Mohon tunggu...
Herry Gunawan
Herry Gunawan Mohon Tunggu... Wiraswasta - seorang pemuda yang peduli

Saya seorang yang gemar fotografi dan travelling

Selanjutnya

Tutup

Humaniora

Ibadah Kurban, Perlawanan Ego dalam Diri Manusia

23 Juni 2024   11:24 Diperbarui: 23 Juni 2024   11:45 57
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Sejarah pengorbanan yang dilakukan Nabi Ibrahim as di Lembah Mina yang sepi dan sunyi tidak lepas dari godaan setan, ia melancarkan berbagai rayuan agar Nabi Ibrahim as mengurungkan niatnya untuk menyembelih anaknya sendiri. Godaan setan yang demikian kuat itu tidak menggugurkan ketauhidan seorang hamba kepada Tuhannya. 

Pada akhirnya Nabi Ibrahim as dan Nabi Ismail as memenangkan ujian iman dan berhasil melawan ego dirinya. Pada akhirnya Allah SWT melihat keikhlasan keduanya dalam mentaati perintah, kemudian mengganti Nabi Ismail dengan seekor domba.

Musuh terbesar manusia itu adalah dirinya sendiri (hawa nafsu), namun sahabat terbaik manusia pun dirinya sendiri. Kita sendiri yang menentukan apakah diri sendiri akan menjadi musuh atau sahabat terbaik. Kisah diatas dapat menjadi teladan bagi kita bahwa mengalahkan hawa nafsu dan taat pada perintah Allah SWT akan mendatangkan hal baik bagi kita. 

Nabi Ibrahim as, seorang bapak yang telah lama menantikan kehadiran seorang anak dalam kehidupannya, bisa saja ia menolak meninggalkan anak dan istrinya di tempat yang sunyi dan tdak mau menyembelih anaknya. Namun ia berhasil mengalahkan hawa nafsunya untuk tetap menyayangi dan membersamai anaknya, ia memilih jalan ketaatan dan membuang ego dirinya. Begitu pun dengan sang anak, Nabi Ismail as, tidak ada sedikitpun amarah kepada bapaknya yang telah meninggalkannya di tempat yang sunyi lantas ingin menyembelih dirinya.

Tentu saja hal tersebut tidak terlepas dari keberhasilan bapak dan ibunya dalam mendidik, terutama sang ibu. Nabi Ibrahim as meninggalkan Siti Hajar dan Nabi Ismail as di daratan tandus dan kering, sebuah gurun yang sangat panas, gersang tanpa peradaban, tidak ada seorang pun manusia dan tidak ada makanan sama sekali, hanya perbekalan yang dibawanya saja. 

Siti Hajar tentu saja bertanya mengapa mereka ditinggalkan disana, namun setelah menanyakan beberapa kali, akhirnya ia hanya bertanya, 'Aku ditinggal disini atas kehendakmu atau atas kehendak Allah SWT?' Ketika Nabi Ibrahim as menjawab atas kehendak Allah SWT, lalu Siti Hajar tanpa berpikir apa-apa hanya sami'na wa atho'na. Ia ber-husnudzon bahwa Allah tidak akan menyia-nyiakan mereka, dan setelah itu, ia tak bertanya lagi. 

Saat perbekalan habis dan air susunya sudah kering, ia berlari kecil ke bukit Shafa lalu ke bukit Marwah untuk mencari pertolongan. Namun tak seorang pun yang ditemui di tanah tandus itu. Siti Hajar pun berdoa agar pertolongan Allah segera datang. Akhirnya muncul sebuah mata air, yang tidak pernah kering sampai saat ini, yang disebut zamzam.

Mungkin saja kalau hal tersebut terjadi pada diri kita, reaksi kita tidak mungkin bisa husnudzon, tawakal dan sabar. Pastilah heboh curhat di media sosial, bisa jadi sambil kasih caption 'Bang Toyib gak pulang-pulang, tiga kali puasa, tiga kali lebaran', sementara Siti Hajar ditinggal kurang lebih tiga belas tahun lamanya. Ketika Nabi Ibrahim as datang, ia menyampaikan bahwa Nabi Ismail akan disembelih atas perintah Allah SWT, lagi-lagi jawaban yang diberikan kepada ayahnya adalah bukti ketaatan pada Allah SWT "Wahai ayahku! Lakukanlah apa yang diperintahkan (Allah) kepadamu; insya Allah engkau akan mendapatiku termasuk orang yang sabar" (surat As-Saffat 102)

Sebagai sosok yang sangat taat pada perintah Allah, Nabi Ibrahim as dan Nabi Ismail as melakukan apa yang telah menjadi ketetapan bagi keduanya. Sedih dan dipenuhi linangan air mata sudah pasti, di satu sisi, Nabi Ibrahim as harus melaksanakan perintah-Nya. Di sisi yang lain, ia sangat sayang pada anaknya. 

Begitupun dengan Nabi Ismail as, ia masih tidak ingin berpisah dengan ayah dan ibunya. Namun adanya perintah Allah harus lebih ia kedepankan dari yang lainnya. Semua itu dilakukan bahwasanya seorang hamba haruslah mengikuti semua perintah-Nya. Keteladanan yang luar biasa, tidak ada yang lebih mulia selain mengikuti perintah-Nya dan tidak ada kenikmatan yang lebih sempurnya selain menjalankan semua kewajiban-Nya.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun