Sang nakhoda jugalah, yang menjadi tumpuan para penumpang kapal untuk sampai ke tujuan.

Demikian halnya, sosok Nawawi Pomolango, menjadi tumpuan bisa membawa kapal bernama KPK untuk mencapai visi KPK yaitu bersama elemen bangsa, mewujudkan Indonesia yang bersih dari korupsi. 

Sedangkan misi KPK adalah meningkatkan efisiensi dan efektivitas penegakan hukum dan menurunkan tingkat korupsi di Indonesia melalui koordinasi, supervisi, monitor, pencegahan, dan penindakan dengan peran serta seluruh elemen bangsa.

Meski sudah dibuktikan, bahwa KPK secara kelembagaan tetap bekerja secara profesional, di tengah "terjadinya badai" - hingga akhirnya penetapan Ketua KPK sebagai tersangka dugaan pemerasan terhadap mantan menteri pertanian SYL, dengan menunjukkan gigi dalam pemberantasan korupsi, melalui tiga OTT-Operasi Senyap yang beruntun serta penetapan beberapa tersangka baru.

Namun, secara psikologis apa yang terjadi tadi sangatlah menoreh luka yang teramat dalam. Banyak pertanyaan yang tentunya muncul, mengapa hal tersebut bisa terjadi? Mengapa? 

Ini menjadi catatan sangat hitam bagi perjalanan KPK maupun pemberantasan korupsi negeri ini. KPK yang identik dengan diksi integritas dan moral, seakan menjadi terhempas pada titik nadir perilaku. Sehingga menjadi sebuah kontraproduktif dari kerangka dasar perilaku pemberantas korupsi.

Memang Pegawai KPK bukan manusia tanpa bisa menafikan sebuah kesalahan, namun bila kesalahan tadi merupakan kebalikan dari nilai jual yang seharusnya, menjadi bertentangan dengan standar perilaku yang seharusnya dilakukan. Oleh karenanya, menjadi sebuah ironi dan sangat diperlukan sosok yang "tidak biasa-biasa saja", guna mengembalikan ruh dan kepercayaan.

Sosok yang tidak biasa-biasa saja tadi, idealnya sebagai berikut:

Pertama, menakhodai lembaga pemberantas korupsi harus sudah selesai dengan urusannya sendiri. Ia tidak boleh lagi "melirik" akan kebutuhan hidup, materialistis apalagi hedonism.

Kedua, mempunyai sikap "zero-tolerance" pada siapapun yang mempunyai indikasi melakukan korupsi. Tidak lagi memandang lembaga Negara mana, apa jabatan dan sebagainya. 

Karena negara telah memberikan amanat berupa UU Nomor 19/2019 tentang Komisi Pemberantasan Korupsi, yang menjadi pembeda dalam hal pemberian kewenangan untuk memberantas korupsi dibandingkan dengan dua koleganya yaitu Kejaksaan dan Kepolisian. 

Meskipun pada UU 19/2019 tadi, KPK sudah satu rumpun eksekutif dengan dua koleganya tadi, masih ada beberapa poin pasal yang memberikan delegasi kewenangan yang tidak dimiliki penegak hukum korupsi lainnya. Ini menjadi pelecut, KPK harus "memihak" pada prinsip keadilan, dengan tidak ada kompromi.

Ketiga, meskipun sifat kepemimpinan di lembaga KPK adalah kolektif kolegial, keberadaan Ketua KPK menjadi titik sentral dan bisa memberikan warna bagi berjalannya organisasi. 

Sangat dibutuhkan energi kepemimpinan, sehingga bisa mengoptimalkan operasional pemberantasan korupsi yang pada tataran pelaksana memang sudah berjalan selama ini. 

Potensi pada tataran pelaksana ini, tinggal diback-up, tanpa perlu lagi didorong-dorong. Justru sebaliknya, yang dibutuhkan adalah penguatan dari unsur pimpinan KPK, ketika pada sebuah proses pengungkapan sebuah perkara berjalan menemui hambatan-hambatan. 

Konsep bahwa tidak ada anak buah yang salah, yang salah adalah pimpinannya, akan berdampak pada motivasi dalam pemberantasan korupsi pada semua lini.

KPK ke depan, harus bisa menunjukkan jati dirinya kembali, baik secara kelembagaan maupun setiap pegawainya dari level terendah hingga pucuk pimpinan. Masih banyak pekerjaan rumah dalam pemberantasan korupsi di negeri ini, ketimbang terus meratapi atas apa yang telah terjadi.

Semangat, salam anti korupsi.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Hukum Selengkapnya
Lihat Hukum Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun