4) Dalam hal terdakwa tidak dapat membuktikan tentang kekayaan yang tidak seimbang dengan penghasilannya atau sumber penambahan kekayaannya, maka keterangan tersebut dapat digunakan untuk memperkuat alat bukti yang sudah ada bahwa terdakwa telah melakukan tindak pidana korupsi.
5) Dalam keadaan sebagaimana dimaksud dalam ayat (1), ayat (2), ayat (3), dan ayat (4), penuntut umum tetap berkewajiban untuk membuktikan dakwaannya.
Belum efektifnya Pasal 37 tersebut, dikarenakan masih menjadi "kebiasaan" dalam persidangan, pihak Jaksa Penuntut Umum-lah yang membuktikan terkait hubungan tindak pidana korupsi yang dilakukan dengan aset yang dimiliki oleh koruptor.Â
Dengan membuat secara khusus atau lex specialis, dibuat sedemikian rupa bahwa ketika koruptor duduk di kursi pemeriksaan persidangan, ialah yang wajib membuktikan aset-aset yang ia miliki diperoleh secara sah. Bila tidak mampu ia buktikan, tinggal dilakukan penyitaan atau sebagai pengganti.
Undang-undang tersendiri tadi sangat penting dalam menguatkan upaya pemiskinan koruptor, setelah upaya pemerintah mengajukan Undang-Undang Perampasan Aset yang hingga sekarang belum juga di sahkan.Â
Setidaknya, bila ada political will para stakeholder, Undang-Undang Perampasan Aset ditambah dengan Undang-Undang Pembuktian Terbalik, akan menjadi senjata Pamungkas untuk memerangi korupsi di negeri ini.
Salah satu parameter perlunya Undang-Undang Pembuktian Terbalik dibuat tersendiri, mendasar data Laporan Harta Kekayaan Penyelenggara Negara sangatlah tinggi, hampir mendekati 100% Penyelenggara Negara yang diwajibkan, melaporkannya.
Namun masalahnya, dalam pembuatan laporan tersebut, dinilai "masih ngawur", asal mengisi untuk menggugurkan kewajiban saja.
Kita lihat data dari KPK sebagai berikut. Jumlah Wajib LHKPN Tahun Lapor 2021 per 31 Desember 2022 adalah 382.020 orang, dengan jumlah yang telah menyampaikan LHKPN sebanyak 375.760 orang sehingga tingkat pelaporan LHKPN secara nasional sampai dengan tanggal tersebut sebesar 98.36%.Â
Untuk status pelaporan atas LHKPN yang diterima oleh KPK setelah dilakukan verifikasi administratif oleh Direktorat Pendaftaran dan Pemeriksaan LHKPN, jumlah yang telah dinyatakan lengkap sebanyak 364,713 orang sehingga tingkat kepatuhan LHKPN secara nasional sampai dengan tanggal tersebut sebesar 95.47%, dikutip dari kpk.go.id
Dengan melihat data tersebut, tersurat hampir 100% para pejabat, penyelenggara negara yang diwajibkan melaporkan harta kekayaannya benar-benar melakukan kewajibannya. Ini hal yang menggembirakan atas kepatuhan tersebut. Namun yang menjadi permasalahan adalah benarkah dalam pengisian harta kekayaan tersebut sesuai fakta?