Menjadi pejabat dengan mengimplementasikan nilai-nilai luhur Urip Iku Urup, maka daya upaya yang dilakukan adalah bagaimana mengelola kewenangan yang ia miliki untuk bisa memberikan manfaat bagi masyarakat. Terlebih, bila jabatan itu dalam ranah pelayanan, yang mempunyai koneksi dengan persoalan hidup. Kewenangan digunakan untuk mengatasi persoalan yang menghambat terselenggaranya percepatan pelayanan tadi, bukan justru melihat ada titik lemah kemudian dimanfaatkan untuk kepentingan pribadi. Ironis bila ini terjadi.
Menjadikan anti korupsi dalam motivasi menjalankan proses yang beririsan dengan kewenangan, merupakan ujud "menjadikan hidup" lebih bermakna atau Urip Iku Urup tadi. Ini akan menjadi hal yang mudah manakala sudah terjiwai dan tepatri pada jiwa yang menyadari hakikat hidup memang bukan semata untuk diri sendiri. Sebaliknya, menjadi kontraproduktif manakala, sifat ego lebih dikedepankan, seolah untuk mengaktualisasikan diri menjadi sesuatu yang sangat urgen, dengan segala cara, termasuk menghalalkan apapun tindakan yang dilakukan.
Maka tidak heran, bila belakangan ini menjadi viral banyaknya pejabat atau keluarganya yang terjebak pada aktualisasi diri yang semu, dengan memamerkan gaya hidup mewah, hedon, di media massa, tanpa ada rasa "sensi" sedikitpun, bahwa perilaku seperti itu sejatinya menunjukan pada kekerdilan dirinya, di hadapkan pada makna kontra filosofi Urip Iku Urup.
Salam Anti Korupsi
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H