Mohon tunggu...
Dr. Herie Purwanto
Dr. Herie Purwanto Mohon Tunggu... Penegak Hukum - PNYD di KPK (2016 sd. Sekarang)

Bismilah, Menulis Tentang Korupsi

Selanjutnya

Tutup

Hukum

Lifestyle Analysis, Strategi Baru Ungkap Korupsi dan TPPU

6 April 2023   10:40 Diperbarui: 6 April 2023   14:17 101
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Tas-Tas Mewah, Gaya Hedon Yang Disita dari Rafael Alun

Foto Kompas.com

Artikel saya tanggal 01 Maret 2023 berjudul Gerak Cepat KPK Untuk Pengaman Aset menyebutkan KPK bergerak cepat, merespon dinamika perkara yang tengah dialami Rafael. Dari perkara ini merambah pada perlunya telisik lebih dalam harta kekayaan Rafael. KPK memanggil beberapa kali Rafael, gerak cepat dilakukan termasuk mendalami transaksi-transaksi yang ia lakukan dan meninggalkan jejak elektronik perbankan yang akhirnya mengantarkan pada sebuah kesimpulan : Rafael telah memenuhi minimal dua alat bukti yang sah untuk ditetapkan sebagai tersangka.

Gerak cepat yang efektif dan menjawab keraguan, bahwa berdasarkan sumber CNNIndonesia.com, Rafael ditetapkan sebagai tersangka kasus dugaan penerimaan gratifikasi terhitung sejak tanggal 3 April 2023. Kini, Rafael sudah menjalani penahanan untuk masa 20 hari ke depan di rumah tahanan KPK di Gedung Merah Putih Jakarta.

Hal baru yang bisa menjadi strategi dalam menjerat seseorang yang bergaya hidup hedon, kemudian ditelusuri transaksi keuangannya dan muncul transaksi yang tak wajar, jadilah modus sebagaimana dilakukan oleh Rafael Alun. Ia menjadi pembuka strategi untuk mengembalikan aset negara, karena dari transaksi yang tidak wajar tadi, dalam konteks Rafael Alun, yang saat menjabat sebagai Penyidik Pajak mengarahkan wajib pajak yang bermasalah untuk menggunakan perusahaannya yang bergerak dalam konsultasi pajak membereskan masalah pajaknya tadi. Tentu dengan pemberian sejumlah kompensasi yang jumlahnya milyaran rupiah.

Siasat licik yang dilakukan Rafael, dengan "menggiring" para wajib pajak menggunakan jasa perusahaannya yang bergerak dalam konsultasi pajak, tentunya membuka peluang Rafael-Rafael lainnya, mengingat sorotan tajam gaya hedon di Kementerian tempat Rafael bekerja terblow up ke media dan viral. Sangat mungkin, Rafael menggunakan modus tersebut "meniru" pejabat sebelumnya, atau justru ia bersama-sama koleganya menikmati modus tersebut untuk menumpuk harta kekayaannya.

Tentu akan menjadi pekerjaan rumah bagi KPK, untuk terus berkolaborasi dengan PPATK. Mengurai satu persatu transaksi yang tidak wajar dengan profil jabatan. Dalam bahasa Yunus Husein, mantan ketua PPATK, bisa sebagai  precedent menggunakan lifestyle analysis dalam membongkar  korupsi dan Tindak Pidana Pencucian Uang", dikutip dari liputan6.com.

Saya sangat setuju dengan pendapat Ahli Hukum yang ikut membidani lahirnya UU TPPU tersebut. Dari pengalaman empiris, ketika menangani perkara yang bersentuhan dengan urusan pajak, wajib pajak cenderung untuk "minta dibantu" siapun pihaknya yang bisa menyelesaikan permasalahannya. Dalam perkara yang menjerat Dirjen Pajak Angin Prayitno Aji, yang sudah menjadi terpidana kasus suap terkait rekayasa pajak dan dijatuhi vonis sembilan tahun penjara dan denda sebesar Rp. 300 Juta subsider dua bulan kurungan serta dihukum membayar uang pengganti sejumlah Rp. 3,375 Milyar (sumber : cnnindonesia.com), juga menggunakan modus yang senada, walau dengan melibatkan bawahannya. 

Sebagaimana diberitakan detiknews, dua orang konsultan pajak Ryan Ahmad Ronas dan Aulia Imran Magribi, sebagai tersangka kasus dugaan suap pajak di tahun 2016-2017. Keduanya diduga menyuap mantan  pejabat Ditjen Pajak Angin Prayitno Aji senilai Rp. 15 Milyar.

Perkara ini seolah menguatkan dugaan publik, adanya kong-kali-kong, adanya "petak umpet", antara oknum petugas pajak, wajib pajak bermasalah dan konsultan pajak yang nakal. Modus yang dilakukan Rafael, dengan menggiring wajib pajak bermasalah ke perusahaan konsultan pajak PT Artha Mega Ekadhana (ME), dikutip dari Kompas.com. Sebuah alur tindak pidana yang tidak mungkin dilakukan sendiri, sehingga ada konspirasi untuk meraup keuntungan pribadi dan merugikan masukan yang seharusnya masuk dalam pundi-pundi kas negara.

KPK ataupun Aparat Penegak Hukum lainnya, harus jeli dan menjadikan momentum ini  untuk lebih mencermati laporan transaksi keuangan dari PPATK, sebagai pintu masuk pengungkapan transaksi tak wajar yang membuahkan harta tak wajar pula.

Salam Anti Korupsi

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Hukum Selengkapnya
Lihat Hukum Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun