Putusan  Nomor 70/PUU-XXI/2023 tanggal 31 Juli 2023 oleh karenanya, jika permohonan dikabulkan, maka nama UU 31/1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi, dalam batas penalaran yang wajar menjadi UU 31/1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi, Kolusi dan Nepotisme. Demikian juga dengan UU 30/2002 menjadi tentang Komisi Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi, Kolusi dan Nepotisme. Padahal, isi dari kedua undang-undang a quo sama sekali tidak membahas mengenai substansi tindak pidana kolusi dan nepotisme. Dengan menambahkan frasa "kolusi dan nepotisme" dalam nama atau judul UU 31/1999 dan UU 30/2002 menyebabkan ketidakjelasan undang-undang a quo. Oleh karena itu, menurut Mahkamah permintaan para Pemohon dalam petitumnya tidak bersesuaian dengan posita yang didalilkan. Dengan demikian, menurut Mahkamah permohonan para Pemohon harus dinyatakan tidak jelas atau kabur
Artinya, secara mudah dipahami bahwa frasa korupsi, tidak serta merta menyertakan dua norma lainnya yaitu kolusi dan nepotisme. Dengan analog, bila menjadi sebuah satu norma, maka bunyi Undang-Undang yang mengatur tentang pemberantasan tindak pidana korupsi, seharusnya menjadi Undang-Undang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi, Kolusi dan Nepotisme. Karena bukan sebagai satu norma tadi, maka pembentuk Undang-Undang memisahkannya, sebagaimana sudah disebut pada awal artikel ini. Yaitu adanya 2 Undang-Undang yang secara khusus menangani masalah korupsi dan undang-undang yang satunya menangani masalah kolusi dan nepotisme. Dua ruang yang berbeda.
Bila fakta hukumnya seperti ini, akankah pelaporan terkait tindak pidana nepotisme yang dilakukan salah satu elemen masyarakat pada KPK beberapa waktu yang lalu, hanya berhenti sebatas diterimanya laporan? Kemudian endingnya ditutup dengan pernyataan bahwa terhadap dugaan tindak pidana nepotisme ini, bukan menjadi kewenangan KPK, sehingga atas nama hukum, tidak bisa dilakukan ke proses selanjutnya? Bila KPK tidak berwenang, tentu saja dilimpahkan kepada aparat penegak hukum lainnya yang berwenang.
Namun bila dalam pembuktian ada kaitan antara tindak pidana nepotisme dengan unsur-unsur tindak pidana korupsi, misalnya ditemukan adanya kerugian Negara, maka menurut saya, KPK berwenang untuk mengadakan penyidikan dan penuntutan atas perkara tersebut. Masih berproses, dan perlu menunggu bagaimana ending dari perkara ini.Â
Salam Anti Korupsi
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H