Mohon tunggu...
Dr. Herie Purwanto
Dr. Herie Purwanto Mohon Tunggu... Penegak Hukum - PNYD di KPK (2016 sd. Sekarang)

Bismilah, Menulis Tentang Korupsi

Selanjutnya

Tutup

Hukum Artikel Utama

Harta Tak Wajar, Illicit Enrichment

7 Maret 2023   09:15 Diperbarui: 16 Maret 2023   13:30 368
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
ilustrasi: Iklan layanan yang mengingatkan untuk pelaporan dan pembayaran surat pemberitahuan tahunan pajak. (Foto: KOMPAS/HERU SRI KUMORO)

Ramainya pemberitaan terkait penyelenggara Negara dan pejabat Negara yang menyamarkan harta kekayaannya dengan berbagai modus serta tidak mencantumkannya dalam Laporan Harta Kekayaan Penyelenggara Negara (LHKPN).

Itu semua memunculkan pertanyaan: apakah delik kekayaan tak wajar (illicit enrichment atau unexplained wealth) terakomodir dalam Rancangan Undang-Undang Perampasan Aset yang sangat ditunggu?

Bila sudah masuk dalam RUU, tinggal menunggu waktu saja pengesahannya dan pada saat berlakunya nanti, maka Negara sudah diberikan kewenangan untuk "dengan mudah" bisa merampas aset yang diduga tidak wajar. 

Tentunya momen seperti ini sangat ditunggu publik, dalam kondisi semakin terkuaknya banyak penyelenggara Negara yang tidak jelas asal usul hartanya. Maka, berlakulah Ut sementem faceris ita metes, siapa yang menanam sesuatu, dia yang akan memetik hasilnya.

Demikian salah satu adagium dalam literasi hukum yang menyiratkan makna yang dalam bagi kehidupan manusia. Nilai filosofi yang terkandung dalam pemaknaannya begitu dalam dan sangat menyentuh hakikat perilaku kita. 

Padanya, jika menanam kebaikan, maka yang akan kita petik juga buah kebaikan. Sebaliknya, menanam pohon keburukan, buah yang dinantinya dihasilkan juga sebuah keburukan.

Memang sangat memilukan dan menggetarkan nurani manakala mengetahui, melihat dan menyaksikan "demonstrasi" kekayaan dan gaya hidup para "penyiasat" aset Negara. 

Seolah gelimang harta tersebut memang layak untuk ia nikmati, walau sejatinya apa yang ia tunjukan justru memperlihatkan bagaimana kelicikannya dalam mengelabuhi Negara dengan berbagai modus seolah-seolah yang sudah ia kuasasi tersebut legal dan sah.

Dalam sebuah perjalanan saat "memburu" aset koruptor, seorang rekan saya bercanda: "Kalau ndak sembunyikan harta sampai ke pelosok negeri seperti ini, kita tidak traveling sampai sini, nih." 

Saya tahu itu hanya candaan, sebuah intermezzo, ketika harus mengarungi jalan darat lebih dari tujuh jam untuk sampai ke tempat tujuan. Candaan tersebut memuat pesan pembelian aset untuk menyembunyikan harta yang tak wajar tadi, kadang dilakukan "jauh dari Jakarta." 

Selain sengaja tempat yang juga tersembunyi, menggunakan identitas transaksi orang setempat melalui media perantara. Pembayaran dilakukan secara tunai. Modus nominee, ini sangat disukai dan menjadi modus favorit mereka.

Kondisi seperti sekarang, ketika media sosial "bisa menjadi tools" untuk memviralkan sesuatu, maka menjadi variable yang siginifikan bila muncul ajakan bersama untuk perduli di sekitar kita atas harta kekayaan.

Misalnya berupa rumah, bangunan dan tanah, hotel ataupun tempat lain yang "diduga" sebagai harta milik "pejabat atau penyelenggara Negara".

Sering kali, di suatu daerah ada sebuah villa, bangunan megah atau tanah yang sangat luas di kenal warga pemiliknya "bapak ini, bapak itu atau pejabat ini, pejabat itu". 

Untuk menjaga aset tersebut dipekerjakanlah orang setempat. Kepala lingkungan atau Ketua RT setempat, juga tidak bisa secara rinci menjelaskan siapa pemilik aset tersebut. 

Bilapun mengetahui, bisa jadi hanya nama namun tidak pernah bertemu. Bila ingin berkomunikasi terkait sumbangan sosial, melalui penjaga atau orang kepercayaan yang menunggu aset.

Bila ditemukan seperti itu, momentum saat ini adalah ikut memviralkannya, sehingga akan terekpos yang mendekatkan pada teridentifikasinya siapa pemilik aset tersebut. 

Mungkin dengan cara seperti ini, minimal mempersempit ruang gerak perilaku menyembunyikan aset yang diperoleh dengan cara tidak wajar. 

Atau, yang terpenting adalah, dengan viralnya sebuah aset, kemudian diketahui siapa pemiliknya, akan menjadi sanksi sosial bagi anak turunan dan keluarga besarnya. 

Salam anti korupsi

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Hukum Selengkapnya
Lihat Hukum Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun