Mohon tunggu...
Dr. Herie Purwanto
Dr. Herie Purwanto Mohon Tunggu... Penegak Hukum - PNYD di KPK (2016 sd. Sekarang)

Bismilah, Menulis Tentang Korupsi

Selanjutnya

Tutup

Love Pilihan

Tangan Ini Bukan Untuk Menyakitimu, Istriku

25 Juli 2023   09:07 Diperbarui: 25 Juli 2023   09:19 307
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Foto dokumentasi pribadi

Suami abai dengan Istri? Bahkan sampai berbuat aniaya pada Istri? Mengapa harus terjadi? Dari rahimnya terlahir anak-anak tersayang. Jadi, berdamailah dengan Istri.

Sang Suami baru saja membaca sebuah berita di media on line. Dalam tautan berita itu, diberitakan seorang Istri melaporkan telah menjadi korban penganiayaan suaminya. Masalahnya sepele, namun kemarahan suaminya seperti tidak tertahan, sehingga terjadilah penganiyaan. Di depan polisi, Istri tadi melaporkan suaminya sebagai pelaku kekerasan dalam rumah tangga.

Sang Suami berjalan ke ruang tengah. Di sana dilihatnya Sang Istri tengah menyiapkan malam malam. Meski namanya makan malam, namun kebiasaan sebenarnya satu jam sebelum magrib tiba, Sang Istri sudah menyiapkannya. Kebiasaan setelah magrib tidak mengkonsumsi makanan berat, sudah menjadi tradisi mereka.

" Makan sekarang, Suamiku?"

" Boleh. "

Sang Istri menuangkan nasi, sedikit. Ditambah sayur dan ikan laut, kesukaan Sang Suami. Sang Suami melihatnya dengan mata datar. Ada sebuah pertanyaan : " Istriku, sekian tahun menjadi istriku, pernahkah Aku melukai tubuh atau mencideraimu? "

Kini Sang Istri yang menatap datar pada Sang Suami.

" Kenapa bertanya seperti itu Suamiku?"

" Seingatku, tidak pernah tangan atau kaki ini mencideraimu, Istriku. Benarkah? "

" Ya, sampai anak-anak telah dewasa dan mandiri bersama keluarga kecil mereka, Suamiku tak pernah membuat tubuh itu terluka. Terima kasih ya Suamiku. "

Ada diam. Namun sebentar.

" Sedih rasanya bila baca di berita atau dengar kisah-kisah KDRT. "

Suara Sang Suami pelan. Tangannya sudah siap-siap untuk menyuap nasi ke mulutnya.

Ya, mengapa terjadi, seorang suami sampai tega menganiaya Istrinya? Bukankah sosok Istri merupakan sosok pilihan hatinya? Ibaratnya, seluruh kekuatan dan kemampuan dikerahkan untuk bisa memetik bunga impian ke pelaminan? Mengapa dalam perjalannya, bahkan setelah anak-anak ada yang lahir dari perempuan tersebut, ada tindakan kasar yang dilakukan terhadapnya?

Pernahkah para suami berpikiran bagaimana bila Sang Ayah perempuan yang sudah menjadi istri itu mengetahui sikap kasar menantunya? Apakah juga tidak berpikir, bila kelak anak-anak perempuannya bisa diperlakukan yang sama oleh suami-suami mereka?

Dari sisi manapun, perbuatan atau tindakan fisik suami pada istrinya, tidaklah dibenarkan, selama dalam koridor istri tidak melakukan perbuatan-perbuatan yang melanggar kaidah hukum maupun tuntunan agama. Ia, para Istri sangat layak untuk diberikan perlindungan, bukan kontraproduktif dengan menyakitinya. Bilapun ada sebuah kesalahan, kesalahan yang bagaimana? Perlu pelurusan, penyelesaian dan bukan dengan tindakan fisik diberikan untuk solusinya. Bagaimana dampak suami yang ringan tangan pada istrinya?

Pertama, secara psikologis akan sangat melukai hati Sang Istri, bila sampai keluarga mengetahui, akan sangat kecewa keluarga besarnya. Belum lagi perasaan anak-anak, bisa labil dan limbung jiwanya melihat perilaku kasar ayah mereka. Tentu, ini akan menjadi catatan sepanjang hidupnya dalam memberikan penilaian pada ayahnya.

Kedua, adanya tindakan fisik suami pada istri menunjukan adanya kebuntuan komunikasi. Bisa jadi, itu hanya sebuah "kehilafan", namun bentuk kehilafan ini tidak bisa dibenarkan dengan alasan apapun. Pasti merupakan akumulasi dari perisitiwa atau kejadian yang tidak terselesaikan, sehingga menjadi puncak gunung es. Harus selalu terselesaikan masalah sekecil apapun, sehingga tidak terledak-kan hanya karena percikan api yang kecil.

Ketiga, salah satu kiat yang bisa diterapkan agar terhindar dari tindakan fisik antara suami dan istri adalah kebiasaan untuk saling memaafkan untuk sebuah kesalahan yang dibuat. Tidak perlu ada saling gengsi atau jaga image antara suami istri. Sejak awal pemantapan hati dulu, saat sebelum nikah, terbiasa untuk saling memaafkan, akan terbawa ke jenjang rumah tangga. Bukankah ada kalanya, ada orang yang sangat berat melakukan sesuatu walau sebenarnya bila dilakukan sangatlah ringan dan tidak menyita energi besar? Apa itu? Mengucap kata : Maaf.

Walau harus diakui, sebagai manusia tentu tidak lepas dari sebuah kesalahan, maka Sang Suami selalu mengingatkan pada Istrinya, seperti yang ia ucapkan, selesai makan, sebelum magrib tiba. 

" Begini Istriku, sebuah kesalahan bagi manusia, seperti mungkin yang pernah aku lakukan, ending-nya adalah permintaan maaf yang tulus. Ketulusan untuk tidak mengulangi-nya, dengan merubah sikap yang lebih baik. Begitukah? "

Sang Istri mengiyakan dengan anggukan.

" Memang seperti itu Suamiku. Semua harus mengalir, jangan ada yang tersumbat. " Ucap Sang Istri.

" Ya, itupun yang harus tertanam pada anak-anak. Pada keluarga kecil mereka, harus tertanam seperti itu. "

Alangkah indahnya bila dalam sebuah keluarga menanamkan kebiasaan seperti itu. Tiada yang indah di dunia ini, selain hubungan dua anak manusia, yang saling mengasihi dan menyayangi serta di sela-selanya selalu ada kata maaf, sebagai ujud kelembutan yang menyadari bahwa sejatinya manusia memang mahluk yang penuh ketidaksempurnaan. Walau pada titik tertentu, ada batas-batas untuk menoleransi sebuah kesalahan, tanpa harus bersikap keras dalam ujud kekerasan fisik pada pasangan.

Jakarta, 250723

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Love Selengkapnya
Lihat Love Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun