Mohon tunggu...
Dr. Herie Purwanto
Dr. Herie Purwanto Mohon Tunggu... Penegak Hukum - PNYD di KPK (2016 sd. Sekarang)

Bismillah, Menulis Seputar Hukum dan Korupsi

Selanjutnya

Tutup

Hukum Artikel Utama

Swasta Korupsi, Mengapa Terjadi?

18 September 2023   09:38 Diperbarui: 19 September 2023   07:16 560
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Ilustrasi korupsi. (Sumber: Shutterstock via kompas.com) 

Membuka artikel ini, saya sajikan data dari Transparency International Indonesia mengeluarkan indeks persepsi korupsi yang menunjukkan bahwa posisi Indonesia berada di peringkat 96 dari 180 negara pada awal tahun 2022. 

Perilaku korupsi di Indonesia sangat terkait erat dengan dimensi penyuapan, pengadaan barang dan jasa, serta penyalahgunaan anggaran yang umumnya dilakukan oleh pihak swasta dan pegawai pemerintahan, dikutip dari Kompas.com

Sepertinya, tidak percaya melihat data tersebut. Seolah, selama ini yang sangat berperan dan terlibat dalam perkara korupsi adalah Penyelenggara Negara dan Pegawai Negeri. Karena jabatan itulah yang memungkinkan terjadinya penyalahgunaan wewenang (abuse of power). 

Namun, data tadi menunjukan bahwa pihak swasta juga mempunyai "kontribusi" bagi menjamurnya tindak pidana korupsi. Lebih-lebih bila dikaitkan dengan data sebagai berikut:

Sebagaimana disampaikan Ketua Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) Firli Bahuri menyebut, banyak pihak swasta yang terlibat dalam kasus korupsi karena menjadi sponsor dalam pemilihan kepala daerah. 

Dia merilis data penangkapan tersangka kasus KPK sejak 2004-2023, tepatnya sampai 13 Juli 2023. "Jumlah sampai hari ini yang ditangkap oleh KPK sebanyak 1.615, siapa yang terbanyak? swasta," kata Firli dalam acara seminar di Gedung Juang KPK Merah Putih, Selasa (18/7/2023). 

"Kenapa swasta banyak? Karena swasta ini yang memberikan hadiah atau janji kepada penyelenggara negara. Karena swasta ini juga yang menjadi sponsor saat pemilihan kepala daerah," seperti dikutip dari Kompas.com. 

Lanjutunya disebutkan : Adapun total tersangka yang ditangkap KPK sejak tahun 2004-2023, tepatnya hingga 13 Juli 2023 mencapai 1.615 orang. 

Jumlah tersebut didominasi oleh swasta sebanyak 404 orang, kemudian pejabat pelaksana 351 orang, DPR dan DPRD mencapai 344 orang. 

Ada juga lain-lain 246 orang, wali kota/bupati 161 orang, hakim 31 orang, gubernur 24 orang, pengacara 18 orang, jaksa 11 orang, komisioner 8 orang, korporasi 8 orang, polisi 5 orang, dan duta besar 4 orang.

Tentu sangat memrihatinkan. Sebuah modus korupsi yang dilakukan oleh swasta, dalam upaya "menghalalkan" segala cara yang dapat dikelompokan sebagai berikut :

Pertama, pihak swasta tadi melakukan komunikasi atau pendekatan dengan "calon penguasa daerah". 

Komunikasi dibangun dengan tujuan untuk menyediakan diri sebagai pihak sponsor pada saat proses pencalonan, hingga bisa duduk di singgasana eksekutif atau legislative. 

Ujung-ujungnya jelas, tidak ada makan siang yang gratis, tentu ada kepentingan setelahnya. Tiada lain adalah permintaan "jatah" proyek, monopoli usaha, mengawal regulasi yang menguntungkan atau untuk tujuan tertentu yang lebih pada keuntungan pengembangan pihak si swasta tadi maupun hal-hal tertentu yang disepakati.

Kedua, komunikasi dibangun bisa dengan cara "cuci tangan", seolah tidak berhubungan langsung dengan "calon penguasa" namun pada pihak-pihak yang sejatinya merupakan boneka atau pihak tangan kanan-nya. 

Sangat bersih, seolah pihak swasta tidak bersentuhan, bertemu atau mengadakan komunikasi dengannya. Sehingga sering terjadi beberapa kasus Operasi Tangkap Tangan KPK, tidak langsung menangkap "orang kesatu", namun sebagaimana teori makan bubur panas, melebar dari pinggir piring, hingga akhirnya suapan dari bubur yang ada di tengah. 

Analog ini menunjukan, betapa tingkat kesadaran para koruptor, untuk memprotek dirinya, seolah tidak bisa tersentuh oleh hukum sudah terbangun dalam mind set dan paradigma bertindak mereka. 

Ini juga membuktikan tindak pidana korupsi, dilakukan oleh banyak pihak, terencana dan dilakukan oleh mereka yang miliki kemampuan dalam menekuk, mengibiri ataupun menyiasati regulasi yang ada.

Ketiga, ada kalanya pihak swasta memancing-mancing atau memberikan uang atau vasilitas yang setara dengan nilai yang dijanjikan dengan modus pengalihan subyek hukum, nominee ataupun perbuatan lain, yang substansinya adalah pencucian uang. 

Modus ini, disebutkan pihak swasta sebagai "cara aman" yang membuat penerima suap menjadi tergoda dan "seolah yakin" modusnya akan aman-aman saja. 

Padahal, sudah sering terungkap bahwa beragam modus pemberian tadi, dipastikan akan meninggalkan jejak setelah melalui audit. 

Beberapa tersangka korupsi yang sudah ditangkap seolah tidak percaya, bahwa apa yang ia sembunyikan, ia samarkan tanpa sama sekali melibatkan dirinya sebagai subyek kepemilikan, bisa terendus juga dan ujungnya mempunyai benang merah dengannya-no crime is perfect.

Keempat, dari sisi empiris, seorang swasta yang dijadikan tersangka di KPK, karena telah didapatkan bukti ia sebagai pelaku suap pada seorang kepala daerah di Jawa Timur, menyebutkan, tanpa ada gratifikasi, tanpa memberikan sesuatu, bisa-bisa perusahaannya tidak akan pernah memeroleh proyek atau menang tender. Begitu keluhnya. 

Bila sisi empiris ini menjadi sebuah obyek survei dan ada hipotesis : tanpa suap, tidak menang tender, tentulah sangat miris dan harus menjadi perhatian serius dari pada stakeholder. 

Jangan sampai perusahaan-perusahaan yang tidak memiliki kompetensi untuk mengerjakan proyek tertentu, bisa memenangkan proyek sehingga beruntun akan memunculkan potensi kecurangan baik volume kuantitas dan kualitas proyeknya, karena sudah "disunat" terlebih dulu oleh pemenang proyek untuk diberikan kepada pihak-pihak yang berperan dalam pemenangan proyek tadi.

Maka tak heran, banyak proyek jalan, pembangunan gedung sekolah, fasilitas kesehatan yang tidak memenuhi spesifikasi dan kualitas yang seharusnya, sehingga memengaruhi usia pakai maupun rendahnya manfaat bagi khalayak.

Untuk Indonesia yang berkeadilan, berkemakmuran, tidak hanya membutuhkan pihak pemegang kekuasaan bekerja dengan penuh Amanah.

Namun pihak swasta-pun wajib mempunyai komitmen anti korupsi, sehingga tidak terjadi lagi atau minimal, kebocoran-kebocoran uang Negara tidak menjadi sesuatu yang biasa. 

Sudah saatnya dan seharusnya ini terjadi sehingga rakyat negeri ini bisa merasakan apa yang memang seharusnya dirasakan di sebuah Negara yang terkenal gemah ripah loh jinawi ini.

Sebagai bentuk peran serta masyarakat luas dalam konteks ini adalah : ikut mencari, memberikan informasi, memberikan data seputar dugaan korupsi di manapun berada. 

Dengan era digital yang begitu mudah memviralkan sesuatu di sekitar kita, sangat mungkin ini dilakukan. Setelah viral, tentu akan menjadi atensi para stakeholder dan aparat penegak hukum untuk menfollow up-nya. 

Ayo bersama perangi korusi di negeri ini.

Salam Anti Korupsi

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Hukum Selengkapnya
Lihat Hukum Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun