Keteladanan diatas juga dapat menjadi jawaban sikap kita bagaimana mengatasi egosentris beragama yang kerap muncul di tengah masyarakat. Tidak benar menganggap keyakinan atau pandangan kita adalah yang paling benar kepada mereka yang berbeda keyakinan, cukup kita imani bahwa apa yang kita anut adalah yang paling benar tanpa harus mengusik ketentraman dan kedaamaian penganut keyakinan lain.Â
Harus sadar batasan agar tidak menjadi konflik horisontal, ketika sikap menolak pandangan atau praktik agama orang lain terjadi di tengah-tengah keyakinan masyarakat yang beragam.
Egosentris dalam beragama merupakan hawa nafsu, bukankah Allah SWT dalam firman-Nya menyatakan bahwa memang keberagaman adalah kehendak-Nya (sunnatullah). Oleh karena itu, kita harus melawan segala bentuk tindakan egosentris dalam beragama, jangan sampai dibiarkan menjadi akut dan nantinya membuahkan pemikiran radikal.Â
Kita tidak mau jika prasangka-prasangka terhadap mereka yang berbeda keyakinan atau satu keyakinan tapi beda pemahaman menjadi tindakan diskriminasi dan ketidakadilan karena merasa bahwa keyakinan kelompoknya harus diperjuangkan dengan cara apapun. Kita harus mencegah agar jangan sampai egosentris dalam beragama melahirkan konflik di tanah air tercinta.
Setiap kali bertindak hendaknya kita bertanya pada hati kecil kita, kehendak kita kah, atau kehendak Allah SWT? Kalau ada kekerasan dan ketidakadilan sudah pasti bukan kehendak Allah SWT, niat yang benar jika prakteknya salah maka jadi akan salah di mata Allah SWT.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H