Di keremangan sisa malam, setelah subuh lewat, sepasang suami istri berjalan. Mereka seperti membiasakan diri untuk berjalan kaki sekitar 30 menit setiap pagi. Mereka membiasakan itu, atas nasihat dokter. Lagi pula, kebiasaan tersebut juga menghilangkan peluang bermalas-malasan dengan kembali tidur setelah solat subuh.Â
" Membiasakan diri untuk hidup sesuai dengan tuntutan agama, salah satunya tidak tidur setelah solat Subuh. Bisa diisi dengan kegiatan yang menyehatkan. " Begitu ucap Sang Suami. Sang Istri meski sudah beberapa kali mendengar kata-kata tersebut, tetap saja memberikan respon.Â
" Setuju sekali Suamiku. Rasanya memang ndak nyaman, membiasakan tidur pada jam-jam yang kebanyakan orang sudah terbangun dan dengan semangat energi terbarukan akan beraktifitas dengan beragam kegiatan. "
Maka, berjalan mengitari komplek tempat tinggal, atau di tempat lapang lainnya yang juga banyak beraktifitas jalan kaki, jogging atau sekedar duduk-duduk di taman kota, menjadi sebuah pilihan. Â Namun, kali ini Sang Suami dan Istri tersebut tidak di tempat tadi, namun sengaja, mereka berdua menyusur jauh dari rumah, bahkan ratusan kilometer mereka tempuh. Yaitu, ke tempat Sang Suami bekerja.
Sang Suami memang mempunyai program, beberapa bulan sekali, Sang Istri diajak menemani-nya bekerja. Meski hanya tinggal untuk sepekan di tempat tersebut, memberikan suasana baru dan menyenangkan. Setidaknya banyak hal yang akan didapatkan, bila kebiasaan seperti ini dilakukan.
Pertama, sebagai agenda yang bisa memperteguh komitmen kebersamaan suami dan istri. Suami yang bekerja di luar kota, mengenalkan tempat-tempat dan kebiasaan yang dilakukan selama meninggalkan rumah dan "merantau." Secara psikologis pengenalan tempat-tempat ini akan memberikan rasa percaya dan kemantapan hati Istri bahwa suaminya benar-benar bekerja dengan segala atribut kebiasaan, lingkungan tinggal serta situasi di lingkungan tersebut.
Kedua, Istri ikut merasakan "bagaimana" keseharian suami di rantau. Bagaimana kebiasaan makan, warung langganan, teman-teman kos atau kontrakan. Keseharian ini akan bisa terekam sebagai gambaran Istri saat berkomunikasi di telpon atau saat suami bercerita pengalaman kesehariannya. Jadi, sudah mengetahui secara fisik dan ikut merasakan secara psikologis dalam hanyutnya cerita tersebut.
Ketiga, memberikan kemantapan hati Istri, saat suami berpamitan akan berangkat meninggalkan rumah. Diakui atau tidak, kontak batin akan semakin erat bila istri sudah atau sering datang ke lingkungan suami tinggal dan bekerja. Sepertinya bisa "menghalau perasaan" galau, gundah, kangen dan sebagainya, ketika secara temporer Suami ada kegiatan yang tidak memungkinkan untuk pulang sesuai jadwal.
Ini yang mungkin terjadi dalam dialog, ketika kebiasaan tadi biasa dilaksanakan.
" O, jadi sekarang sedang di jalan samping kantor itu. Tidak sekalian bubur Cianjur yang enak itu? " Suara Sang Istri.
" Pedagang bubur sudah ndak jualan lagi. Entah kenapa. Padahal laris, banyak yang suka. "
" Wah, padahal selalu kebayang enak dan lezatnya bubur itu bila saya pas lagi di situ. "
" Ada gantinya kok sekarang. Cuma bukan bubur. "
" Apa? "
" Nasi kuning. rame pembelinya. Antri, dekat masjid, bersama dengan para penjual lainnya. Jadi ramai sekarang. "
" Wah, jadi piingin nyicipi nasi kuningnya. "
" Boleh, minggu depan ya, kegiatan kantor sepertinya tidak ada jadwal ke luar kota. Jadi, bisa ke sini menemai Suamimu ini. "
" Senang sekali mendengar Suamiku. "
Sederhana, sebuah chemistry akan lebih terkuatkan.
Namun, menjadi salah satu momen kebersamaan dan menjadikan suasana baru yang selalu tercipta. Mempertahankan keharmonisan suami istri, salah satunya adalah bagaimana memunculkan hal-hal yang tidak monoton, variasi dan sesering mungkin membangun komunikasi. Komunikasi jarak jauh, bisa termediasi dengan pendekatan mengajak Istri ke tempat kota suami bekerja.
Jakarta, 180723
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H