Mohon tunggu...
Nodi Herhana
Nodi Herhana Mohon Tunggu... Guru - Pembelajar

Teacher of Civic Education

Selanjutnya

Tutup

Humaniora Pilihan

Wajah Pendidikan Kita, Asa Siswa Manggarai

18 April 2018   23:29 Diperbarui: 18 April 2018   23:31 1290
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Sarana dan prasarana sekolah merupakan faktor penting dalam rangka pencapaian tujuan pembelajaran. Kurangnya sarana dan prasarana pasti akan menghambat perkembangan kemajuan sekolah. Salah satu sarana dan prasarana yang paling terlihhat setiap hari adalah bangunan sekolah. Miris dan ironi ketika melihat kondisi bangunan sekolah disini dibandingkan dengan bangunan di Jawa yang mayoritas sudah bagus dan lengkap. Salah satu yang paling membuat hati saya sedih melihatnya adalah kondisi bangunan di SD Ara.

Anggota DPRD Manggarai, Yon Boa kepada Timor Express, Sabtu (14/1), dia mengatakan ketersediaan ruangan kelas untuk KBM sangat minim. Hanya ada tiga ruangan kelas yang gedung permanen. Selebihnya siswa menjalankan KBM dalam ruangan tak layak seperti ruangan berdinding bambu yang diiris, namun tetap berlubang yang beralaskan tanah. Jika musim hujan angin, air hujan masuk dalam ruangan yang bisa mengganggu KBM. Selain kekurangan gedung dan ruang kelas, SDN Ara juga masih sangat terbatas jumlah tenaga pengajar (Sumber)

Kondisi bangunan sekolah yang sebenarnya lebih mirip gubuk, karena terbuat dari irisan bambu sebagai dinding dan beralaskan tanah. Dinding yang penuh lubang, tiang-tiang dari bambu, yang ketika hujan turun airnya sampai didalam kelas dan rasa was-was jika sewaktu-waktu bangunan akan roboh. Saya menyadari bahwa permasalahan pendidikan di Manggarai sangat kompleks sehingga tidak bisa instan dilakukan perubahan. Hanya saja kompleksitas masalah ini bukan menjadi alasan pihak-pihak yang bertanggung-jawab untuk lembek dalam mengatasi masalah tersebut. Banyak pihak dari independen yang sebenarnya ingin bersama-sama mengentaskan masalah pendidikan di Indonesia, mulai dari organisasi-organisasi peduli pendidikan hingga bantuan dari negara tetangga.

Kurangnya siswa juga kadang menjadi "kegalauan pendidikan" di Manggarai. Pendirian Sekolah Dasar yang kurang memiliki daya dukung calon siswa dari kampung terdekat membuat kurangnya siswa pada waktu tertentu. Tak heran jika kadang ditemui satu SD hanya ada 5 rombongan belajar bahkan 4 rombongan belajar saja. Pada akhir tahun pelajaran, dengan berbagai pertimbangan maka akhirnya siswa tersebut dinaikkan ke kelas selanjutya. Hal ini akan menjadi salah satu sebab rendahnya kualitas output dari pendidikan yang ada disana. 

Saya tidak hendak menyalahkan siapapun dalam hal ini, hanya saja seharusnya ini menjadi PR kita bersama. Bagaimana kita akan mengentaskan permasalahan tersebut. Tentu saja bukan hanya tugas guru untuk mendidik generasi muda, namun keluarga juga memiliki peranan penting membentuk mental dan pengetahuan anaknya. Kita harus sadar bahwa kualitas suatu daerah dapat dilihat dari kualitas warganya. Memperbaiki kualitas warga khususnya para generasi muda merupakan investasi masa depan demi kemajuan daerah tersebut.

Sorotan selanjutnya dari pendidik atau guru. Rata-rata jumlah guru PNS lebih sedikit jika dibandingkan dengan guru honorer pada satu sekolah. Di SMPN 11 Satarmese terdapat 12 guru dengan hanya 2 guru yang berstatus PNS. Di SDN Ara hanya ada 1 guru negeri dan 6 guru honorer. Guru-guru honorer mendapat gaji dari uang komite sekolah yang ditarik dari orang tua siswa yang jumlahnya tidak banyak. Kurangnya kesejahteraan guru honorer juga mempengaruhi kinerjanya sebagai seorang guru. Mereka tidak bisa fokus untuk mengajar karena harus mendapatkan tambahan penghasilan demi memenuhi kebutuhannya. 

Tidak hanya siswa yang perlu ditingkatkan kualitasnya, namun guru-guru pun harus juga ditingkatkan kemampuanya. Pemda Manggarai melalui Dinas PPO harus lebih memperhatikan kualitas para tenaga kependidikan dengan membuat program-program maupun workshop-workshop yang berkualitas. Artinya, para instruktur harus memiliki kompetensi dan profesionalitas yang tinggi terhadap output dari program atau workshop tersebut. Hilangkan paradigma bahwa workshop hanya untuk alasan tidak mengajar di kelas bahkan orientasi uang saku kegiatan, tetapi demi meningkatkan kompetensi profesinya.

Kesenjangan diberbagai sisi mestinya segera untuk diatasi agar jarak kesenjangan tersebut tidak semakin melebar. Perlu komunikasi yang baik dari berbagai pihak, mulai dari pihak orang tua siswa, sekolah, masyarakat, pemerintah daerah hingga pemerintah pusat agar setiap permasalahan segera diselesaikan. Para generasi muda Manggarai, mereka masih punya asa, asa membangun negeri tercinta, asa siswa Manggarai membangun Indonesia.

Penulis: Nodi Herhana

 (Tulisan ini menjadi bagian dari Buku Wajah Pendidikan Kita Jilid 5 Halaman 194-199. Penerbit: CV Kekata Group, Surakarta 2017)

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun