Mohon tunggu...
Dr. Herie Purwanto
Dr. Herie Purwanto Mohon Tunggu... Penegak Hukum - PNYD di KPK (2016 sd. Sekarang)

Bismilah, Menulis tentang : - Korupsi dan Bunga Rampai (2022) - Korupsi (2023) - Hukum dan Korupsi (22 Oktober 2024 sd. sekarang) - Sebelum aktif di Kompasiana (2022), menulis di Jawa Pos, Suara Merdeka, Tribun dan Beberapa Media Internal Kepolisian. (Masuk Dalam Peringkat #50 Besar dari 4.718.154 Kompasianer Tahun 2023)

Selanjutnya

Tutup

Hukum Pilihan

Sebisanya Menjadi Mr Clean

14 November 2023   10:54 Diperbarui: 14 November 2023   11:07 172
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

KPK melakukan operasi tangkap tangan (OTT) terhadap Pj Bupati Sorong Yan Piet Mosso. OTT itu terkait dugaan kongkalikong audit Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) wilayah Papua Barat Daya. "Atas dugaan korupsi pengkondisian temuan dalam pemeriksaan dengan tujuan tertentu BPK untuk wilayah Propinsi Papua Barat Daya TA 2023," kata Kabag Pemberitaan KPK Ali Fikri kepada wartawan, Senin (13/11/2023). Selain Yan, KPK mengamankan perwakilan BPK Provinsi Papua Barat Daya. Total, ada lima orang yang diamankan dalam OTT ini, dikutip dari detik.com.

Sebelumnya, Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) membenarkan telah menetapkan Wakil Menteri Hukum dan Hak Asasi Manusia (Wamenkumham) Edward Omar Sharif Hiariej sebagai tersangka. Dia dijerat dengan pasal dugaan penerimaan suap dan gratifikasi. "Pada penetapan tersangka Wamenkumham, benar, itu sudah kami tanda tangani sekitar dua minggu yang lalu," kata Wakil Ketua KPK Alexander Marwata dalam konferensi pers di kantor KPK, Kamis (09/10).

Setidaknya dua kegiatan tersebut menunjukan pembenaran bahwa Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) masih melaksanakan tugasnya sebagaimana mestinya. Tidak terganggu oleh proses pemeriksaan beberapa pegawainya pada perkara dugaan pemerasan terhadap SYL yang ditangani penyidik Polda Metro Jaya. Tetap berjalannya tugas-tugas KPK tersebut, disebabkan sebagai berikut :

Pertama, unit kerja yang ada di Komisi Pemberantasan Korupsi, tidak tergantung sama sekali dengan profil petinggi atau pejabat tertentu. Dari pucuk pimpinan, dipegang secara kolektif, sehingga tidak mencerminkan profil top manager yang bersifat individu dan mengendalikan jalannya lembaga atau organisasi.

Kedua, sikap profesionalisme yang terbangun pada Pegawai Komisi, yang tegak lurus pada visi dan misi organisasi dan kemudian dijabarkan pada job diskripsi masing-masing unit kerja. Sehingga asumsi, kerja KPK menjadi terhambat atas perkara yang ditangani Polda Matro Jaya tadi, tidak benar. Pegawai di semua unit kerja tetap melakukan pekerjaan rutinnya sehingga proses bisnis lembaga tetap berjalan sebagaimana mestinya.

Ketiga, semangat yang terbangun bagi Pegawai Komisi adalah dalam kontruksi on the track pada hukum yang berlaku. Sehingga siapa dan apapun status Kepegawaian KPK, bila dihadapkan pada permasalahan hukum, diperlakukan sama, sebelum ditetapkan sebagai tersangka, selama yang bersangkutan tidak mengundurkan diri, maka lembaga tetap memosisikan hak dan kewajibannya pada porsinya. Lain masalah bila sudah ditetapkan sebagai tersangka, berlaku untuk jajaran Pimpinan, sebagaimana diatur dalam Pasal 32 ayat (2) UU Nomor 19 Tahun 2019 tentang Komisi Pemberantasan Korupsi, maka akan diberhentikan sementara dari jabatannya.

Dalam kondisi yang demikian, maka adanya desakan dari pihak-pihak tertentu, agar insan KPK  mundur dari jabatan bila diduga melakukan tindak pidana, belum terakomodir dalam aturan atau regulasi baik yang berupa peraturan secara internal maupun dalam bentuk undang-undang.

Waktu yang akhirnya terbuang untuk bolak-bolak mendatangi pemeriksaan dari penyidik, kemudian munculnya pemberitaan di media, secara manusiawi tentulah berpengaruh pada pribadi-pribadi yang sedang berhadapan dengan hukum tadi. Bila sudah demikian, sepertinya logis bila individu yang bersangkutan-lah yang secara hati nurani bisa menjawabnya dengan asas kepantasan dan sikap empati. Ada sebuah tanggungjawab moral, yang bisa saja ditunjukan pada publik berupa "pengunduran diri" untuk sementara agar ia benar-benar clear atas perkara hukum yang menimpanya.

Bila sikap ini yang diambil, tentulah akan banyak acungan jempol dan apresiasi. Namun, sepertinya bukan hal yang mudah untuk dilakukan, mengapa? Analisis saya sebagai berikut :

Pertama, adanya asas presumption of innoncence dalam hukum acara nasional kita, menjadi dasar pengakuan atas hak seseorang baik secara pribadi maupun di hadapan hukum, tetap dianggap sebagai pihak yang tidak bersalah, sampai ada putusan pengadilan memutuskan ia bersalah. Konsekuensi atas asas ini, tentu hak dan kewajiban yang melekat padanya masih ada dan ada padanya.

Kedua, masih adanya keyakinan dan sudah tersampaikan pada publik, ia tidak terlibat atau melakukan apa yang diasumsikan oleh publik. Ia harus mempertahankan sikapnya ini, sampai pada titik tertentu ketika ada fakta-fakta hukum berbicara.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Hukum Selengkapnya
Lihat Hukum Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun