Mohon tunggu...
Dr. Herie Purwanto
Dr. Herie Purwanto Mohon Tunggu... Penegak Hukum - PNYD di KPK (2016 sd. Sekarang)

Bismilah, Menulis Tentang Korupsi

Selanjutnya

Tutup

Love Pilihan

Mahligai yang Bahagia

6 Juli 2023   12:00 Diperbarui: 6 Juli 2023   13:15 333
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Foto dokumentasi pribadi

Perempuan itu menatap diri di depan cermin. Ia melihat, pada wajahnya sendiri sudah terbit kemantapan hati untuk menerima lamaran dari Sang Pujaan Hatinya. 

Kemantapan hati ini karena sudah tidak ada keraguan di hatinya, bahwa ia tetap bisa menjaga dan merawat orang tua yang sakit. Kemarin, pertentangan batin itu masih terjadi. Ia, sebagai perempuan, memahami bahwa tuntutan agamanya mengajarkan, bahwa setelah menikah, seorang istri wajib untuk mengikuti suaminya.

Namun, di sisi lain ia sebagai anak yang ingin menunjukan bakti dan kasih sayang pada orang tua. Maka, tidak mungkin ia tinggalkan setelah pernikahan. 

Ketika, sore tadi, Sang Pujaan Hatinya kembali meyakinkan bahwa kelak bila sudah menikah, tidak mempermasalahkan bila tetap harus tinggal di rumah dan merawat orang tua, bagai menjadi tetesan embun yang menyejukan hati.

Ia, perempuan yang tidak ingin mengelak dari kodrat. Usianya yang sudah saatnya untuk menikah, tidak munafik akan kebutuhan kasih sayang dari lelaki. Ia mendengar kajian rohani dari seorang Ustad, yang mengatakan jadilah wanita yang cerdas ketika dihadapkan pada pilihan sebagaimana tengah ia hadapi. Ia ingin menjadi istri dan sekaligus masih ada kesempatan merawat orang tua. 

"Itu adalah perempuan yang cerdas. Ia tidak menyembunyikan kodratnya sebagai perempuan yang sudah saatnya untuk berumah tangga. Ketika datang lelaki yang siap berumah tangga serta tidak keberatan tetap bisa merawat orang tua, ia akan mendapat dua keuntungan sekaligus."

Masih kata Ustad tersebut : " Yang pertama, ia memperoleh suami pilihan hatinya yang penuh pengertian, yang kedua masih bisa berbakti pada orang tua." 

Perempuan itu masih di depan cerminnya. Masih tergiang lagi ucapan Ustad yang kian memantapkan hatinya. 

"Akan banyak keberkahan dengan tidak menunda-nunda pernikahan. Terlebih terhadap lelaki yang beritikad baik menjalankan sunnah Rosul tersebut. "

Kemantapan hati Sang Perempuan, sudah terjawab. Yang menjadi permasalahan, pernikahan model apa yang akan dilaksanakan, dalam keadaan orang tua yang tengah sakit? 

Banyak referensi dari dunia nyata, pernikahan dilaksanakan dengan mengutamakan sah-nya pernikahan, baik dari sisi agama maupun pemerintahan. 

Masalah resepsi, tasyakuran ataupun apapun istilahnya, bukan sebagai tujuan utama lagi. Bagaimana mungkin menggelar sebuah acara pesta dan semacamnya di tengah keprihatinan keluarga yang tengah sakit?

Konsep dan model pernikahan inilah yang kini menjadi permasalahan yang dihadapi perempuan tadi. Menunggu sampai orang tua sembuh? Itu sama dengan menunggu ketidakpastian. 

Padahal, kodrat pernikahan adalah sebuah kepastian, karena sudah diwajibkan bagi mereka yang sudah mampu. Tertundanya alasan pernikahan, bukan terhalang oleh alasan yang sudah dan menjadi tuntunan agama. Jadi menghadapi problem seperti itu apa solusinya?

Pertama, menyadari bahwa sejatinya pernikahan adalah menjalankan tuntutan agama, bagi yang sudah mampu, guna menghindari hal-hal yang negative.

Kedua, pernikahan adalah awal dari sebuah komitmen dua hati yang awalnya penuh perbedaan, menjadi satu komitmen dalam menjalani hidup ke depan. Sehingga, pernikahan akan menjadi titik awal terbentuknya sebuah mahligai kebahagiaan. 

Untuk mengawalinya, maka dibutuhkan kesiapan lahir dan batin. Ibarat, berada di titik pantai, siap berlayar, menghadapi tantangan di lautan kehidupan. Perlu bekal, bukan hanya berupa lahir, namun juga batin.

Ketiga, ada tidaknya sebuah kegiatan pengiring saat pernikahan berupa pesta, tasyakuran ataupun apa namanya, hanyalah bunga-bunga atau kembang dari terlaksananya pernikahan tersebut. 

Masing-masing orang berbeda dalam mengimplementasikannya. Banyak variable yang mempengaruhinya dan menjadi sebab akibat. Ada yang sudah siap segalanya, tapi kondisi tidak memungkinkan (ada keluarga yang tengah sakit, misalnya). 

Ada yang tidak ada namun mengada-ada, sehingga nekad untuk menggelar pesta semeriah mungkin, namun seminggu kemudian ambil jalan nekad mengakhiri hidup karena tidak mampu membayar kewajiban atas terselenggaranya pesta.

Entah apa yang ada di benak seorang perawat muda di Puskesmas Rendeng berstatus ASN bernama Monica Rizky Octavia Amd.Kep (26) hingga memilih jalan pintas. Wanita yang masih menikmati hari bahagianya karena menjadi pengantin baru ini malah nekat gandir/kendat di kamar tidurnya, Rabu (23/3/2022) pukul 10.15 WIB warga Kelurahan Mlatinorowito, Kecamatan Kota, Kudus. 

Sebelum ditemukan tewas, Monica memang sengaja pulang ke rumah orang tuanya karena sedang ada masalah dengan suaminya yang baru dinikahi. 

Korban sebelumnya dikenal ceria, tetapi akhir-akhir ini sering melamun karena kerap ditagih masalah hutang saat menyelenggarakan pesta pernikahan di desanya yang belum juga lunas dan membuatnya menjadi tertekan. Korban juga menjadi sering bertengkar dengan suaminya karena masalah ini dan pulang ke rumah orangtuanya. 

Saat malam korban masih terlihat sholat Isya dan mengaji dan langsung ke kamar untuk tidur. Ternyata setelah itu Monica malah berbuat nekat dengan menggantung dirinya sendiri, dikutip dari realita.co.

Keempat, pernikahan dilaksanakan secara "moderat", yaitu mengkombinasikan situasi yang sedang terjadi (karena ada anggota keluarga sakit tadi), dengan "pesta" sesuai yang dikehendaki bersama dalam formula yang minimalis. Artinya, diambil win-win solusion, misalnya dengan hanya mengundang kerabat utama dan tidak menebar undangan hingga ratusan di luar lingkar keluarga.

Kelima, menyiapkan segala sesuatu dengan matang, menjadi kunci semua permasalahan. Menjaga komunikasi dua pihak, baik antar calon mempelai dan keluarga keduanya. 

Bila muncul pertanyaan, berapa lama waktu untuk sebuah persiapan pernikahan? Tidak bisa dihitung apakah satu tahun, enam bulan, atau bahkan hitungan hari. Semua kembali pada komitmen dan komunikasi kedua belah pihak tadi.

Semua untuk dihadapi, bukan dihindari. Pernikahan sebagai ujud penyatuan dua hati, bukan hanya sekedar mempelai, namun juga dua keluarga yang harus terjaga keharmonisannya.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Love Selengkapnya
Lihat Love Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun